Mapay Cikapundung
Oleh : Nia Janiar
Kali pertama saya dan Neni gabung di Komunitas Aleut, kami langsung basah-basahan dan sakit kaki karena jadwal ngaleut saat itu adalah menyusuri Sungai Cikapundung dari Sumur Bandung hingga Curug Dago. Kami bergaya ala Ninja Hatorri: Mendaki gunung, lewati lembah. Sungai mengalir ke samudra. Bersama teman berpetualang!
Teknis menyusuri sungai adalah begini:
1. Jalan di perkampungan di dekat sungai,
2. jalan di daerah aliran sungai,

3. jalan di atas pipa air bersih,
4. melewati gorong-gorong Ci Barani yang dibuat Belanda dan dipenuhi ekosistem laba-laba,
Foto oleh Ayu ‘Kuke’ Wulandari

Foto oleh Ayu ‘Kuke’ Wulandari
Foto oleh Ayu ‘Kuke’ Wulandari
5. melewati dan melawan arus sungai,
6. berupaya melalui jalan yang tertutup,
7. jembatan yang tidak aman,
8. melewati sawah,

9. berhenti di warung,
10. hingga akhirnya sampai juga di Curug Dago yang kotor dan berbau tidak sedap.
Perjalanan dilalui selama 5 jam. Padahal, jika menggunakan angkutan umum, mungkin hanya berkisar 10 menit dan jalan sedikit. Tapi jika kami naik angkot, maka tidak akan bisa melihat:
1. Pintu air,


2. arena adu burung,
3. pesantren,

4. jalanan yang melelahkan,
5. atau perumahan mewah di dekat pemukiman sekitar sungai.
Juga tidak akan ada adegan kebersamaan seperti tolong menolong ketika teman mengalami kesulitan menghadapi jalan yang licin atau terpeleset di atas batu kali. Dan jika menggunakan angkot, mungkin tidak ada sesi sharing yang bermakna seperti ini. Mungkin sharingnya hanya sekedar, “Gimana, apa kamu bisa duduk 7-5?”

Original Post : http://mynameisnia.blogspot.com/2011/06/mapay-cikapundung.html
Gak percuma ikut ngaleut, bisa liat pesantren,, hahaha