Bandoengsche Kunstkring, Bagian-3: Anna Pavlova, The Dying Swan

Irfan Pradana

Terlalu ceroboh jika melewatkan nama ini dalam riwayat perjalanan Bandoengsche Kunstkring. Kebesaran namanya kala itu menjadi incaran berbagai negara. Tiket pertunjukannya di Eropa selalu habis meskipun dibandrol dengan harga mahal.

Anna Pavlova adalah sosok yang namanya begitu melekat dalam dunia balet, seorang legenda yang mengubah wajah seni tari di zaman modern. Dalam catatan ensiklopedia online britannica.com, Anna Pavlovna Pavlova yang terlahir dengan nama Anna Matveyevna Pavlova, lahir pada 12 Februari 1881 di St. Petersburg, Rusia, Pavlova tumbuh dalam keluarga sederhana. Sejak kecil, ia memiliki ketertarikan besar pada dunia tari.

Di usia 10 tahun, impiannya mulai mendekati kenyataan ketika ia diterima di Imperial Ballet School, lembaga balet paling bergengsi pada masanya di Rusia. Namun, perjalanan Pavlova tidaklah mudah. Tubuhnya yang tinggi, ramping, dengan kaki yang melengkung tajam dan pergelangan kaki yang tipis dianggap tidak sesuai dengan standar balerina ideal pada waktu itu — yang lebih mengutamakan tubuh kecil dan padat. Rekan-rekan sekelasnya bahkan mengejeknya dengan julukan seperti The broom (Sapu) dan La petite sauvage (Si Liar Kecil).

Pavlova tidak menyerah. Ia justru menjadikan ciri fisiknya yang unik sebagai kekuatan. Dengan kerja keras dan dedikasi luar biasa, ia menguasai teknik balet dengan gaya yang khas — lembut, anggun, dan penuh emosi.

Tahun 1905 menjadi momen penting dalam kariernya ketika ia menarikan The Dying Swan, sebuah tarian solo yang koreografinya dirancang oleh Michel Fokine dengan musik dari komponis Camille Saint-Saëns. Tarian ini begitu mnegesankan sehingga menjadi identitas yang melekat pada Pavlova sepanjang hidupnya. Gerakannya yang penuh kelembutan dan ekspresi emosional yang mendalam membuat penonton terpukau, seolah-olah melihat seekor angsa yang sedang meregang nyawa dengan keindahan yang tragis.

Pada tahun 1906, Pavlova diangkat sebagai Prima Ballerina, gelar tertinggi bagi seorang penari balet. Namun, ia tidak puas hanya tampil di panggung Rusia. Pada tahun 1911, Pavlova membentuk kelompok baletnya sendiri, The Pavlova Ballet Company. Bersama rombongan ini, ia melakukan tur keliling dunia, termasuk ke Amerika, Jepang, Australia, hingga Hindia Belanda. Langkahnya yang berani membawa balet ke negara-negara yang sebelumnya belum mengenal seni ini menjadikannya pionir dalam memperkenalkan balet ke khalayak yang lebih luas.

Pavlova tidak hanya dikenal karena bakatnya yang luar biasa, tetapi juga karena inovasinya. Ia memodifikasi sepatu baletnya dengan tambahan sol keras untuk mendukung kakinya yang melengkung, sebuah inovasi yang kemudian menjadi dasar bagi desain modern pointe shoes. Selain itu, keberhasilannya sebagai balerina bertubuh ramping dan tinggi membuka jalan bagi para penari dengan bentuk tubuh yang berbeda untuk bersinar di dunia balet.

Sebagian kalangan memang menganggapnya old fashioned atau konservatif, tapi bagi sebagian lainnya dia adalah seorang inovator karena keberhasilannya menggabungkan ballet dengan bentuk-bentuk tari tradisional dari berbagai wilayah dunia, termasuk merevitalisasi jenis-jenis tarian yang sudah dilupakan orang. (The Swan Brand: Reframing the Legacy of Anna Pavlova. Jennifer Fisher. Cambridge University Press. 2012).

Dedikasinya pada seni balet begitu besar hingga ia tetap tampil, pun saat kondisi kesehatannya menurun. Pavlova meninggal pada 23 Januari 1931 akibat radang paru-paru. Konon, di ranjang kematiannya, Pavlova meminta kostum The Dying Swan dibawakan kepadanya, seolah menandakan bahwa balet adalah bagian dari jiwanya yang tak terpisahkan.

Warisan Pavlova terus hidup hingga kini. Tarian The Dying Swan masih diajarkan dan ditampilkan oleh para balerina di seluruh dunia. Lebih dari sekadar penari berbakat, Pavlova adalah sosok yang membawa balet ke hati penonton global, menjadikannya legenda dalam sejarah seni tari.

