Ringkasan Biografi R.E. Martadinata

Tulisan ini merupakan hasil latihan Kelas Menulis sebagai bagian dari Aleut Development Program 2020. Tulisan sudah merupakan hasil ringkasan dan tidak memuat data-data penyerta yang diminta dalam tugas.

Ditulis oleh: Agnia Prillika

Nama R.E Martadinata sebetulnya tidak terlalu asing bagi saya, karena merupakan salah satu nama jalan utama di Kota Bandung. Yang terasa agak aneh, walaupun nama jalan ini sudah lama diubah menjadi Jl. R.E. Martadinata, tapi banyak orang masih mengenal dan menyebut dengan nama lamanya, yaitu Jalan Riau.

Ketika saya mendapatkan tugas untuk membuat ringkasan biografi tokoh R.E. Martadinata berdasarkan buku “9 Pahlawan Nasional Asal Jawa Barat” karya Nina H. Lubis, saya kira akan ada penjelasan juga tentang asal-usul penamaan jalan tersebut, tapi ternyata tidak ada. Namun, melalui buku ini saya menjadi lebih mengenal siapa sosok R.E Martadinata, mulai dari kisah hidup dan perjuangannya sebagai tokoh ALRI, dan menjadi Pahlawan Nasional. Selain itu, saya menjadi tertarik untuk mengetahui dan mengenal lebih banyak pahlawan nasional lainnya karena serasa diingatkan kembali akan perjuangan bangsa kita merebut dan mempertahan kemerdekaan.

Latar Belakang dan Pendidikan

Nama lengkapnya, Raden Eddy Martadinata. Lahir di Bandung dari pasangan Raden Roechijat Martadinata dan Nyi Raden Soehaemi pada 29 Maret 1921. Pendidikannya dimulai dari Hollands Indlandsche School (HIS) Palembang. Namun tak lama, karena ia harus berpindah-pindah sekolah mengikuti tempat pekerjaan orang tuanya. Setelah pendidikan HIS di Lahat (1934), Eddy melanjutkan ke MULO di Bandung (1938), AMS di Jakarta (1941), dan Zeevaart Technische School (1942). tetapi tidak sampai tamat karena pendudukan Jepang. Eddy kemudian mengikuti pendidikan di Sekolah Pelayaran Tinggi di Jakarta yang diselenggarakan oleh Jepang, lulus, dan diangkat sebagai nakhoda kapal latih Dai28 Sakura Maru.

Selama masa mudanya, ia tampak menonjol dan aktif mengikuti kegiatan, antara lain bekerja sebagai penerjemah di Kantor Besar Kereta Api Bandung, dan menjadi guru termuda di SPT. Ia juga menghimpun para perwira muda untuk ikut ambil bagian dalam usaha mempersiapkan lahirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Kiprah di Angkatan Laut

Dalam gerakan mengambil alih kekuasaan Jepang, Martadinata beserta pasukannya berhasil merebut beberapa buah kapal milik Jepang dan menguasai beberapa gedung di Tanjung Priok dan di Jalan Budi Utomo, Jakarta. Setelah itu, ia bersama pemuda lainnya membentuk sebuah organisasi BKR-Laut dan disahkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 10 September 1945. Dalam perjalanannya, BKR-Laut sempat berganti nama menjadi TKR Laut hingga ditetapkan menjadi ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia).

Terdapat dua markas besar ALRI, di Yogyakarta dan Lawang. Dualisme ini sempat menyebabkan konflik kepemimpinan di tubuh ALRI. Martadinata yang menjabat sebagai Kepala Staf Operasi V berusaha meredam konflik tersebut dengan mengundang para perwira remaja dan senior untuk saling bertukar pikiran. Tak berhasil, ia pun mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap pimpinan ALRI kepada pemerintah hingga akhirnya terbentuklah suatu Dewan Angkatan Laut (DAL) tahun 1947 yang bertugas menyelesaikan masalah tersebut.

Banyak sekali kontribusi yang telah diberikan oleh R.E Martadinata untuk ALRI sehingga ia diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL). Ia semakin fokus untuk mengembangkan kekuatan ALRI dengan membentuk Komando Daerah Maritim (KODAMAR), penambahan anggota, dan memperkuat senjata.

Hal menarik lainnya yang juga diceritakan dalam kisah ini adalah timbulnya beberapa masalah, seperti komando presiden mengenai Pembebasan Irian Barat (Trikora) yang menimbulkan konfrontasi di bidang militer, permasalahan pembentukan Negara Federasi Malaysia, dan pengkhianatan yang dilakukan oleh PKI dengan G-30 S/PKI.

Menyikapi peristiwa tersebut, Martadinata dengan sigap memberikan suatu reaksi kutukan terhadap gerakan tersebut dengan memerintahkan segenap unsur tempur Angkatan Laut dan panglima KODAMAR untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap PKI. Tindakannya tersebut tidak disetujui oleh presiden sehingga ia lengser jabatan dan digantikan oleh Laksamana Madya R.  Mulyadi. Tak lama setelah itu, Martadinata diangkat menjadi Duta Besar RI untuk Pakistan. Setelah melaksanakan tugasnya di Pakistan, ia kembali ke tanah air sekaligus menyambut hari ulang tahun ABRI ke-21. Di sini ia diundang oleh Kolonel Mazhar untuk mengadakan perjalanan ke daerah Riung Gunung Bogor menggunakan pesawat yang ternyata menjadi akhir dari kisah perjalanan hidupnya.

Catatan dari Peresensi

Buku ini cocok bagi semua orang yang ingin menambah pengetahuannya mengenai sosok Laksamana R.E Martadinata, karena yang dipaparkan sudah cukup jelas dan peristiwanya juga disajikan secara runtut. Mulai dari masa muda Laksamana R.E Martadinata, bagaimana usahanya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia hingga akhir hayatnya. Namun informasi yang diberikan masih terasa kurang detail, sehingga perlu menambah sumber bacaan lainnya juga jika ingin mengenal lebih dalam.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s