Oleh: M. Taufik Nugraha (@abuacho)
Saya tidak menyangka dan baru mengetahui juga (dan juga kemungkinan kebanyakan orang Bandung juga begitu), bahwa terdapat tempat pembuatan wayang golek yang sudah dikenal sampai mancanegara, yang lokasinya terletak di jalan kecil pada sebuah jalan kecil (bingung kan, hehehe :)). Ya, tempat pembuatan wayang golek yang bernama Ruhiyat Wooden Puppet & Mask ini berlokasi di Jalan Pangarang Bawah III yang menurut saya lebih pantas disebut gang dibandingkan sebuah jalan, dimana yang menariknya jalan tersebut merupakan sub dari jalan utama yaitu Jalan Pangarang yang ukuran jalannya juga kecil dan juga lebih pas dinamai gang alih-alih dinamai sebuah jalan.
Entah bagaimana dengan sejarah dari jalan tersebut, apakah dulunya memang ukuran jalannya memang besar namun karena bertambahnya bangunan yang ada di wilayah tersebut, membuat jalannya makin “menciut”?, ataukah memang dari dulu sudah sekecil itu?, entahlah, namun nama Jalan Pangarang sendiri memang berasal dari kata pangarang (atau pengarang dalam Bahasa Indonesia), berdasarkan penuturan dari Pak Tatang (pemilik Ruhiyat Wooden Puppet & Mask).

Jalan Pangarang Bawah III (jalan loh bukan gang)
Sebelum masuk ke Jalan Pangarang Bawah III yang dipadati perumahan penduduk tersebut, saya disuguhi berbagai bangunan hotel yang berjejal di Jalan Pangarang.

Hotel yang Berjejal di Jalan Pangarang
Agak heran juga awalnya kenapa bisa banyak berderet hotel di jalan berukuran kecil tersebut, mengingat lokasinya yang menurut saya kurang begitu strategis, sebelum akhirnya dapat sedikit penjelasan dari Hani, Arya, dan Veco (pengurus Komunitas Aleut), bahwa hotel-hotelyang kebanyakan berukuran kecil tersebut lebih diperuntukkan bagi para wisatawan yang mau berhemat soal biaya penginapan, mengingat biayanya yang lebih murah dibandingkan hotel-hotel lain yang berada di tengah kota, dan juga keberadaaan hotel-hotel tersebut kayaknya sudah menjadi rekomendasi masyarakat sekitar bagi para wisatawan yang bertanya mengenai penginapan yang murah di tengah pusat kota.
Beralih kembali ke tempat pembuatan wayang milik-nya Pak Tatang yang berada di Jalan Pangarang Bawah III No. 78 / 17 B, di sana saya dan kawan-kawan dari Komunitas Aleut mendapat jamuan yang ramah dari Pak Tatang beserta istri-nya. Beliau bercerita mengenai wayang golek dan memberi unjuk sedikit mengenai pembuatan wayang golek yang semuanya dikerjakan secara manual.