Rencana ke Hindia Belanda

Pada 1922 koran-koran Hindia Belanda secara aktif memberitakan tur dunia yang sedang dijalani oleh Anna Pavlova beserta rombongan. Di tahun itu ia direncanakan akan melawat ke Jepang, Singapura, dan Australia. Bandoengsche Kunstkring beserta Bond berupaya memboyong Pavlova tepat sebelum lawatannya ke Australia. Mereka berharap Pavlova bersedia “mampir” sebelum tiba di negeri Kangguru.

Deli courant edisi 18 Oktober 2022 mewartakan pertunjukan Pavlova di Jepang. Dalam beritanya mereka menuliskan bahwa Pavlova sedang mempelajari tarian Jepang dari Koshiro Matsumoto dari Teater Kekaisaran di Tokyo. Matsumoto adalah salah satu aktor terbaik sekaligus penari yang sangat terampil.

Kemudian Nieuws van den Dag pada edisi 12 Desember 1922 menuliskan kabar rombongan Anna Pavlova yang telah tiba di Singapura. Berikut detail beritanya:

Di Singapura, ia dijadwalkan tampil untuk pertama kalinya pada tanggal 14 bulan ini.

Sebelumnya memang dikabarkan bahwa ia juga akan mengunjungi Jawa, tetapi tidak pernah ada rincian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Mungkin dalam waktu dekat kita akan menerima kabar menarik tentang hal ini. Setelah melakukan penyelidikan lebih lanjut, ternyata Pavlova diperkirakan akan tiba di kota ini pada bulan Januari mendatang.

Kabar ini seolah memberikan harapan bahwa Pavlova akan benar-benar datang ke Hindia Belanda. Tentunya kabar ini sangat menyenangkan seluruh insan seni di tanah air. Kelak harga tiket masuk diperkirakan sebesar delapan dolar, yang bagi Hindia Belanda, bahkan untuk Jawa, terasa cukup mahal. Mungkin karena alasan inilah dalam sebuah wawancara disebutkan bahwa Pavlova sedang menunggu kontrak untuk tur ke Australia, dan jika itu terjadi, maka ia akan singgah di Jawa sebagai persinggahan tambahan. Namun sebuah berita mengejutkan tiba:

Kami mendapat kabar bahwa Anna Pavlova secara resmi telah membatalkan rencana turnya ke Australia, sehingga Jawa juga tidak akan menjadi bagian dari perjalanannya. Penari tersebut bersama rombongan baletnya dijadwalkan tiba di Kairo dalam beberapa hari mendatang dalam perjalanan menuju ibukota Prancis. (Bataviaasch Nieuwsblad edisi -10 Februari 1923)

Kabar ini secara resmi mengakhiri harapan para agen kesenian Hindia Belanda untuk bisa mendatangkan Anna Pavlova. Setelah berita ini tersiar, Anna dikabarkan melanjutkan lawatannya ke Kairo, Paris, dan Inggris. Hindia Belanda harus gigit jari untuk sementara waktu.

Tampil di Belanda

Memasuki tahun 1927 tersiar kabar bahwa Anna Pavlova akan tampil di Belanda. Jika benar terjadi, maka ini merupakan kali pertama The Dying Swan tampil di negeri kincir angin. Berita ini pertama kali muncul di harian De Telegraaf edisi 29 Maret 1927.

Pavlova dikabarkan akan datang dan melakukan pertunjukan pada bulan April 1927. Ia dijadwalkan tampil di beberapa kota, antara lain Amsterdam, Rotterdam, Den Haag, Utrecht, Arnhem, Nijmegen, dan kemungkinan besar di ‘s-Hertogenbosch.

Foto Anna Pavlova (De Courant 20 Maret 1927)

Kabar ini menjadi kenyataan ketika Algemeen Handelsblad pada menerbitkan artikel wawancara dengan Anna Pavlova di Den Haag. Koran itu juga menyoroti bagaimana kedatangan rombongan Pavlova beserta seluruh properti pertunjukannya. Halaman belakang gedung kesenian dan ilmu pengetahuan Den Haag sengaja dikosongkan untuk memarkir truk Daimler pengangkut alat peraga Pavlova. Pavlova mengakhiri lawatannya ke Belanda dengan pertunjukan di Amsterdam pada 29-30 April 1927. (Het Volk: Dagblad voor de Arbeiderspartij 28 April 1927).

Truk Daimler Anna Pavlova (De Sumatra post 21 Mei 1927).

