Bosscha dan Perkebunan Teh Malabar dalam Aleut Program Development, 2020.

Tulisan ini adalah hasil “Kelas Menulis” yang merupakan bagian dari kegiatan pelatihan Aleut Development Program (APD) 2020

Ditulis oleh: Annisa Almunfahannah

Oke, jadi ngebolang kali ini aku lakukan bersama dengan komunitas Aleut dengan judul Momotoran

Perjalanan kami dimulai dari Alun-Alun Banjaran sebagai titik pertemuan aku dengan teman-teman lain yang berangkat dari Rumah Aleut di Pasirluyu Hilir, Bandung. Mungkin teman-teman lain sudah menulis catatan bahwa kegiatan momotoran ini adalah bagian dari Kelas Menulis untuk para peserta Aleut Program Development (APD) 2020. Dalam kegiatan momotoran ini semua peserta mendapatkan tugas untuk membuat tulisan dengan tema yang berbeda-beda. Tugas saya menulis apa? Nah, simak saja ceritanya.

Gerbang Perkebunan Malabar. Foto: Aleut.

Singkat cerita, kami tiba di pintu gerbang Perkebunan Teh Malabar yang kini dikelola oleh PTP Nusantara VIII. Sebelumnya, kami sempat mampir dulu ke warung nasi terdekat untuk membeli bekal makan siang yang akan dimakan nanti dalam perjalanan.

Menurut artikel yang pernah aku baca, Perkebunan Teh Malabar adalah perkebunan terbesar ketiga di dunia. Setiap harinya perkebunan ini dapat menghasilkan hingga 60.000 kilogram pucuk teh dan hampir 90% dari hasil produksinya menjadi komoditas ekspor. Perkebunan ini dibuka oleh seorang Preangerplanter bernama Kerkhoven, yang kemudian mengangkat sepupunya, yaitu Karel Albert Rudolf Bosscha untuk menjadi administratur dan mengelola perkebunan tersebut. Beliau menjabat sebagai administratur selama 32 tahun sebelum wafat akibat tetanus setelah terjatuh dari kuda yang ditungganginya.

Tidak jauh dari pintu gerbang, kita bisa melihat pohon-pohon tinggi menjulang dengan batang yang terlihat sudah sangat tua. Pepohonan itu tampak mencolok di antara hamparan tanaman teh sekitarnya. Tempat itu disebut leuleweungan,yang dalam bahasa Indonesia berarti hutan-hutanan, karena memang tempat ini terlihat seperti hutan kecil dengan berbagai vegetasinya. Di sinilah tempat peristirahatan terakhir K.A.R. Bosscha. Pusara Bosscha berbentuk pilar-pilar melingkar yang terbuat dari marmer dan tiang tinggi serta kubah yang menaungi makam di bawahnya. Menurut cerita, pada masa hidupnya, Ru Bosscha senang menghabiskan waktu untuk bersantai di tempat ini, dan beliau pernah berpesan agar dimakamkan di tempat ini bila wafat nanti.

Pusara KAR Bosscha di Leuleuweungan Perkebunan Teh Malabar. Foto: Aleut.

Sesuatu yang menarik perhatianku dari leuleweungan ini yaitu beberapa pohon tua yang terlihat begitu rapuh namun masih kokoh berdiri meskipun hanya tersisa batang pohon yang diselimuti oleh lumut dan tanaman merambat. Menurut penuturan penjaga makam, pohon ini bernama saninten, buahnya berbentuk seperti biji nangka dan dapat dimakan. Setelah aku telusuri, saninten itu sama dengan pohon chesnut.Sayang, pohonnya sudah tidak produktif  :(.Sekitar beberapa ratus meter di belakang leuleweungan masih berdiri sebuah bangunan bekas sekolah setara sekolah dasar yang bernama Vervoloog Malabar. Sekolah ini dibangun oleh Bosscha pada tahun 1901 untuk memfasilitasi pendidikan bagi anak-anak karyawan dan buruh pemetik teh (https://bosscha.id/). Bangunan sekolah tersebut berupa bangunan panggung yang terbagi ke dalam empat buah ruangan, dindingnya terbuat dari anyaman bambu dua lapis, serta lantai dari kayu. Masih terdapat meja dan kursi yang digunakan pada zaman dahulu di salah satu ruangannya. Namun bangunan ini sudah tidak lagi digunakan dan tidak terawat, terlihat dari kondisi bangunan yang usang serta atap yang tidak lagi terpasang pada posisi yang semestinya. 

Vervoloog Malabar yang kondisinya rusak parah. Foto: Aleut.
Pohon saninten di kompleks makam KAR Bosscha. Foto: Aleut.

Bangunan sekolah tersebut memiliki halaman yang cukup luas dan dari halaman ini kita bisa melihat di kejauhan sebuah gazebo di puncak Gunung Nini. Menurut cerita, puncak tersebut sering digunakan Bosscha sebagai tempat untuk memantau pekerjaan di area perkebunannya. Dari tempat itu kita bisa melihat 2/3 area perkebunan Malabar.

Setelah mengunjungi Vervoloog Malabar, kami melanjutkan perjalanan menuju Rumah Bosscha. Rumah dengan arsitektur bergaya Eropa lengkap dengan furnitur peninggalan Bosscha. Selain sebagai rumah tinggal, rumah tersebut juga digunakan sebagai tempat kerja Bosscha. Ruangan kerjanya terletak di bagian bawah tanah dari rumah tersebut. Saat ini rumah tersebut digunakan oleh PTP Nusantara VIII untuk acara-acara tertentu.

Tak jauh dari rumah Bosscha, berdiri pabrik teh Malabar dan pabrik teh Tanara yang digunakan untuk mengolah teh hasil dari perkebunan. Saat ini bekas pabrik Malabar beralih fungsi sebagai Gelanggang Olahraga Gelora Dinamika, sedangkan Pabrik Teh Tanara digunakan menjadi Pabrik Teh Malabar.

Setelah mengunjungi rumah Bosscha, selanjutnya kami menuju sepetak tanah yang ditanami oleh pohon-pohon teh yang dibiarkan tumbuh tinggi. Pohon-pohon tersebut diberi nomor seperti MAL-27. Aku sendiri belum mencari tahu mengenai fungssi dari penomoran tersebut.

Rumah KAR Bosscha sebelum kabut tebal turun dan menutup pemandangan. Foto: Aleut.

Sebenarnya di area rumah Bosscha terdapat peta mengenai area perkebunan Malabar dan tempat bersejarah apa saja yang termasuk di dalam area perkebunan Malabar karena sekarang area ini telah dikelola oleh PTP Nusantara VIII sebagai lokasi wisata, sayang aku lupa untuk mengambil foto dari peta itu.

Mungkin ini beberapa hal yang bisa aku dapatkan selama perjalanan momotoran kemarin dari area Perkebunan Teh Malabar. Sebenarnya masih banyak lagi lokasi yang kami kunjungi dan perjalanan yang masih panjang. Jadi, sampai bertemu di episode selanjutnya dari ngebolang bareng Komunitas Aleut ini, hehhee.

***

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *