Oleh: Hani Septia Rahmi (@tiarahmi)
Cheng Beng merupakan suatu tradisi ziarah kubur etnis Tionghoa yang diselenggarakan setiap tanggal 4,5,dan 6 April. Dalam kepercayan Tionghoa pada tanggal-tanggal tersebut arwah nenek moyang mereka turun ke bumi. Para keturunan wajib berziarah mendatangi kuburan leluruhnya. Dalam tradisi tersebut, para keturunan Tionghoa datang membersihkan makam leluhur, sembahyang, sambil membawa makanan yang diletakkan di altar. Menurut penuturan Abah Asep Suryana yang menjadi interpreter Aleut kali ini, setelah melaksanakan ritual, makanan tersebut dibawa pulang untuk dimakan bersama-sama di rumah.
Abah Asep Suryana juga menceritakan pengalaman masa kecilnya. Dalam rentang tahun 1972-1977, Abah Asep bersekolah di SD Negeri IV Cikadut di Kampung Jarambas yang tidak jauh dari TPU Hindu-Buddha Cikadut. Bagi beliau, TPU Hindu-Buddha ini merupakan tempat bermain ketika istirahat ataupun selepas pulang sekolah.
Sekitar tahun 1970-an, setiap kali ada perayaan Cheng Beng, parkiran Cikadut tidak mampu menampung banyaknya kendaraan peziarah yang berkunjung karena meluap hingga ke sepanjang Jalan Raya Timur (Jl. A.H. Nasution sekarang). Apabila perayaan Cheng Beng jatuh pada hari sekolah, ada segelintir teman SD Abah membolos untuk mencari uang jajan sebagai cleaning service kuburan dadakan.
Sekarang, perayaan Cheng Beng tidak seramai dahulu. Menurut Andry Harmony yang sempat berdiskusi dengan saya di Facebook, salah satu penyebab perayaan Cheng Beng tidak seramai dahulu disebabkan terjadinya pergeseran tradisi pemakaman etnis Tionghoa. Tradisi pemakaman yang awalnya dilakukan dengan cara penguburan di tanah beralih dengan cara dikremasi kemudian dilarung ke laut. Pergeseran tradisi ini disebabkan oleh keterbatasan lahan TPU Cikadut karena semenjak tahun 1990, luas area TPU tidak diperluas lagi sehingga petugas dinas pemakaman menyarankan kremasi sebagai solusi alternatif untuk memakamkan. Selain itu, juga karena maraknya penjarahan makam yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Penjarahan tak hanya mengambil pagar besi di permukaan, banyak pula makam-makam yang dibongkar untuk diambil perhiasan ataupun barang berharga yang biasanya turut dikubur bersama jenazah.
***
Cheng Beng ala Komunitas Aleut berlangsung pada Minggu, 15 Maret 2015, tepat sehari setelah Kirab Cap Go Meh yang diadakan oleh Pemerintah Kota Bandung. Cheng Beng ala Komunitas Aleut bertujuan untuk belajar dan mengeksplorasi kawasan TPU Cikadut seluas lebih dari 100 ha yang terletak di timur Kota Bandung. Dengan luas tersebut, TPU Cikadut dinobatkan sebagai nekropolis terbesar se-Asia Tenggara (Nanang Saptono, 2015).
Ping balik: Cheng Beng Ala Komunitas Aleut – Jurnal Kehidupan Hani