Menuju Hindia Belanda

Seusai tampil di Belanda, harapan untuk memboyong Anna Pavlova ke Insulinde kembali menyeruak. Sebuah artikel cukup besar diterbitkan oleh De Locomotief pada bulan Agustus dengan judul “Apakah Anna Pavlova juga akan ke Hindia?” Menyoroti kemungkinan Hindia Belanda menjadi salah satu destinasi tur Anna Pavlova selanjutnya.

Artikel itu menulis bahwa Pavlova berencana untuk melakukan tur dunia besar sebelum pensiun. Ia direncanakan tampil di Mesir, India, Singapura, Australia, dan Amerika. Namun, telah dipastikan bahwa jika tur ini jadi dilaksanakan, hanya beberapa kota saja yang berkesempatan menikmati penampilan Pavlova.

Di Mesir, kota-kota yang dipertimbangkan antara lain Alexandria dan Kairo. Di India, Calcutta, Bombay, dan beberapa kota lainnya. Kemudian, kemungkinan besar Pavlova akan tampil di Rangoon (Yangon) dan Singapura. Setelah itu, ia akan menuju ke Australia dan di sinilah rutenya berakhir. Tidak menutup kemungkinan sebelum berlayar ke Australia, Pavlova akan singgah di Jawa.

Dapat diharapkan bahwa upaya akan dilakukan untuk setidaknya mengadakan satu pertunjukan di Jawa, dan hal ini telah mendapat perhatian penuh dari Bond van Kunstkringen. Pasalnya sebelum mengadakan pertunjukan, diperlukan adanya dana jaminan yang dibayarkan kepada tim Pavlova.

Bak gayung bersambut, pada bulan Agustus 1928, harian Het Nieuws van Den Dag di Semarang dihubungi oleh seorang bernama Alexander Levitoff. Ia adalah seorang impresario kelompok Anna Pavlova. Impresario bertugas untuk mengatur, mengelola, dan mempromosikan pertunjukan seni, seperti konser musik, teater, opera, atau tari. Impresario berperan penting dalam mengurus segala aspek produksi, mulai dari pemilihan artis, penjadwalan pertunjukan, hingga aspek keuangan dan pemasaran.

Levitoff menyampaikan pesan bahwa sang penari sedang mempertimbangkan untuk menggelar pertunjukan di Hindia Belanda. Levitoff bertanya terkait kemungkinan acara itu digelar.

Redaksi Het Nieuws van Den Dag kemudian mengarahkannya kepada walikota, mengingat pertunjukan tersebut erat kaitannya dengan perizinan, dan yang paling utama adalah perihal tarif sewa gedung pertunjukan dan pajak hiburan yang tinggi.

Seminggu kemudian Levitoff berkunjung ke Surabaya untuk melakukan pembicaraan dengan beberapa pihak, setelah itu akan dipertimbangkan apakah pertunjukan Pavlova memungkinkan. Pembahasan paling vital masih seputar biaya yang tinggi dan kemungkinan menghambat berlangsungnya pertunjukan ini. (Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië, 28 Agustus 1928). Dua hari kemudian pertemuan serupa kembali digelar di kota Solo. Saya tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai isi pertemuannya.

Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië pada 30 Agustus 1928 mengeluarkan berita berisi wawancara dengan Levitoff. Dalam wawancara itu disebutkan bahwa Levitoff sedang melakukan negosiasi dan pembicaraan dengan direksi Teater Pathé guna mengadakan dua pertunjukan pada bulan Februari, selama dua malam berturut-turut, jika memungkinkan.

Pada 1 September 1928 Het Nieuws van Den Dag melaporkan bahwa Levitoff kembali mendatangi merekasembari membawa surat penolakan dari Wakil Sekretaris Kota Batavia. Rupanya ia benar-benar mendatangi pemerintah kota untuk meminta keringanan harga sewa gedung pertunjukan, namun permintaan itu ditolak. Pada Het Nieuws van Den Dag Levitoff bilang akan melaporkan hal ini ke Belanda.

Kabar yang ditunggu-tunggu itu akhirnya datang. Anna Pavlova akan datang ke Hindia Belanda. Setelah melalui rangkaian negosiasi Levitoff akhirnya setuju untuk menggelar pertunjukan di Jawa. Adapun kota-kota yang menjadi pilihan sementara antara lain Batavia, Semarang, Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta.

