Oleh: Hendi Abdurahman (@akayberkoar)
Saya sempat melihat perempuan itu di tempat yang tidak begitu ramai, orang mengenalnya dengan nama Citra. Beberapa kali kami berpapasan di tengah jalan ketika saya hendak pergi ke arah timur. Saat itu, tidak pernah terlintas dipikiran saya untuk sekedar say hi dengannya, paling hanya senyum-senyum kecil. Di mata saya, Citra adalah seorang perempuan biasa, perempuan yang hanya akan saya lihat tak lebih dari dua sampai tiga kali dalam satu tahun.
“Kamu kemarin lihat si Citra datang ke sini, Jon?” tanya Hamdan.
“ Ya, saya lihat Citra mampir ke sini, kayaknya ngopi sambil nugas, pantas saja orang pada heboh tentang dia, dia sekarang beda loh, wajahnya bersih, body aduhai, pokoknya cantik lah. Andai kamu melihatnya kemarin, saya yakin kamu akan terpana dan akan pangling melihatnya, hahaha…” jawab Joni sambil menyeruput kopi hitam yang diiringi mimik muka penasaran dari Hamdan.
Obrolan mereka terdengar ke sudut ruangan. Kebetulan saat itu saya sedang makan siang di Kedai langganan yang dinamai Kedai Senja. Sudah beberapa minggu ini, di daerah saya, Citra menjadi buah bibir yang banyak orang perbincangkan. Semenjak kuliah di perguruan tinggi, Citra bisa dikatakan menjadi bunga desa di tempat kami. Bukan hanya dari tampilannya saja dia berubah menjadi lebih menarik, lebih dari itu, pesonanya sebagai seorang perempuan semakin bersinar.
Sampai suatu hari, saya dipertemukan dengan Citra. Kali ini bukan hanya berpapasan, kami ngobrol, bercanda, sharing, sampai pada curhat-curhat kecil di tempat ini. Berawal dari kedatangan Citra yang lagi ngopi sambil nugas di Kedai Senja, saya yang sedang duduk sendiri memberanikan diri untuk berkenalan lebih jauh. Kali ini kita tidak hanya senyum-senyum kecil seperti ketika kita ketemu waktu berpapasan, saya berjabat tangan dan ngobrol dengan cukup intim. Semenjak itulah saya mulai akrab dengannya.
*** Continue reading