Purwakarta Menyapa Dengan Senyum yang Menggoda

Oleh: Hendi Abdurahman (@akayberkoar)

Saya sempat melihat perempuan itu di tempat yang tidak begitu ramai, orang mengenalnya dengan nama Citra. Beberapa kali kami berpapasan di tengah jalan ketika saya hendak pergi ke arah timur. Saat itu, tidak pernah terlintas dipikiran saya untuk sekedar say hi dengannya, paling hanya senyum-senyum kecil. Di mata saya, Citra adalah seorang perempuan biasa, perempuan yang hanya akan saya lihat tak lebih dari dua sampai tiga kali dalam satu tahun.

“Kamu kemarin lihat si Citra datang ke sini, Jon?” tanya Hamdan.

“ Ya, saya lihat Citra mampir ke sini, kayaknya ngopi sambil nugas, pantas saja orang pada heboh tentang dia, dia sekarang beda loh, wajahnya bersih, body aduhai, pokoknya cantik lah. Andai kamu melihatnya kemarin, saya yakin kamu akan terpana dan akan pangling melihatnya, hahaha…” jawab Joni sambil menyeruput kopi hitam yang diiringi mimik muka penasaran dari Hamdan.

Obrolan mereka terdengar ke sudut ruangan. Kebetulan saat itu saya sedang makan siang di Kedai langganan yang dinamai Kedai Senja. Sudah beberapa minggu ini, di daerah saya, Citra menjadi buah bibir yang banyak orang perbincangkan. Semenjak kuliah di perguruan tinggi, Citra bisa dikatakan menjadi bunga desa di tempat kami. Bukan hanya dari tampilannya saja dia berubah menjadi lebih menarik, lebih dari itu, pesonanya sebagai seorang perempuan semakin bersinar.

Sampai suatu hari, saya dipertemukan dengan Citra. Kali ini bukan hanya berpapasan, kami ngobrol, bercanda, sharing, sampai pada curhat-curhat kecil di tempat ini. Berawal dari kedatangan Citra yang lagi ngopi sambil nugas di Kedai Senja, saya yang sedang duduk sendiri memberanikan diri untuk berkenalan lebih jauh. Kali ini kita tidak hanya senyum-senyum kecil seperti ketika kita ketemu waktu berpapasan, saya berjabat tangan dan ngobrol dengan cukup intim. Semenjak itulah saya mulai akrab dengannya.

***

Tokoh Citra pada cerita di atas adalah gambaran atau perumpamaan Purwakarta. Ya, Sabtu 28 Mei 2016, saya bersama Komunitas Aleut diundang oleh panitia acara Purwakarta Walking Tour 2016. Acara yang dipelopori oleh beberapa komunitas di Purwakarta seperti Urang Purwakarta, Explore Purwakarta, Amazing Purwakarta dan juga Mojang Jajaka Purwakarta ini bertujuan untuk mempromosikan wisata di Purwakarta.

Konsep yang diusung oleh panitia pada acara ini yaitu jalan-jalan mengunjungi tempat-tempat wisata di Purwakarta yang dikemas sedemikian rupa. Di antara tempat-tempat tersebut adalah Museum Bale Panyawangan Diorama, Taman Citra Resmi, Taman Pancawarna, Taman Maya Datar, dan Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta. Bagi saya ini adalah pengalaman yang cukup mengesankan, disebut mengesankan karena ternyata Purwakarta sekarang berbeda dengan Purwakarta di mana terakhir kali saya mengunjunginya. Terakhir saya kunjungi, Situ Buleud belum seperti sekarang, masih seperti kolam melingkar tanpa pagar dengan pedagang kaki lima disekitarnya.

20160528_091707

Jalan di sekitar Taman Citra Resmi Purwakarta

“Cukup dengan hanya berjalan kaki mengamati sekitarmu, kau tetap bisa mengambil pelajaran yang enggak ternilai harganya.” Satu kalimat yang saya garis bawahi di blog teman saya Arif tentang bagaimana berjalan kaki bisa juga menjadi sesuatu yang menyenangkan. Sama halnya dengan pengalaman saya berjalan kaki di Purwakarta Sabtu lalu: berkenalan dengan teman baru dan berbaur sambil bercerita diselingi cekikikan kecil. Perjalanan saya menjamah Purwakarta hampir sama dengan kegiatan saya di Komunitas Aleut. Berjalan bersama mengunjungi objek-objek bersejarah kota.

