Oleh: Aditya Wijaya

Siapa sih Bandoenger yang tidak mengenal Jaarbeurs? Jaarbeurs alias Pameran Dagang Tahunan di Kota Bandung itu, pada tahun 1933, sudah menginjak edisi ke-14. Kegiatan pameran dagang ini sudah sangat kasohor sejak pertama diselenggarakan pada tahun 1920.
Sudah menjadi kebiasaan, panitia Jaarbeurs akan mengundang seluruh awak media untuk mengikuti sebuah tur sebagai bagian dari kegiatan ini. Tur ini dimaksudkan untuk melihat stan-stan yang dihadirkan di Jaarbeurs. Tur ini dipandu dengan cara menyenangkan oleh Bapak H. Ph. Chr. Hoetjer, Ketua Dewan Pengawas Jaarbeurs.
Tur dimulai dari gedung utama. Di sana terlihat pameran hadiah-hadiah yang ditujukan untuk para pemenang lotre Jaarbeurs, di antaranya ada dua buah mobil yang bagus, sepeda motor, dan beberapa kulkas.
Ruang-ruang di Jaarbeurs tahun ini diisi juga oleh stan Technical Handelmij. Sementara stan lainnya oleh De Rooy, lalu ada produsen produk-produk terbaru dalam bidang sanitasi, lampu, perlengkapan listrik, dan peralatan rumah tangga.
Sementara itu, ada sebuah stan dengan judul De Inheemsche Nijverheid atau Industri Pribumi. Stan ini mengambil tempat yang jauh lebih sederhana dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Begitu memasuki stan ini di Gedung C, perhatian langsung tertuju pada fasad masjid baru di Cipaganti yang layak untuk diperhatikan secara mendetail.
Kesan umum para awak media setelah mengikuti tur mengatakan bahwa Dewan Direksi Jaarbeurs berhasil membuat area-area di Jaarbeurs terlihat lebih ceria dan menarik, meskipun dengan catatan masih banyaknya tempat yang kosong. Hiasan untuk berbagai fasilitas hiburan menawarkan aspek yang sangat istimewa, akan sangat berkontribusi pada jumlah kunjungan yang lebih sering dan menciptakan suasana yang intim.
Peresmian Masjid
Hari Sabtu, 27 Januari 1934 pada pukul 10 pagi, dilaksanakan peresmian masjid baru di Cipaganti. Peresmian ini dilakukan oleh Kepala Penghulu R. H. Abdul Kadir. Pembangunan masjid dimulai pada bulan November 1932 dan desainnya telah dipamerkan pada Pameran Tahunan Jaarbeurs tahun 1933. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan masjid ini adalah sekitar 11 ribu gulden.
Di antara para tamu yang hadir, terlihat: Residen Bandoeng, Bapak M. F. Tydeman; Wali Kota Bandoeng, Ir. J. E. A. von Wolzogen Kühr; Asisten-residen Sonnevelt dan Velthuizen; Bapak E. Gobee, Penasehat Urusan Pribumi; Patih Bandoeng; Kepala Penyelidik Politik H. H. Albreghs; perancang masjid Prof. C. P. Wolff Schoemaker; para wali kota, Ir. H. Biezeveld, Tjen Djin Tjong, dan Ating Atma di Nata; Kolonel H. P. Chr. Hoetjer; Ir. Coumans; dan Bapak Anggabrata, sebagai pembangun Masjid.
Setelah semua hadirin duduk di pendopo yang disiapkan di sebelah Masjid, patih mengambil kesempatan untuk menyambut semua tamu. Kemudian diserahkan kepada Bapak Anggbarata, yang menjelaskan tentang pembangunan tempat ibadah ini, lalu menyerahkannya kepada Kepala Penghulu.

