Oleh: Hendi “Akay” Abdurahman (@akayberkoar)
Saya menyadari betul kalau kemarin Bandung berulang tahun yang ke-206. Mungkin karena terlalu antusias, saya sampai melakukan “takbiran” dengan cara memutar lagu-lagu bertema Bandung pada malam sesaat sebelum pergantian hari menuju tanggal 25 September. Bagi sebagian orang hal demikian bisa dikatakan kegiatan yang lebay, terlalu, segitunya atau apapun itu. Namun ya mungkin itu bagian dari ekspresi spontan saya terhadap rasa memiliki pada kota ini.
Band-band seperti Mocca, Fiersa Besari, Kahitna dan beberapa band lain dengan lagu bertema Bandung saya putar melalui youtube di layar laptop. Saya ikut larut, sambil sesekali mata terpejam dengan gerak bibir yang tak karuan. Kadang saya memosisikan diri sebagai lakon di band yang lagunya sedang saya nyanyikan. Seperti teriakan di salah satu lirik sebuah lagu ~ Di kota ini… Aku temukan… Rangkuman persahabatan dan rasa cintaaaaaa… ~.
“Takbiran” saya malam itu juga karena terinspirasi dari kegiatan Kelas Literasi (Resensi Buku) yang rutin diselenggarakan Komunitas Aleut dan Pustaka Preanger. Buku-buku bertema Bandung kami kupas di acara yang kali ini bertempat di Kedai Preanger. Di mana kami meresensi secara lisan beberapa buku yang membuat saya sedikit berkhayal, juga berangan-angan ke masa lalu. Seperti buku Keur Kuring di Bandung karya Sjarif Amin, Insulinde Park dan Tjitaroemplein karya Sudarsono Katam, Braga Jantung Parijs Van Java karya Ridwan Hutagalung dan Taufanny Nugraha dan masih banyak lagi buku-buku yang kami bahas.
Besoknya, tepat di hari ulang tahun Bandung, seorang kawan memposting foto bergambar jembatan Pasupati yang disertai bercak air hujan di akun instagramnya. Saya kira dia memotonya ketika berada di dalam mobil. Caption penuh tanya menemani foto tersebut.
“Bandung bagimu seperti apa?”
“Dingin?”
“Sejuk?”
“Banyak tempat kuliner?”
“Mampu membuatmu jatuh cinta dengan hanya sekali melangkah?”…
Begitu katanya, saya hanya tersenyum saja. Hehehe… Seperti kawan saya tadi, saya juga mencintai kota ini. Bagaimana tidak? Sedari kecil saya tumbuh dan berkembang di sini. Mulai dari masa kecil ketika nyampeur teman hanya dengan berteriak menyerukan namanya “Anggaaaaaa… urang ameng”. Lalu masa remaja yang galau abiiiss karena diputusin kekasih “Ndi, Hana tuh sebenernya sayang sama kamu, tapi kamu terlalu baik buat Hana”. Sampai masa seperti sekarang, masa dengan banyaknya hantaman pertanyaan-pertanyaan memojokkan “Ndi, ari maneh iraha? Buru ai sia, dek kieu wae?”.
Di luar itu, sejak satu tahun ke belakang ada beberapa perbedaan dalam menyikapi atau mengapresiasi kecintaan saya terhadap Bandung. Lebih tepatnya mungkin karena saya berkenalan dengan Komunitas Aleut. Bagi beberapa orang, momentum ulang tahun Kota Bandung tercinta ini mungkin menjadi semacam seremonial tahunan yang mesti dirayakan. Tak salah memang, ini sama seperti kita ketika sedang berulang tahun. Harapan-harapan baru bermunculan. Kecintaan juga semakin bertambah.
Namun bagi saya, hari ulang tahun Kota Bandung ke-206 kali ini seperti menjadi biasa saja. Ini mungkin dikarenakan kegiatan saya di hampir setiap weekend bersama Komunitas Aleut yang ikut lebur dengan kota. Melihat dan mengikuti perubahan dinamika kota dari hari ke hari yang nyata terasa, berbaur dengan hiruk pikuk warga dengan raut wajah yang berwarna-warni, dan lain sebagainya.
Bandung bagi saya adalah rumah. Tempat saya berteduh dari hujan atau panas. Tempat saya kembali ketika saya sedang asyik bermain-main di luar sana, juga tempat saya tumbuh dan berinteraksi dengan sesama penghuninya. Ketika genteng rumah kami bocor dan mulai berbenah untuk menjadi rumah idaman yang cantik, asri dan indah, saya mencoba membantu sebisa yang saya mampu.
Maka aktivitas spontan saya seperti yang saya ceritakan di paragraf pertama mungkin menjadi contoh kecil rasa cinta terhadap kota ini.
Selamat ulang tahun Bandung, saya tak menyiapkan kado khusus untukmu di ulang tahun ke-206 ini. Tapi jangan tanyakan berapa besar cinta saya untukmu. Selagi ada waktu, setiap minggu saya selalu mendekap, meraba, juga menjamahmu. Mungkin dengan cara-cara kecil seperti itu saya bisa mengenalmu lebih dekat. Saya hanya berharap agar saya tidak menjadi asing di kota sendiri.
Tautan asli: https://blogakay.wordpress.com/2016/09/26/bandung/