Maka, saat perjalanan di Purwakarta bertajuk Purwakarta Walking Tour 2016 itu, saya pribadi merasa sudah biasa dengan kegiatan jalan kaki secara bersama, yang menjadi sedikit kendala mungkin masalah cuaca. Saya yang biasa berjalan kaki bersama Komunitas Aleut di pagi hari menuju siang dengan cuaca yang relatif lebih bersahabat, kini “dipaksa” berjalan kaki dengan cuaca yang cukup panas. Tidak jarang saya mengelap keringat dengan tangan.

Sebenarnya menurut saya, tempat-tempat yang saya kunjungi selama saya mengikuti Purwakarta Walking Tour 2016 itu tidak semua menarik. Seperti Taman Pancawarna dan Taman Maya Datar, bagi saya kedua tempat itu terlalu “biasa”, layaknya Taman di kota lain yang pernah saya kunjungi. Namun, ketika saya mendengar pemaparan koordinator tim saya yang bernama Kang Indra, daya tarik kedua taman ini ternyata bila dikunjungi ketika sore dan malam hari. Taman Pancawarna akan terlihat lebih berwarna dengan air mancur di sekelilingnya dan memiliki warna-warna yang berbeda.

Begitupun dengan Taman Maya Datar. Taman yang biasa dipakai oleh warga Purwakarta untuk kongkow dan berinteraksi ini dikelilingi bunga, air mancur, dan ketika malam pencahayaannya akan membuat daerah di sekitar taman tersebut terlihat bagus. Saya hanya bisa membayangkan saja, karena saya tidak sempat bercengkrama lebih lama dengan tempat itu dikarenakan waktu kunjungan kami yang terbatas.

Dari semua titik objek acara Purwakarta Walking Tour 2016, saya sangat terkesan dengan Museum Bale Panyawangan Diorama. Sempat terpikir museum ini adalah tempat yang standar, layaknya sebuah museum yang membosankan. Kenapa saya berpikir demikian? Karena apabila melihat tempat ini dari pinggir jalan, museum ini seperti tidak terlihat sebagai tempat yang istimewa. Tapi ketika masuk ke museum tersebut, saya dibuatn kagum dengan konsepnya yang modern. Museum Bale Panyawangan Diorama berisi berbagai budaya dan sejarah Sunda yang dibalut dengan nuansa yang bikin saya betah berlama-lama di tempat ini. Di antara yang saya suka adalah ketika saya dan teman-teman satu tim berfoto secara digital dengan Bapak Bupati. Selain itu, menaiki sepeda onthel secara virtual juga menarik untuk dicoba.

Sayang, waktu kembali tidak bersahabat. Saya harus mengikuti koordinator tim yang hendak menuju acara selanjutnya. Padahal saya masih sangat ingin berlama-lama di museum ini. Tempat yang selama acara ini berlangsung menjadi destinasi favorit saya. Mmuuacchh…

1464517704256

Para peserta Purwakarta Walking Tour 2016 berfoto di depan Pendopo Purwakarta

Terlepas dari cuaca yang panas, saya menikmati acara ini. Sedikitnya, saya mulai berkenalan dengan Purwakarta. Purwakarta yang seperti  Citra, Purwakarta yang tak hanya cukup dikenali dengan hanya berpapasan di jalan. Purwakarta yang dulu saya kenal hanya senyum dengan bibir tertutup, kali ini Purwakarta menyapa saya dengan senyum yang menggoda. Seolah-olah berbicara “Hmm… gimana… Mau (ke sini) lagi?”

 

Tautan asli: https://blogakay.wordpress.com/2016/06/06/purwakarta-menyapa-dengan-senyum-yang-menggoda/

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s