Pertunjukan di Batavia akan digelar di Planten en Dierentuin (sekarang Taman Margasatwa Ragunan). Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya sewa gedung pertunjukan dan terbatasnya jumlah kursi. Pavlova rencananya akan menggelar lima pertunjukan di tempat ini. Pertunjukan akan mulai digelar pada 12, 13, dan 14 Februari 1929. (Bataviaasch nieuwsblad 05 November 1928) Sebagai informasi tambahan, beberapa waktu sebelum kunjungannya ke Jawa, para teknisi kelistrikan dan pelatih balet akan dikirim ke sini untuk melakukan persiapan. Hal ini merupakan standar yang ditetapkan Anna Pavlova sendiri. (De Indische courant 10 September 1928).

Anna Pavlova ketika tiba di Pelabuhan Tandjong Priok 11 (De Avondpost).

Pada Minggu pagi, 10 Februari 1929, sekitar pukul 7 pagi, Anna Pavlova tiba Tandjong-Priok dengan kapal Op ten Noort. Ia melakukan perjalanan bersama rombongan besar dan untuk itu ia menghabiskan setengah bagian kapal hanya untuk rombongannya. (De locomotief 12-02-1929).

Hari itu cuaca tidak begitu baik. Hujan turun sejak dini hari jadi penyebab para pecinta tari di Batavia saat itu lebih memilih berlindung di balik selimut. Kedatangan Pavlova jauh dari riuh rendah sambutan publik. Namun, Anna Pavlova tampaknya tidak terpengaruh oleh suasana itu. Ia tampak masih penuh dengan semangat meskipun terlihat kelelahan karena perjalanan yang panjang. Anna menampilkan pembawaan yang ceria, lincah, dan penuh semangat. (Bataviaasch nieuwsblad, 11 Februari 1929)

Sementara itu pekerjaan intensif masih berlangsung di Planten en Dierentuin. Panitia sedang berusaha memasang untuk mendukung pencahayaan, karena panggung membutuhkan daya lebih dari 100 ampere. Delapan lampu sorot dengan kekuatan masing-masing setara 1000 lilin sedang dipasang. Hal ini diperlukan karena tempat ini tidak dibangun untuk acara seperti ini. Pavlova direncanakan untuk menggelar latihan keesokan harinya.

Iklan pertunjukan Anna Pavlova di Batavia (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 1 Februari 1929).

Penampilan Anna Pavlova sukses besar. Performanya mampu menyihir semua orang yang menyesaki Planten en Dierentuin demi melihat seorang maestro yang telah lama dinanti-nantikan kehadirannya. Kini ia berada langsung di depan mata warga Batavia yang hadir dan membeli tiket cukup mahal. Harian Het Nieuws Van Den Dag edisi 13 Februari 1929 menulis:

Di ruangan Planten en Dierentuin yang penuh sesak, Anna Pavlova dan rombongannya merayakan kesuksesan besar tadi malam. 

Meskipun ada yang menyebut seni balet sebagai seni yang sudah ketinggalan zaman, Anna Pavlova, sang pendeta, rasul ballet wanita, telah berhasil menarik kita ke dalam lingkaran pesona magis yang terpancar dari penampilannya…. 

Sementara surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad tanggal 23 Februari 1929 menuliskan laporannya:

Pertunjukan artistik penari tersohor itu dengan baletnya, yang bermula begitu membahagiakan di Batavia dan dilanjutkan di kota ini, ternyata membuahkan sebuah kemenangan sejati. Pada penampilan pertamanya saja, ia telah menaklukkan hati semua orang dengan karya seninya yang mengagumkan dan menunjukkan kepada para penonton bahwa mereka menghargai pencapaiannya.

Di sini juga dia menarik banyak penonton yang antusias; Ia mendapat tepuk tangan meriah yang berulang-ulang, penghormatan berupa karangan bunga yang megah, dan liputan pers yang antusias. Jadi dia bisa puas. Pagi ini ia bertolak ke Jawa Tengah, menurut kata-katanya sendiri, dengan kenangan yang paling menyenangkan di Bandung dan tepuk tangan yang begitu meriah diterimanya, benar-benar memberinya kepuasan karena telah meninggalkan penonton yang bersyukur atas seni sejati yang dinikmatinya. Oleh karena itu, dalam hal ini warga Batavia dan Bandung merasakan suatu keterhubungan, kekaguman mereka terhadap seniman hebat ini.

Hallo Bandung

Sehari usai pertunjukan terakhirnya di Batavia, Pavlova langsung bertolak ke Bandung. Pavlova dan rombongan tiba di Bandung pada tanggal 18 Februari. Selama di Bandung mereka menginap di Hotel Homan. (De Koerir, 18 Februari 1929).

Iklan pertunjukan Anna Pavlova di Batavia (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 1 Februari 1929).

