
Pintu Masuk Museum Gedung Sate | Photo Komunitas Aleut
Oleh : Rulfhi Pratama (@rulfhi_rama)
Tentunya kamu sangat senang karena mendapatkan tiket Museum Gedung Sate yang diberikan oleh Indischemooi dan Mooi Bandoeng sebagai bonus kegiatan Biotour volume #2. Kamu bersama rombongan berjalan dari Cibeunying Park menuju Museum Gedung Sate. Rasa lelah yang tadi mendera kamu rasanya hilang seketika, kamu berada pada barisan paling depan, tak sabar ingin segera sampai di sana.
Setibanya di halaman belakang Gedung Sate, kamu merasa senang. Wajar saja ini kali pertama kamu menginjakan kaki di Gedung Sate. Pintu masuk Museum Gedung Sate tak terlampau jauh dari pintu gerbang belakang. Setibanya di pintu masuk Museum Gedung Sate, kamu pun berbaris bersama rombongan. Kaki mu gemetar, jantungmu berdebar, rasa penasaran hinggap dalam benakmu. Dilewatilah pintu masuk Museum Gedung Sate.
Kamu melihat ke depan, melihat sebuah timeline perkembangan Kota Bandung tampil dengan instalasi dan tata cahaya yang menakjubkan. Info dan penjelasan dapat kamu baca dengan mudah dipahami. Timeline diawali dari tahun 1810 dimana pemindahan ibu kota dari Krapyak, Dayeuhkolot ke dekat Sungai Ci Kapundung. Dilanjut ke periode 1821 di mana Bandung sempat menjadi daerah yang tak bisa dimasuki oleh orang luar, perlu sebuah kartu semacam passport untuk masuk ke Bandung. Dilanjut lagi ke periode 1860-an dimana mulai dibangunnya bangunan-bangunan permanen. Hingga timeline berakhir pada 1920-an, dimana selesainya pembangunan Gedung Sate.

Paman Ridwan Menjelaskan Perkembangan Bandung | Photo Komunitas Aleut
Tampilan informasi berupa data dibuat tidak kaku, kemudian memadukan unsur teknologi yang semakin menunjang penjelasan data. Saat itu kamu dipandu oleh Paman Ridwan. Salah satu narasumber sejarah dan pembuat materi text di Museum Gedung Sate yang juga sekaligus pembina Komunitas Aleut. Dalam hati kamu berdecak kagum. Benarkan museum ini berada di Bandung.
Melangkah kebagian lainnya, ada sebuah sketsa rancangan Gedung Sate dan masterplan Kompleks Gedung Sate. Kamu pun baru tahu bahwa sebelum rancangan sekarang, ternyata Gedung Sate pernah dirancang dengan gaya yang sangat Eropa. Namun rancangan ini tak disetujui karena dinilai terlalu Eropa dan tak cocok diterapkan di Hindia Belanda saat itu. Dan kamu juga baru tahu sebenarnya Gedung Sate ini hanya salah satu bangunan yang dapat terselesaikan dalam wacana pemindahan Ibu kota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung. Penyebab tak terealisasi pemindahan Ibu kota karena krisis ekonomi dunia: Malaise yang terjadi saat itu. Berjalan ke sisi lainnya kamu menemui penjelasan beragam ornamen yang digunakan pada Gedung Sate. Uniknya lagi ornamen-ornamen ini diambil dari unsur-unsur Nusantara. Disampingnya lagi ada sebuah tembok yang sengaja dibongkar untuk menampilkan lapisan dinding yang memakai batu. Bukan satu lapis, lapisan batu ini cukup dalam.

Lapisan Batu di Tembok Gedung Sate | Photo Komunitas Aleut
Selain menampilkan infografis yang mudah dipahami dan penempatan posisi display yang baik. Di beberapa titik terdapat fasilitas layar sentuh interaktif, kamu ga sedang bermimpi. Kamu disuguhi layar layaknya layar yang suka digunakan Iron man di markasnya. Kamu dapat merasakannya sendiri. Tak sampai disitu saja. Masih ada teknologi canggih lainnya yang hadir di museum ini. Seperti Augmented Reality dan Virtual Reality yang dapat kamu temukan di salah satu ruangan. Dalam ruangan Augemented Reality kamu akan dibawa menuju waktu dimana proses pembangunan Gedung Sate berlangsung, dan kamu bisa mengabadikannya dalam foto. Sedangkan pada ruangan Virtual Reality kamu akan diajak menjelajahi sekitar Gedung Sate melalui balon udara. Eits masih ada satu lagi yakni ruangan menonton. Kamu akan diputarkan film yang menceritakan perjalanan Gedung Sate dari awal pembangunan hingga sekarang.

Perpaduan Teknologi Digital dan Fakta Sejarah | Photo Komunitas Aleut
Jelas semua teknologi yang diterapkan pada Museum Gedung Sate, membuat museum ini akan lebih akrab dengan kaum millennials. Kalau semua museum di Indonesia mengusung konsep yang memadukan dengan teknologi digital seperti ini tidak ada alasan lagi untuk tidak memasukan museum dalam daftar kunjungan di akhir pekan.
Tentunya kamu sangat berterima kasih kepada Indischemooi dan Mooi Bandoeng yang telah memberikan bonus dalam Biotour volume#2. Semoga saja kamu dapat mengikuti tour selanjutnya, sebab tour ini membuka pengalaman-pengalaman baru yang sebelumnya belum pernah kamu rasakan. (rul/upi)
Baca juga artikel mengenai Kamu dan Biotour Volume#2 dan artikel Catatan Perjalanan lainnya
Salut.. kolaborasi jaman past n jaman now nya patut menjadi percontohan
betul kang, pokoknya membuat museum tak lagi menjadi tempat yang membosankan