Oleh: Hendi “Akay” Abdurahman (@akayberkoar)

Dear Sarie…
Sebelumnya aku minta maaf karena baru membalas suratmu, notif di gmailku akan suratmu tertelan oleh notif dari akun sosmedku. Maklum, sosmedku banyak.
Sarie, pernah nonton film Ada Apa Dengan Cinta? Menurutku sih pasti film itu sampai juga ke Pangalengan sana. Nah, masih ingat saat Cinta di “ciee…cie” oleh Maura ketika dia akan pergi ngedate sama Borne? Itu yang sekarang sedang dilakukan Preanger dan Homann ketika aku nulis surat balasan ini untukmu. Mereka berdua menggodaku, terang saja, mereka terheran-heran karena ada yang meyuratiku.
Sarie…
Kamu tak perlu khawatir, aku sama sekali tak tertarik untuk menemanimu di Pangalengan. Hmmm, iya sih, aku tau di sana sejuk, pemandangannya bagus, sepi, dan jauh dari kebisingan. Tapi asal kamu tau juga, tak ada sedikitpun niat aku untuk pindah dari sini. Tempat ini sudah enak banget loh buat aku. Di sini aku tak kekurangan teman seperti kamu di sana. Seperti katamu, aku punya si Preanger dan Homann yang sekarang sedang asyik ngobrol tak jauh dariku. Si Majestic, kalau jam segini sih dia lagi ngopi-ngopi cantik sambil berjemur. Si GEBEO di barat sana, dia tak pernah kekurangan makanan. Dia selalu diantarkan sosis bakar oleh seseorang. Kami di sini senang. Angin malam yang dingin khas Bandung tak mampu membuat kami kedinginan, riuh suara air Ci Kapundung juga tak mampu menggerus kami. Maaf-maaf aja nih, hehehe…
Bentar,,, ketika aku baca suratmu ini, jujur aku kaget. Lupa kalau kita terlahir di era yang berdekatan, seperti katamu. Tapi aku rasa sebaiknya kita emang lebih baik seperti ini, kau di selatan sana dan aku di pusat kota sini. Aku tak akan siap jika harus bertukar peran denganmu.
Aku senang di sini, tak pernah kesepian. Siang malam selalu ramai, maka ketika suratmu baru kubalas hari ini, tentu kau tau alasannya bukan? Ya, aku sibuk, eh bukan sibuk deng, waktu santaiku sedikit. Apalagi semenjak aku punya walikota stylish seperti sekarang, huhuhu aku makin gak mau beranjak dari sini, dan ku kira begitupun dengan teman-temanku yang lain.
Tapi…
Ada satu deng, temanku yang pendiam. Mungkin kau bisa mengajaknya untuk menemanimu di Pangalengan sana. Dia cenderung tak berteman, tidak banyak bicara. Hari-harinya disibukkan dengan ingatan-ingatan kepada teman seperjuangannya dulu. Dian namanya, dia tinggal di pinggir kediaman walikota. Dia selalu nampak murung, pernah suatu ketika secara tak sengaja aku ngobrol dengannya sebentar, hanya sebentar, karena dia langsung memalingkan muka pertanda tak mau melanjutkan obrolan.
Ternyata alasan di balik selalu murungnya adalah karena dia selalu teringat akan temannya yang sudah lama tiada, setelah aku bertanya siapa nama temannya, dia menjawab dengan lirih… “Elita,” jawabnya.
Aku mengenalnya, Elita sosok yang kaya namun baik kepada Dian. Konon karena ditinggal Elita lah Dian selalu murung. Sampai sekarang.
Nah, Sarie, coba kau ajak saja si Dian itu. Kirimi dia surat, ajak dia ke Pangalengan. Kau tak akan kesepian lagi bukan? Daripada dia berdiam di sini dengan kemurungannya, sedikit mengganggu citra daerah sini; yang terkenal dengan ingar-bingarnya, dengan hiruk-pikuknya, dengan segala wajah gembiranya. Kau ajak dia ya ya…!
Kalau untuk Komunitas Aleut, aku boleh jujur ya, tapi ssst… Jangan bilang-bilang mereka, hehehe… Kalau kau merasa senang ketika mereka menyambangimu saat itu, hallooooo… aku sudah bosan… hahaha. Aku lupa berapa kali mereka mendatangiku, sangat sering. Di antara orang-orang yang sering datang padaku, wajah-wajah anggota merekalah yang sudah aku hafal betul. Tak hanya aku, tema-temanku yang lain juga sependapat denganku. Tapi aku senang sih, aku merasa diperhatikan. Hahaha…
Manda, Hendi, alaaahh siapa sih mereka. Aku mah yah, foto bareng orang-orang terkenal udah sering, udah ga aneh. Tak jarang atuh aku mah tampil di FTV, eh kamu tau FTV?
Sarie…
Ketika baca suratmu di paragraf akhir, kau bilang kau tak iri padaku, tapi kok aku nangkepnya ada kesan keirian. Hehehe maaf loh ya, ini cuma pendapat aku aja.
Sar, kiranya tempatmu memang di sana, aku sudah enak di sini. Bersama teman, bersama pemuda-pemudi Bandung, bahkan bersama hantu-hantu yang sedang menyambung hidupnya. Jika kau butuh teman dan ingin sedikit ada hiburan, sekali lagi, coba surati Dian dan ajaklah untuk menemanimu di sana.
Sarie…
Ini adalah surat balasan pertama dan terakhir untukmu. Maaf, bukannya gimana-gimana, takutnya ketika kau balas lagi surat dariku ini, aku justru malah tak membacanya. Maka sebaiknya kau tak usah menyuratiku lagi.
Bandung, 5 Desember 2016