Pak Tatang – Pemilik Ruhiyat Wooden Puppet & Mask
Nama Ruhiyat yang tersemat pada nama usaha Pak Tatang tersebut merupakan nama bapak beliau yang telah mengerjakan usaha pembuatan wayang golek sebelumnya, dan yang menariknya lagi kakek-nya Pak Tatang juga merupakan usahawan di bidang yang sama, sehingga usaha pembuatan wayang golek ini merupakan usaha turun temurun dari keluarga Pak Tatang. Namun usaha keluarga tersebut berpotensi tidak akan ditemui dalam kurun waktu tidak lama lagi karena kemungkinan akan terhenti di generasi Pak Tatang, berhubung kata Pak Tatang tidak ada generasi penerus dibawahnya yang akan melanjutkan usaha tersebut. Faktor ekonomilah yang membuat hampir tidak ada yang tertarik untuk melanjutkan usaha Pak Tatang tersebut, dimana dengan penghasilan yang minim dan tidak menentu (tergantung dengan jumlah kunjungan wisatawan – terutamanya wisatawan mancanegara), banyak anggota keluarga Pak Tatang yang memilih untuk menekuni bidang usaha lain.
Cukup menyedihkan mendengar hal tersebut, di mana usaha yang menampilkan kesenian dari tanah Sunda tersebut akan terhenti karena sepi peminat terutama dari orang lokal-nya sendiri. Kita sendiri dapat bersama-sama berusaha mencegah agar “kepunahan” tersebut tidak terjadi, dengan cara tetap membuat usaha Pak Tatang menguntungkan, dengan langkah konkret-nya yaitu berupa membeli produk-produk yang beliau ciptakan dan merekomendasikan kepada wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang ke Bandung untuk datang ke tempat tersebut, sehingga para penerus-nya akan melihat usaha pembuatan wayang golek tersebut bisa dijadikan sandaran hidup.
Produk-produk yang dijual sendiri selain utamanya wayang golek, Pak Tatang dan keluarga juga membuat berbagai kerajinan tangan lainnya seperti pulpen yang berbentuk wayang, replika kapal, dan banyak lainnya, dengan harga produk-produk yang dijual dimana yang termurah yang saya temui waktu itu yaitu Rp. 2500 (gantungan kunci yang berbentuk sandal) sampai dengan yang termahal yaitu wayang golek dengan ukuran besar yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah.
Setelah hampir 2 jam di tempat Pak Tatang, kaki saya dan kawan-kawan pun beranjak pergi, dengan membawa harapan agar kelak ketika saya datang kembali, usaha ini lebih maju dan tidak punah digilas arus modernisasi.
Rumah Haji Anda di Jalan Rana
Dekat Jalan Pangarang, terdapat jalan kecil lain yang bernama Jalan Rana yang ternyata menyimpan “sesuatu” hal yang menarik lainnya. Di jalan tersebut terdapat sebuah catatan sejarah yang menarik ketika Ibu Inggit tinggal di rumah Haji Anda yang terletak di jalan tersebut, setelah Soekarno menceraikannya dan “mengembalikannya” kepada Haji Anda.

Bekas Rumah Haji Anda Yang Dulu Ditempati Ibu Inggit
Bekas rumah Haji Anda yang dulu ditempati Ibu Inggit sendiri terlihat sangat tidak terawat dan saat ini dijadikan tempat service kendaraan bermotor. Entah kenapa juga, rumah yang sempat ditempati Ibu Inggit tersebut tidak masuk ke dalam bangunan bersejarah oleh pihak pemerintah, tidak seperti rumah Ibu Inggit yang ada di Ciateul.
Selang beberapa rumah dari bekas rumah yang pernah ditinggali Ibu Inggit, terdapat rumah yang saat ini ditinggali oleh beberapa keturunan dari Haji Anda. Beruntungnya waktu itu, kita dapat menemui dan menanyai secara langsung Pak Bambang yang merupakan anak Haji Anda yang ke 10 (dari 19 bersaudara), mengenai Haji Anda dan juga Ibu Inggit.

Pak Bambang Sedang Bercerita Mengenai Ayah-nya (Haji Anda) dan juga Ibu Inggit
Pak Bambang sendiri bercerita bahwa dia cukup prihatin melihat kondisi dari Ibu Inggit waktu itu, dimana untuk memenuhi kebutuhan hidup-nya sehari-hari, Ibu Inggit harus berjualan bedak, karena setelah bercerai dari Soekarno, Ibu Inggit tidak mendapat nafkah lagi dari Soekarno, walau sebenarnya terdapat perjanjian bahwa Soekarno akan memberi nafkah dan rumah bagi Ibu Inggit, namun hal tersebut tidak ditepati Soekarno bahkan sampai dia menjadi seorang presiden. Banyak hal juga yang Pak Bambang sampaikan mengenai bapak beliau (H. Anda), dimana saya dapat menyimpulkan bahwa H. Anda sosok yang sangat baik hati, dan menjadi panutan bagi anak-anak-nya.
Perjalanan menyusuri dua jalan kecil yang ada di tengah pusat Kota Bandung tersebut memberikan pengalaman menarik dan informasi yang sangat berharga bagi saya sebagai warga Bandung, dimana ternyata banyak hal menarik di kota yang saya cintai ini, yang bahkan berada pada jalan -jalan kecilnya.
Tautan Asli: https://mtnugraha.wordpress.com/2015/03/11/ada-sesuatu-di-jalan-kecil-itu/