Anna Pavlova rencananya akan tampil satu kali, yakni pada 21 Februari 1929 di Societeit Concordia. Penjualan tiket sudah dilakukan sejak tanggal 16 Februari di kantor pengurus Societeit Concordia. Harga tiket dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan barisan tempat duduk. Baris bawah dipatok seharga 9 gulden, lalu baris balkon depan juga seharga 9 gulden, sementara baris lain seharga 6 gulden. Harga tersebut sudah termasuk dengan pajak. Harga pemesanan untuk semua kategori sebesar 0,25 gulden.

Hari pertunjukan pun dimulai. Gedung Societeit tiba-tiba terasa terlalu kecil, hampir luber tak mampu menampung antusiasme para penonton. Pertunjukan dibuka dengan penampilan balet De Feeënpop. Tarian ini menggambarkan Anna Pavlova sebagai seorang putri dongeng yang anggun seperti peri. Sebelum jeda acara ditutup dengan Tarian berjudul Chopiniana, sebuah rangkaian dari sembilan tarian Chopin yang ditampilkan oleh Anna Pierre Vladimiroff yang mendapatkan tepuk tangan meriah. Perlu disebutkan juga Ruth French dan Borowanski yang menampilkan tarian Mesir yang anggun, lalu Pastorale yang ditampilkan oleh Mille Mather, Nordi, dan M. Helken, dilanjutkan oleh Nina Kirsanova yang anggun dalam tarian Rusia,

Setelah jeda merupakan saat-saat yang paling dinantikan oleh semua orang yang berada di dalam ruangan. Pada bagian ketiga ini, Anna Pavlova menampilkan tarian andalannya, De stervende Zwaan (Angsa yang Sekarat). Tarian inilah yang membesarkan namanya dan hal itu semakin dikuatkan oleh publik Bandung yang malam itu tak henti-hentinya memberikan tepuk tangan usai Anna Pavlova mengakhiri penampilannya. Malam ditutup dengan Au Ball yang lucu dari Tchaikovsky, ditarikan oleh Anna Pavlova dan para penari pria Domoslawski, Algeranoff, Sergieef, Hitchins, Slavinski, dan Cessarski. Setelah itu, datang penghormatan dengan bunga-bunga besar, ovasi, dan kunjungan Anna Pavlova —peristiwa besar untuk Bandung— kini telah menjadi kenangan!

Dari Bandung, Anna Pavlova bersama 42 orang rombongannya berangkat dengan kereta api menuju Yogya untuk melanjutkan turnya ke kota-kota lain. Setelah Yogyakarta, rombongan ini juga akan tampil di Semarang, Solo, dan terakhir di Surabaya. Penantian panjang warga Hindia Belanda selama ini akhirnya terbayar lunas dengan roadshow Anna Pavlova beserta rombongannya. Levitoff bahkan sempat sesumbar kelak akan mengulang pertunjukan serupa di kemudian hari. Namun hingga akhirnya Anna Pavlova wafat pada 1931, rencana itu tak pernah terwujud. (De Koerier, 22 Februari 1929).

Kritik terhadap Bandoengsche Kunstkring

Walapun meraih sukses besar dan apresiasi yang tingggi, kegemilangan penampilan Anna Pavlova di Bandung tak luput dari kritikan. Kritik tidak ditujukan kepada Anna Pavlova dan rombongan, melainkan pada penyelenggara acara, yakni Bandoengsche Kunstkring. Mereka dinilai tidak terbuka kepada media sehingga kesulitan membuat liputan mengenai penampilan Anna Pavlova di Bandung.

Krtikan tersebut cukup terasa karena ternyata kabar mengenai Anna Pavlova selama di Bandung bisa dibilang sangat minim. De Preangerbode yang biasanya sangat rajin mengulas tentang serba-serbi kegiatan Bandoengsche Kunstkring, seolah raib di waktu-waktu krusial tersebut. Hanya koran De Koerir-lah yang cukup keras kepala untuk terus mengabarkan tentang Anna Pavlova di Bandung. Sudah begitu pun, De Koerir tetap perlu menyampaikan kritik kepada Bandoengsche Kunstkring atas ketidaktransparanannya.

Anda bertanya kepada kami mengapa De Koerier tidak memiliki laporan tentang pertunjukan Anna Pavlova.

Jawabannya kali ini bisa sangat sederhana: Karena pengurus Kunstkring Bandung masih belum menemukan jalan ke De Koerier, atau mungkin juga tidak ingin menemukannya. (De Koerier 26 Februari 1929)

Menurut De Koerier, bahkan impresariat Anna Pavlova sendiri mengatakan hal sama. Apa yang menjadi sebab sikap ini, tidak mereka ketahui. ***

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *