Upaya-upaya Penanggulangan Wabah

Ditulis oleh Fathonil Aziz

Definisi Wabah

     Menurut Permenkes nomor 1501 tahun 2010, wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.

     Menurut Center of Disease Control and Prevention (CDC), wabah atau epidemi adalah penambahan mendadak jumlah kasus suatu penyakit melebihi nilai yang diharapkan yang terjadi pada suatu populasi di suatu kawasan. Epidemi terjadi ketika agen dan penjamu yang cocok muncul pada angka yang cukup. Secara lebih mendalam, epidemi terjadi karena berbagai faktor, antara lain:

  1. Peningkatan jumlah atau virulensi dari agen
  2. Pengenalan agen baru, yang sebelumnya belum pernah terjadi
  3. Cara penularan yang semakin beragam
  4. Perubahan kerentanan faktor penjamu

     Sporadik adalah suatu keadaan dimana masalah kesehatan (umumnya penyakit)  yang ada di suatu wilayah tertentu frekuensinya berubah-ubah menurut perubahan waktu. Sedangkan endemik memiliki arti suatu masalah kesehatan secara konstan dan terus menerus muncul di suatu wilayah.

     Pandemi merupakan kasus epidemi yang telah menyebar dan terjadi di seluruh negara di dunia. Pandemi merupakan suatu kondisi serius dan mendapat penanganan khusus dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization.

     Menurut Center of Disease Control and Prevention (CDC), wabah atau epidemi adalah penambahan mendadak jumlah kasus suatu penyakit melebihi nilai yang diharapkan yang terjadi pada suatu populasi di suatu kawasan. Epidemi terjadi ketika agen dan penjamu yang cocok muncul pada angka yang cukup. Secara lebih mendalam, epidemi terjadi karena berbagai faktor, antara lain:

Pola Penyebaran Wabah

     Wabah atau epidemi dikelompokkan menurut cara penyebaran dan sumber penyebarannya dalam suatu populasi. Wabah dikelompokkan menjadi 3 jenis penyebab utama, yaitu:

  • Sumber umum
    • Titik
    • Berkelanjutan
    • Berselang
  • Diperbanyak
  • Campuran
  • Lain-lain

     Wabah dengan sumber umum adalah wabah dimana sekelompok orang terpapar agen infeksi atau racun dari sumber yang sama. Jika kelompok terpapar dalam waktu yang relatif singkat, sehingga setiap orang yang sakit melakukannya dalam satu masa inkubasi, maka wabah sumber umum selanjutnya diklasifikasikan sebagai wabah sumber titik.

     Wabah yang diperbanyak adalah wabah yang menyebar dan menular dari satu orang ke orang lain. Penularan dapat terjadi secara langsung, melalui alat, maupun melalui vektor. Pada jenis wabah ini kasus terjadi lebih dari 1 masa inkubasi. Pada epidemi ini kasus akan berkurang dalam jangka waktu beberapa generasi, baik karena jumlah orang yang rentan menurun atau akibat tindakan intervensi yang efektif.

     Beberapa bentuk wabah memiliki karakteristik wabah sumben umum dan wabah yang diperbanyak. Oleh karenanya wabah jenis ini disebut sebagai wabah campuran. Salah satu jenisnya adalah kasus Shigellosis yang mengenai 3000 perempuan yang menghadiri sebuah konser musik. Gejala baru muncul saat mereka sudah kembali ke rumah. Beberapa hari kemudian dilaporkan kasus ini meledak di sebuah area di Amerika Serikat.

Sumber Wabah

     Wabah terjadi akibat adanya sumber yang disebut sebagai agen. Agen ini akan menumpangi tubuh dari inang, dan bila telah mencapai jumlah optimum dapat menyebabkan gejala penyakit inang. Wabah dapat berbagai sumber, antara lain:

  • Zoonosis

Zoonosis merupakan penyakit yang sumber penularannya berasal dari hewan. Hewan menjadi inang sebuah agen dan kemudian menularkannya ke manusia. Hewan yang paling sering menjadi media perantara penyebaran wabah yaitu mamalia. Beberapa penyakit yang termasuk dalam zoonosis adalah flu burung (H5N1), flu babi (H1N1), SARS-Covid19, leptopspirosis, dll.

  • Keracunan Makanan

Makanan menjadi salah satu media penularan penyakit. Ini dikarenakan makanan merupakan benda yang paling mudah masuk ke dalam tubuh manusia. Makanan telah lama dikenal sebagai sumber sebuah penyakit. Sebuah pepatah Cina Kuno mengatakan, ”kamu adalah apa yang kamu makan”. Makanan yang tidak diolah dengan baik dapat menjadi sumber penyakit. Makanan yang sudah melewati masa kadaluwarsa juga menjadi racun bagi tubuh manusia. Penyakit yang ditularkan melalui makanan antara lain hepatitis A, demam tifoid, keracunan makanan, shigellosis, dll.

  • Penyakit Menular Seksual

Perilaku seksualitas telah lama menjadi salah satu proses penyebaran penyakit. Hal ini diakibatkan terjadinya interaksi lapisan mukosa antara 2 individu yang berbeda. Perilaku seksual dengan banyak orang menjadi hal yang sangat berisiko. Banyak penyakit telah lama dikenal ditularkan melalui hubungan seksual, antara lain HIV-AIDS, sifilis, gonorea, kutu kelamin, dll.

  • Wabah Nosokomial

Nosokomial diartikan sebagai segala penyakit yang ditularkan melalui rumah sakit. Rumah sakit sebagai tempat perawatan orang-orang yang memiliki penyakit menjadi tempat yang sangat rawan penularan sebuah wabah penyakit.

  • Wabah Airborne

Udara dikenal sebagai salah satu media penularan wabah penyakit yang paling mudah dan dapat menyebabkan tingkat pesakitan yang tinggi. Hal ini karena semua manusia menghirup udara sebagai upaya untuk bernapas dan mempertahankan hidupnya. Biasanya penyakit yang disebarkan melalui udara memiliki partikel yang sangat kecil.

Tahapan Wabah & Cara Pengendaliannya

     Wabah yang merupakan sebuah fenomena medis dan sosial, membutuhkan pendekatan sosial dalam proses penanganannya. Ancaman penyakit menular baru biasanya dimulai secara lokal, sehingga pemahaman dinamika penyakit menjadi kunci penting dalam usaha pemberantasan wabah penyakit. Hal ini untuk mencegah terjadinya penyebaran yang lebih luas antarmanusia. Dinamika wabah penyakit terjadi dalam 4 tahap.

     Tahapan pertama dari sebuah wabah adalah pengenalan atau kemunculan wabah pada suatu komunitas. Tahapan kedua adalah penularan wabah secara lokal. Pada tahap ini terjadi penyebaran patogen. Tahapan ketiga adalah perluasan wabah ke komunitas yang lebih luas. Wabah mulai menular dari manusia ke manusia dalam skala yang luas. Pada tahap ini wabah dapat meluas hingga ke tingkat pandemi. Tahap keempat yang merupakan tahap akhir, terjadi penurunan tingkat penularan. Hal ini terjadi akibat tingkat penularan manusia ke manusia semakin menurun akibat peningkatan kekebalan tubuh pada sebuah komunitas maupun intervensi yang cukup gencar.

     Tahapan wabah tersebut menjadi kunci dalam penanganan wabah sehingga setiap tahapan wabah memiliki bentuk penanganan yang berbeda.

  • Antisipasi

Pada respon tahap awal, kemunculan wabah tidak dapat diprediksi, tetapi masih dapat diantisipasi. Antisipasi mencakup prediksi penyakit yang paling mungkin muncul dan identifikasi pemicu yang akan memperburuk dampak atau memfasilitasi penyebaran.

  • Deteksi Dini

Wabah penyakit yang muncul dan kembali muncul merupakan penyakit baru yang masih sangat minim informasinya. Oleh karena itu dibutuhkan banyak penyelidikan dan penelitian untuk mendapatkan strategi pengurangan wabah. Wabah penyakit baru juga membutuhkan intervensi baru untuk eradikasinya. Deteksi dini memungkinkan penerapan langkah-langkah penahanan yang cepat dan tepat. Hal ini merupakan kunci untuk mengurangi risiko amplifikasi dan potensi penyebaran yang sangat luas. Deteksi dini dimulai di tempat perawatan kesehatan dengan melakukan pelatihan tenaga kesehatan untuk dapat mengenali wabah penyakit potensial, melaporkan dengan cepat kejadian yang tidak biasa (seperti kelompok kasus atau kematian yang tidak biasa). Peran mereka juga untuk mengurangi risiko penularan komunitas dengan mengisolasi pasien yang sakit parah. Petugas kesehatan juga harus tahu bagaimana melindungi diri mereka sendiri dan menggunakan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi dan bagaimana menghindari wabah yang diperkuat di fasilitas perawatan kesehatan.

  • Penahanan

Penahanan yang efektif dan cepat dari wabah penyakit baru yang muncul sama pentingnya dengan deteksi dini untuk menghindari epidemi skala besar. Penahanan harus dimulai segera setelah kasus pertama terdeteksi tanpa memandang penyebabnya. Dibutuhkan profesional yang terampil untuk menerapkan tindakan pencegahan yang aman.

  • Pengendalian dan Mitigasi

Saat ancaman penyakit menular mencapai tingkat pandemi, diperlukan tindaka untuk mengurangi dampak, insiden, morbiditas,dan mortalitas, serta gangguan pada sistem ekonomi, politik, dan sosial.

  • Pemberantasan

Terdapat tiga kriteria yang perlu dipenuhi untuk memberantas suatu penyakit, antara lain harus ada intervensi yang tersedia untuk menghentikan penularannya. Kriteria selanjutnya adalah harus tersedia alat diagnostik yang efisien untuk mendeteksi kasus yang dapat menyebabkan penularan.  Kriteria ketiga adalah manusia harus menjadi satu-satunya reservoir penyakit tersebut.

Upaya Penanggulangan Wabah

Antibiotik

     Antibiotik merupakan senyawa yang memiliki efek membunuh atau menghambat perkembangan bakteri. Antibiotik telah digunakan sejak jaman dahulu kala. Catatan mengenai antibiotik pada masa lampau ditemukan pada peradaban Yunani Kuno dan Aztec. Mereka diketahui telah menggunakan daun fillix max atau pakis pria dan minyak chenopodi sebagai obat anticacing. Kandungan minyak atsiri pada chenopodium memiliki efek membunuh cacing yang mnejadi parasit dalam tubuh manusia.

     Paul Ehrlich pada 1910 meemukan antibiotik yang disebut sebagai magic bullet. Magic bullet ini mengandung senyawa salvarsan yang memiliki efek mengobati penyakit sifilis. Salvarsan merupakan senyawa turunan arsen. Penemuan Ehrlich ini bermula dari gagasannya mengenai sebuah zat yang dapat membunuh bakteri yang menginfeksi tubuh manusia, tanpa menimbulkan efek bahaya bagi sel tubuh manusia.

     Tonggak sejarah penemuan antibiotik adalah saat 1928, ketika Alexander Fleming secara tidak sengaja menemukan penisilin. Alexander Fleming adalah seorang ahli mikrobiologi. Pada suatu akhir pekan, dia meninggalkan cawan petri yang bekas pengembangbiakan bakteri yangs sedang ditelitinya tanpa dicuci. Saat dia kembali ke laboratorium, dia menemukan bahwa bakteri yang dia tumbuhkan ternyata gagal tumbuh dan justru tumbuh beberapa koloni jamur disana. Jamur tersebut adalah jamur Penicillium notatum yang mengandung penisilin. Penelitian mengenai penisilin berjalan beberapa dekade hingga dapat digunakan secara luas sebagai obat antibiotik. Pada 1945 penisilin telah disebarluaskan sebagi obat antibakteri dan pada era itu menjadi era keemasan penisilin. Gerhard Domagk pada 1930 menemuka Protonsil, yang merupakan turunan dari senyawa sulfonamide.

     Pada 1943, Selman A Waksman bersama rekannya Albert Schatz berhasil mengisolasi senyawa streptomisin, yang dapat melawan bakteri tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa). Mereka menemukan bahwa pertumbuhan Mycobacterium tuberculosa di cawan petri dihambat oleh pertumbuhan bakteri Streptomyces griseus. Obat ini sampai sekarang masih digunakan sebagai obat tuberkulosis. Selman A Waksman pada 1952 dianugerahi penghargaan Nobel untuk Kedokteran atau Fisika.

Antivirus

     Antivirus merupakan senyawa yang digunakan untuk mengatasi penyakit-penyait yang disebabkan oleh virus. Antivirus memiliki kerja menghambat perkembangan virus, bukan membunuh dan merusak komponen tubuh virus. Antivirus pertama kali ditemukan pada 1974 oleh Gertrude Elion. Beliau berhasil menemukan acyclovir yang digunakan sebagai obat mengatasi penyakit herpes hingga sekarang. Perkembangan dalam penelitian dan penemuan antivirus berjalan lambat, tidak seperti antibiotik. Hal ini karena molekul virus yang sangat kecil, kendala dalam penumbuhan virus, dan tingkat perubahan komponen virus yang sangat cepat.

Vaksinasi

     Vaksin adalah sebuah senyawa yang digunakan untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Vaksin telah digunakan sejak ratusan tahun lalu. Catatan mengenai vaksin tertua ditemukan di Cina Kuno pada tahun 1500. Pada masa itu para biksu Buddha meminum bisa ular untuk membentuk kekebalan tubuh saat tergigit oleh ular berbisa. Pada masa itu pula telah dilakukan inokulasi atau penanaman virus cacar pada orang hidup. Seseorang yang telah ditanami vírus cacar terbukti memiliki kekebalan terhadap wabah cacar yang sedang menjangkiti Cina. Kaisar K’ang Hsi diketahui selamat dari wabah smallpox, dan ternyata beliau mendapat penanaman vírus cacar saat masih kecil.. Pada 1661 K’ang Hsi memerintahkan semua keluarga dan rakyat untuk dilakukan inokulasi vírus cacar agar wabah ini dapat menyelamatkan sleuruh kerajaannya. Ayah Kaisar K’ang Hsi, Kaisar Shenzi diketahui meninggal akibat cacar (small pox). Praktik inokulasi ini juga terjadi di India.

     Edward Jenner pada 1796 menguji hipotesis bahwa infeksi cacar sapi dapat melindungi seseorang dari infeksi cacar. Pada 14 Mei 1796, Jenner menyuntik James Phipps yang berusia 8 tahun dengan materi dari cacar sapi yang menjangkiti tangan gadis pemerah susu bernama Sarah Nelmes. Phipps mengalami reaksi lokal dan merasa tidak enak selama beberapa hari tetapi sembuh total. Pada Juli 1796, Jenner menyuntik Phipps dengan materi yang diambil dari luka cacar manusia baru, seolah-olah ia sedang memberi infeksi anak laki-laki itu, dalam upaya untuk menantang perlindungan dari cacar sapi. Phipps tetap sehat. Jenner selanjutnya mendemonstrasikan bahwa materi cacar sapi yang dipindahkan dalam rantai manusia, dari satu orang ke orang lain, memberikan perlindungan dari cacar.

     Louis Pasteur mengenalkan vaksin rabies dengan menumbuhkan virusnya pada kelinci. Pada 1885 vaksin ini ditanamkan pada tubuh seorang anak laki-laki berusia 9 tahun bernama Joseph Meister. Joseph kemudian diawasi selama 3 bulan berturut-turut dan ternyata dia selalu dalam kondisi sehat.

    Albert Calmette, seorang fisikawan dan bakteriologis asal Perancis bersama rekannya Camille Guerin, berhasil menemukan vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) yang berhasil menangkal wabah tuberkulosis. Awalnya mereka berhasil menumbuhkan bakteri tuberkulosis pada médium campuran gliserin, empedu, dan kentang. Pada 1921 BCG pertama kali sukses ditanamkan pada manusia. BCG memiliki keefektivan yang tingi dalam mencegah tuberkulosis meningitis.

Perlindungan Terhadap Tenaga Kesehatan

     Tenaga kesehatan merupakan pihak yang paling berisiko terkena wabah saat sebuah wabah muncul di suatu populasi. Perlindungan terhadap tenaga kesehatan menjadi hal yang sangat penting, karena tenaga kesehatan menjadi salah satu kunci dalam penanganan wabah. Baju perlindungan bagi tenaga kesehatan telah lama dikembangkan sejak 500 tahun lalu. Pada abad ke-14 dokter Pes diberi tugas untuk mendatangi rumah-rumah orang yang diduga terkena Pes untuk memeriksa dan memastikan diagnosanya. Baju Hazmat menjadi satu-satunya pelindung bagi mereka. Saat itu baju pelindung berupa jubah panjang yang terbuat dari kulit dengan topi dan masker wajah. Masker wajah terbuat dari kayu dengan lubang pada mata yang diberi kaca. Pada bagia tengahnya terdapat moncong berbentuk seperti paruh burung yang digunakan sebagi tempat menyimpan bahan aromaterapi yang dipercaya dapat menangkal wabah pes. Aromaterapi tersebut terdiri dari bunga kering, herba, rempah, kamper, dan cuka.

     400 tahun kemudian saat perang dunia pertama, pakaian pelindung kembali dikembangkan mengikuti model pakaian dokter pes. Pakaian ini digunakan untuk mencegah terjadinya kontak terhadap cairan kimia dan senjata biologis yang banyak digunakan pada PD I. Pada masa ini pakaian pelindung dikembangkan dengan model menutup seluruh tubuh dengan alat bantuan napas di bagian dalalamnya. Pada masa perang dunia kedua, produksi pakaian pelindung telah sampai pada tahap masal dan bentuk yang modern. Noddy suit yang dikembangkan oleh tentara Inggris saat itu memiliki keunggulan dapat ditarik secara cepat ke atas. Pada masa selanjutnya pengembangan pakaian pelindung mengalami loncatan yang jauh. Pakaian pelindung menjadi lebih tipis, lebih murah, lebih aman, dan hanya digunakan untuk 1 kali penggunaan.

Karantina

     Kata karantina berasal dari bahasa Italia quarantinari, yang memiliki arti 40. Kata itu pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris pada 1617 untuk merujuk pada masa selama 40 hari yang digunakan untuk menahan kapal yang diduga membawa orang yang terinfeksi. Sumber lain mengatakan bahwa kata karantina telah digunakan sejak abad 14 saat terdapat usaha menahan kota-kota pantai dari wabah pes. Saat itu semua kapal yang datang dari pelabuhan yang diduga terinfeksi, diwajibkan untuk berdiam diri di laut selama 40 hari sebelum mendarat di pelabuhan. Pada 1370 Venesia memberlakukan peraturan ini.

