Oleh: Irfan Pradana Putra
Pagi itu, 28 Januari 2024, kami memulai perjalanan pukul delapan pagi. Cuaca sedang sangat enak sekali, tidak panas, cenderung mendung. Udara nyaman ini ternyata hanya berlangsung sampai sekitar Banjaran-Arjasari, karena setelah itu hujan mulai turun.
Memasuki jalur Cimaung kami harus berbagi jalan dengan iring-iringan bis pariwisata. Entah berapa kali saya harus menutup wajah karena terkena kepulan asap hitam dari knalpot bis itu. Saya hitung setidaknya ada lima bis berjalan berurutan dan semuanya berplat nomor luar Bandung. Tiba di belokan jalan ke arah Gunung Puntang, bis-bis ini satu per satu berbelok ke kanan, rupanya menuju lokasi permakaman Emmeril Kahn Mumtadz, putra Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang wafat beberapa waktu lalu terhanyut di arus sungai Aare di Bern, Swiss.
Menembus Kabut di Cimaung
Setelah lewat Cimaung, udara dingin mulai menyergap. Di depan, jarak pandang menjadi terbatas karena kabut turun cukup tebal. Pada jalanan berkelok-kelok terlihat kabut turun cepat dari arah perbukitan. Jalanan terasa lebih licin dari sebelumnya, mesti lebih berhati-hati berkendara kalau tidak mau tidak tergelincir dan wassalam masuk jurang.

Tiba di persimpangan sebelum Secata, kami langsung mengambil arah kiri untuk masuk ke kawasan perkebunan Kertamanah. Hujan mulai reda dan kabut perlahan hilang. Mata kami langsung dimanjakan oleh permadani hijau perkebunan teh Kertamanah. Jalanannya mulus, sehingga sekarang lebih mudah diakses oleh banyak orang. Saya perhatikan mulai banyak dibangun warung atau wahana wisata di sisi kiri kanan jalan. Pagi itu dari arah berlawanan banyak sekali orang berjalan kaki dalam kelompok-kelompok besar dan kecil. Entah dari mana, mau ke mana, atau ada acara apa di depan sana.