Selanjutnya, Kepala Penghulu, R. H. Abdul Kadir, menyambut semua tamu. Beliau berbicara tentang pembangunan Masjid. Sejumlah orang Eropa dan berbagai perusahaan Eropa telah berkontribusi pada pembangunan tempat ibadah ini. Dia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangan dan bantuan untuk menyelesaikan rumah sakral yang berharga bagi umat Islam ini.
Kemudian Prof. Wolff Schoemaker, sebagai perancang masjid berbicara kepada para hadirin dalam bahasa Sunda dan memberikan penjelasan singkat tentang proses pembangunannya.
Setelah pidato-pidato ini selesai, dibuka kesempatan bagi para tamu untuk mengunjungi masjid, para tamu Eropa diminta oleh kepala penghulu untuk melepas sepatu mereka. Hampir semua tamu memanfaatkan kesempatan tersebut.
Masjid Cipaganti
Masjid Baru Cipaganti di Nijlandweg Bandung saat itu dipandang sebagai sesuatu yang aneh, tapi juga cantik. Masjid ini didesain oleh seorang arsitek yang sudah sangat dikenal namanya, terutama di Kota Bandung, yaitu Prof. C. P. Kemal Wolff Schoemaker, dengan Anggabrata sebagai kontraktornya. Pendirian masjid dilakukan dengan keterbatasan dan persediaan biaya yang sangat sedikit. Dengan pertolongan Bupati Bandung saat itu, dipergunakanlah banyak hasil karya seni pribumi. Terlebih yang menarik perhatian adalah hiasan dari ubin berbahan tanah yang dibuat oleh Keramisch Laboratorium di Bandung. Selain itu ada juga hiasan berbahan besi, sementara semua bagian kayunya dibuat oleh murid-murid pribumi dari Gemeentelijke Ambachtsschool.



Jika kita masuk lebih dalam ke ruangan masjid, akan terlihat sebuah lampu berukuran besar. Lampu ini tergantung di bagian tengah masjid dengan rancangan Islam. Mangkuk di bagian bawah lampu mempunyai bagian yang tengah-tengahnya terbuat dari albash dengan hiasan berupa huruf-huruf kaligrafi Arab. Lampu ini juga memiliki 25 titik penerangan terhias dengan plat-plat berbahan kuningan, dengan tulisan beberapa lafal Al-Quran. Lampu ini dibuat oleh Keramisch Laboratorium di Bandung.
Dasar plengkung masjid berbentuk bangunan persegi dengan hiasan pita yang lurus. Semuanya ini mendapatkan lapisan dari ubin glasuur berwarna hijau, memberikan rupa yang cantik, terutama karena warna ubin glasuur hijau mendekati warna tembaga. Di pinggirannya tertulis lafal Al-Quran.
Sinar matahari dapat masuk dari arah selatan melalui rangkaian jendela yang memiliki kaca berwarna. Di kanan kiri masjid terdapat dua tempat untuk mengambil wudhu. Tempat wudhu ini berbentuk bangun pojok segi delapan dengan lapisan tegel glasuur.
Tujuh buah pancuran dipasang sekeliling tempat wudhu. Pancuran di sebelah barat sengaja tidak dipasang, hal ini bertujuan agar orang yang mengambil wudhu jangan sampai menyingkur arah kiblat.


Itulah gambaran singkat kondisi Masjid Cipaganti pada saat awal pembukaannya. Saat ini jika rekan-rekan berkunjung ke Masjid Cipaganti, masih dapat merasakan keaslian pada bagian utama masjid yang belum banyak berubah. Lampu utama masih seperti aslinya dan beberapa hiasan yang menempel juga rasanya masih sesuai aslinya buatan Laboratorium Keramik di Bandung.
Sumber:
1. Majalah Locale Techniek Maret 1934
2. Koran De Koerier 24 Juni 1933
3. Koran De Koerier 26 Januari 1934
4. Koran De Koerier 27 Januari 1934
5. Koran Het Nieuws Van Den Dag 29 Januari 1934
***
Leave a Reply