     Penyebutan awal isolasi terkutip dalam Alkitab Kitab Imamat yang ditulis pada abad ketujuh sebelum masehi, yang menjelaskan mengenai tata cara memisahkan orang yang terinfeksi untuk mencegah penyebaran penyakit di bawah Hukum Musa.

     Pada masa perkembangan agama Islam, Nabi Muhammad bersabda mengenai karantina, ”Mereka yang memiliki penyakit menular harus dijauhkan dari mereka yang sehat”. Ibnu Sina juga merekomendasikan karantina bagi para penderita tuberkulosis. Pada tahun 706 hingga tahun 707, pemimpin Dinasti Umayyah ke-6, Khalifah Al-Walid I membangun rumah sakit pertama di Damaskus dan mengeluarkan perintah untuk mengisolasi mereka yang terinfeksi kusta. Praktik karantina kusta di rumah sakit ini berlanjut hingga tahun 1431, ketika Ottoman membangun rumah sakit kusta di Edirne.

     Pada abad 19 wabah demam kuning melanda kota-kota di Amerika Utara, terutama di Philadelphia. Pemerintah negara bagian saat itu menerapkan peraturan cordon sanitaire sebagai tindakan karantina wilayah untuk mengontrol pergerakan orang yang masuk dan keluar komunitas yang terkena dampak wabah. Saat wabah influenza tahun 1918 beberapa komunitas menerapkan perlindungan sequestrasi agar orang yang terinfeksi tidak menularkan influenza ke orang yang sehat. Sebagian besar negara di Eropa menerapkan berbagai stratgei pertahanan, termasuk isolasi, pengawasan, penutupan sekolah, gereja, gedung kesenian, dan membatasi acara masal.

Promosi Kesehatan

     Promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa yang diselenggarakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada 1986 memiliki definisi sebagai proses yang memungkinkan orang untuk meningkatkan kendala atas dirinya guna memperbaiki taraf kesehatannya.

     Promosi kesehatan telah dimulai sejak tahun 5000 SM saat kebudayaan India Kuno mencatatkan dalam Ayurveda mengenai higienitas personal, sanitasi, pengairan, dan tehnik yang mendukung perbaikan dalam bidang kesehatan. Kedokteran Cina Kuno sejak tahun 2700 SM telah mencatatkan mengenai higienitas, diet, hidroterapi, pemijatan, dan imunisasi. Tahun 200 SM masyarakat Mesir Kuno mengembangkan sistem dalam masyarakat untuk mengumpulkan air hujan, membuang limbah, dan menginokulasikan virus cacar untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Catatan mengenai promosi kesehatan juga ditemukan dalam kode Hammurabi dan Hukum Musa. Disana dicatat mengenai pencegahan penyakit, pembuangan limbah, dan pemisahan orang yang terinfeksi dari masyarakat sehat, terutama bagi penderita kusta. Hukum Musa juga mengajarkan mengenai hari istirahat pada setiap minggu yang juga berguna untuk alasan agama.

     Promosi kesehatan berlanjut seiring perkembangan peradaban manusia dalam berkomunikasi. Wabah yang bermunculan pada abad 18 hingga sekarang menjadikan manusia mulai memikirkan melakukan promosi kesehatan melalui poster. Berbagai poster diciptakan sebagai upaya mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya hidup sehat.

Perbaikan Kesehatan Lingkungan

     Lingkungan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam perkembangan dan pengendalian wabah. Kesehatan lingkungan, dalam hal ini sanitasi, sistem penyediaan air, dan sistem pengolahan limbah telah menjadi fokus manusia dalam mencebah munculnya penyakit. Manusia pada masa lalu membangun tempat tinggal dimana sumber air bersih tersedia melimpah, dan akses terhadap pembuangan limbahnya mudah.

