Oleh: Hanifa Paramitha
Tentu kita ingat dengan materi di pelajaran Sejarah yang membahas tentang punden berundak. Well, daripada sekadar mempelajarinya lewat buku, ternyata menyenangkan sekali bisa mampir ke Gunung Padang yang notabene merupakan situs megalithikum terbesar di Asia Tenggara. Tempat ini berada di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Cerminan megalithikum terlihat dari dominasi punden berundak di situs yang diperkirakan udah ada sejak 2500 SM ini. Gunung Padang digunakan sebagai tempat penyembahan yang simetris mengarah ke Gunung Gede, acuan pusat kepercayaan dimana roh leluhur bersemayam. Nggak seperti situs megalithikum lainnya yang mengarah matahari, seperti Piramida, Stonehenge di Inggris, atau Machu Piccu di Peru.
Padang dalam bahasa Sunda berarti terang. Perlu meniti tangga dengan jumlah sekitar 378 anak tangga untuk mencapainya. Lelah sih memang, tapi itu langsung terbayar dengan pemandangan yang didapatkan. Bayangkan deh, ada banyak banget batu berukuran raksasa yang seolah ‘dibiarkan’ berserakan. Uniknya, batu-batu berjumlah ribuan tersebut nggak punya sembarang bentuk. Mereka punya wujud geometri yang teratur seperti gamelan, saron, hingga kecapi. Kalau dipukul dengan tangan atau batu lain, batu gamelan ini bisa menghasilkan bunyi lho. Bahkan nih menurut beberapa warga, terkadang sering juga terdengar sayup-sayup suara melodi dari gesekan angin dengan batu! Wow zaman megalithikum yang belum kenal dunia tulisan rupanya udah kenal dengan instrumen musik. Cool!
Nggak hanya itu, disini juga ada mitos batu gendong. Siapapun yang bisa mengangkat batu andesit cokelat besar setinggi lutut orang dewasa ini konon bakalan terkabul cita-citanya. Namun ternyata berat banget lho! Haha. By the way, keunikan situs ini nggak berhenti di seputaran batu. Jika diperhatikan lebih lanjut, segala unsur di Gunung Padang identik sekali dengan angka lima. Hampir semua ujung batu disini berbentuk pentagonal. Konon ini sesuai dengan tangga nada Sunda yaitu da, mi, na, ti, dan la.
Gunung Padang pun dikelilingi lima bukit: Emped, Gunung Malati, Gunung Batu, Pasir Malang, dan Karuhun. Ia juga mengarah ke lima gunung lain, yaitu Gunung Batu, Gunung Kencana, Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Pasir Pogor. Selain itu, situs ini juga punya lima teras yang semakin ke atas semakin mengecil ukurannya. Teras pertama yang paling luas ini digunakan sebagai tempat upacara peribadatan. Hingga kini masih ada lho dolmennya. Untuk menuju teras kedua dari teras pertama, kita juga mesti melewati lima undakan teras kecil. Lagi-lagi lima ya.
Sebenarnya situs ini udah muncul dalam laporan Rapporten van de oudheid-kundigen Dienst (ROD) pada tahun 1914 yang selanjutnya dilaporkan NJ Krom tahun 1949. Namun baru pada tahun 1979, situs ini ditinjau dan kemudian diteliti dari sudut arkeologis, historis, geologis dan lainnya. Warga setempat pernah mengeramatkan situs ini dan menanggap jadi tempat Prabu Siliwangi membangun istana. Pak Nanang, salah seorang pemandu wisata Gunung Padang bilang, beberapa waktu lalu sempat dilakukan pengeboran sedalam 26 meter dan diperkirakan ada bangunan situs yang masih tekubur.
Bisa dibilang kalau Gunung Padang sebagai cagar budaya merupakan bukti bahwa peradaban asli Indonesia punya nilai yang tinggi. Ada banyak simbol kearifan lokal dan tradisi kuat yang tentunya punya nilai penting bagi sejarah, ilmu budaya, dan keagamaan. Yuk kita jaga, rawat, dan lestarikan kebudayaan purba yang hebat ini! ***
sepertinya para sarjana sejarah harus belajar lebih giat dan keras lagi untuk terus….terus…dan terus….menggali situs2purbakala di Jawa Barat ini khususnya dan Indonesia pada umumnya, karena ternyata masih banyak sejarah masa lalu yang belum tersampaikan kepada pada siswa di bangku sekolah maupun di perguruan tinggi, buktinya hal-hal seperti ini untuk saya pribadi baru tahu dari komunita ALEUT ini, bukan di dapat dari hasil belajar dulu semasa di SD,SMP, SMA maupun di perguruan tinggi.dan saya terinspirasi dengan tulisan rekan Hanifa Paramitha yang mengatakan bahwa kita mempelajari sejarah memang hanya lewat buku tanpa tahu seperti apa sih sebenarnya, maka saya usulkan kepada DISDIK JAWA BARAT bekerja sama dengan DINAS PARIWISATA melalui komunitas ALEUT ini untuk mewajibkan seluruh pelajar mengunjungi tempat2 bersejarah, dan ini dijadikan sebagai salah satu strategi pembelajaran IPS (Sejarah), agar mata pelajaran sejarah diminati dan disukai oleh semua pelajar, karena dari dulu(waktu saya sekolah ) ada beberapa mata pelajaran yang kurang diminati oleh siswa (mis. Matematika, Fisika,Kimia,B.Inggris dan Sejarah;entah kalau saat ini), kenapa ini sampai terjadi?pasahal semua mata pelajaran sangat berguna bagi kita,karena kurangnya kreatifitas guru dalam menyampaikan materi pelajaran, seperti mengajar materi sejarah selalu yang diajarkan adalah menghafal (nama peristiwa,nama tokoh dalam peristiwa itu, nama tempat terjadinya peristiwa,dan tahun peristiwa), maka wajar jika para siswa jenuh, nah kalau disampaikannya melalui metodologi yang diberikan oleh komunitas ALEUT (yaitu dengan cara mengunjungi seluruh tempat bersejarah langsung) lain ceritanya,pasti saya yakin semua siswa menggandrungi materi sejarah).terma kasih
Ping balik: Gunung Mandalawangi dan Pesona Tersembunyinya | Dunia Aleut!