Oleh: Vecco Suryahadi Saputro (@veccosuryahadi)
Adalah sebuah kebahagiaan menjadi anak kecil saat bulan Ramadhan tiba. Loh, tapi kalau dipikir – pikir kembali, kebahagiaan dari mana? Saya tidak puasa satu hari penuh karena tidak kuat. Uang jajan saya akan dibatasi oleh orang tua. Lalu, kebahagiaan apa yang akan saya rasakan saat menjadi anak kecil?
Tapi, setelah bermeditasi di Makam Buniwangi, saya akhirnya menemukan kebahagiaan yang dimaksud. Adalah kebahagiaan menjadi setan kecil yang iseng dan nakal. Dengan menjadi anak kecil, saya bisa iseng dan nakal tanpa harus takut dimarahi oleh orang tua atau orang lain.
Salah satu keisengan yang akan saya lakukan sebagai anak kecil adalah bermain petasan dan mercon di sekitar mesjid. Entah kenapa permainan ini menimbulkan perasaan senang dan tawa. Apa mungkin karena suaranya yang keras atau karena cahaya yang ditimbulkan ledakan petasan tersebut? Ah, apapun alasannya, tetap saya suka permainan petasan itu.
Selain keisengan bermain petasan, kenakalan yang akan saya lakukan adalah mengganggu orang lain sedang Taraweh. Mungkin dengan memerosotkan sarung orang di depan saya. Atau mungkin dengan meneriakkan kata “Amin” lebih keras dan panjang dibanding orang lain.
Tapi lepas dari kenakalan dan keisengan tersebut, saya merasa ada kebahagiaan utama jika menjadi anak kecil di bulan Ramadhan. Kebahagiaan yang jarang saya temukaan saat berumur 21 tahun. Kebahagiaan itu adalah tawa dan senyum akibat bermain dan mengisi waktu ngabuburit dengan kawan – kawan sekomplek.
Ah, sial sekali saya yang sudah lepas dari fase anak kecil itu.
Tautan asli: https://catatanvecco.wordpress.com/2015/07/01/jika-aku-menjadi-anak-kecil/