     Pada masa Neolitikum telah ditemukan bahwa manusia telah mengeruk tanah untuk menemukan sumber air. Sebuah bukti ditemukan di Lembah Jazreel, Israel pada masa 6500 SM manusia telah membuat sumur air dengan mengeruk tanah di sekitar pemukimannya. Kebudayaan Mesopotamia mengenalkan pipa pembuangan yang terbuat dari tanah liat sejak 4000 SM. Bukti ini ditemukan di dekat Kuil Bel di Nippur dan Eshnunna yang digunakan untuk membuang air limbah dari situs tersebut. Kota Uruk juga memperkenalkan contoh jamban pertama yang terbuat dari batu bata sejak 3200 SM.

     Sistem sanitasi pada masa era modern mengalami banyak perkembangan. Kota-kota seperti Istambul, Roma, dan Fustat memiliki jaringan pembuangan yang masih digunakan hingga saat ini. Alih-alih mengalirkan ke sungai atau laut, kota-kota tersebut mengalirkan sistem pembuangannya ke penampungan pengolahan limbah. Pertumbuhan kota yang sangat pesat pada masa Revolusi Industri menyebabkan jalanan kota menjadi kotor dan menjadi media penyebaran penyakit. Seiring perkembangan kota di abad 19, semakin banyak kekhawatiran mengenai kesehatan masyarakat. Tren kota-kota di dunia pada masa itu adalah membangun sistem saluran pembuangan untuk mengendalikan wabah penyakit seperti tifus dan kolera. Awalnya sistem ini membuang limbah langsung ke permukaan air tanpa pengolahan. Namun pada masa selanjutya, kota-kota berusaha mengolah limbah sebelum dibuang untuk mencegah polusi air dan penyakit yang ditularkan melalui air. Selama setengah abad sekitar tahun 1900, intervensi kesehatan masyarakat ini berhasil secara drastis mengurangi kejadian penyakit yang ditularkan melalui air di antara penduduk perkotaan, dan merupakan penyebab penting dalam peningkatan harapan hidup yang dialami pada saat itu.

     Masalah sanitasi ini juga terjadi di Hindia Belanda, terutama di kampung-kampung yang banyak dihuni oleh warga pribumi. Para warga tersebut hidup di bawah garis kemiskinan dan lebih mementingkan masalah menyambung hidup dibanding kesehatan lingkungan. Kampung-kampung yang kumuh dan tidak tertata tersebut juga menjadi tempat berkembangnya wabh pada masa lalu. Pada 1920 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan Kampongverbetering atau perbaikan kampung. Kebijakan ini adalah buah dari politik etis yang dijalankan oleh Belanda dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan dan kesehatan warga pribumi di tanah jajahan. Kebijakan ini berhasil menata dan membersihkan kampung-kampung yang dulu dikenal kumuh dan kotor. Beberapa contoh kampung di Kota Bandung yang merupakan hasil dari kebijakan Kampongverbetering adalah kawasan Gempol, Astana Anyar, Ciateul, dan kawasan Jalan Rasamala yang ditata hingga tahun 1935. Di Kota Semarang kampung yang pertama kali berhasil ditata adalah Kampung Pungkuran pada 1929. 2 tahun kemudian pada 1931 terdapat 7 kampung yang berhasil ditata, antara lain Karangasem, Kebonsari, Pederesan, Kebonagung, Tamanharjo, Petelan, dan Rejosari. Dana yang digunakan berasal dari pemerintah pusat dan pemeritah gemeente.

Keterlibatan Pengambil Kebijakan     

Pengambil dan pemegang kebijakan, dalam hal ini pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam pengendalian wabah. Semua kegiatan dalam pengendalian wabah membutuhkan dukungan pemerintah. Kebijakan pemerintah dalam bentuk undang-undang dan peraturan menjadi payung hukum dalam penanganan wabah. Selain itu dukungan dana menjadi sangat penting.

Fathonil Azis adalah seorang dokter dan aktif di Komunitas Aleut sejak masih berstatus mahasiswa kedokteran di sebuah universitas di Bandung.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s