In Memory of Raymond Kennedy 1906-1950
Oleh: Komunitas Aleut
Untuk suatu keperluan kegiatan, belakangan ini kami cukup sering bolak balik ke kompleks makam Pandu, memeriksa sejumlah makam orang Belanda atau Eropa, termasuk ke Ereveld. Setiap ke sana selalu ambil jalur jalan setapak yang berbeda, bisa lewat mana saja, asal tidak terlalu banyak mengulang, agar bisa melihat dan menemui hal-hal yang berbeda.
Salah satu makam yang menarik perhatian adalah yang nisannya menjulang agak tinggi, lebih mirip sebuah monumen. Di bagian tengah terpahat namanya, Raymond Kennedy, yang sepertinya sudah sering diwarnai. Di bawah namanya ada jejak berbentuk kotak yang menunjukkan bahwa di situ pernah ada sebuah plakat terpasang. Sisa-sisa pantek plakat itu pun masih ada di keempat sudut kotak itu. Entah plakat apa yang pernah ada di situ.

Di bawah, tempat jenazah dikuburkan, konon masih ada prasastinya, namun saat ini bagian bawah kubur ini dalam keadaan tertimbun tanah yang cukup tebal dan ditumbuhi semak-semak yang cukup lebat. Menurut keterangan dari website Komunitas Aleut, wafatnya tahun 1950. Dari tulisan rekan-rekan lama di website itu terkesan tokoh peneliti ini cukup penting bagi institusi pendidikannya, Yale University di New Haven, Connecticut, USA.
Di website Komunitas Aleut sudah ada sejumlah catatan tentang tokoh ini, sudah lama-lama juga dipublishnya, dan umumnya berkaitan dengan kunjungan ke Makam Pandu juga. Yang mengagetkan adalah informasi bahwa beliau ini meninggal terbunuh di daerah dekat Sumedang. Ini semakin membuat penasaran, ada peristiwa apakah di balik makam ini? Kami putuskan untuk menuliskan lagi riwayat dan latar peristiwa di balik tokoh ini.
Sebagian informasi dasar yang diperlukan sudah ada di website Komunitas Aleut yang intinya menerangkan bahwa beliau ini sedang melakukan penelitian antropologi dan sosiologi di wilayah Indonesia pada periode akhir masa Revolusi Kemerdekaan RI. Ia tidak sendirian, melainkan bersama dengan seorang koresponden majalah Time dan Life bernama Robert Doyle. Tokoh terakhir ini tinggal dan berkantor di Hong Kong dan sedang berkeliling mewawancarai kalangan petani mengenai situasi sosial politik Indonesia saat itu.
RIWAYAT RINGKAS RAYMOND KENNEDY, 1906-1950
Riwayat ringkas Raymond Kennedy didapatkan dari Council on Southeast Asia Studies di Yale University di website www.cseas.yale.edu dan dari sebuah jurnal yang ditulis oleh John F. Embree dari Yale University untuk The Far Eastern Quarterly. Tulisan berjudul Raymond Kennedy, 1906-1950 ini terbit pada edisi Volume 10, No.2, pada bulan Februari 1951. Di luar dua sumber ini ada beberapa informasi tambahan dari sana-sini yang setelah terkumpul, dapatlah diringkas seperti ini:
Raymond Kennedy lahir pada 11 Desember 1906 di Holyoke, Massachussetts. Ia menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Umum Hartford, kemudian masuk Yale College dan lulus pada 1928. Setelah itu, ia mengajar di Brent School, Filipina. Tahun berikutnya ia menjadi agen penjualan mobil Amerika, General Motors, di Hindia Belanda.
Dalam perjalanannya sebagai agen itu, ia melihat kekayaan budaya yang luar biasa yang membuat minatnya pada urusan mobil turun secara drastis. Ia semakin terpesona oleh masyarakat Indonesia dan memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan komersialnya, lalu kembali ke Yale untuk studi pascasarjana di bidang antropologi dan sosiologi.
Sepanjang tahun 1930-an, sebagai seorang mahasiswa pascasarjana dan profesor junior, ia sering mengunjungi Asia Tenggara. Di Yale ia merencanakan sebuah pusat studi Asia Tenggara yang dijalankannya sendiri. Ia memulainya dengan koleksi buku tentang Indonesia yang sudah ada di Perpustakaan Yale, mengumpulkan data tentang Asia Tenggara untuk Yale Cross Cultural Survey, dan menyusun daftar pustaka yang luas tentang masyarakat dan budaya Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1945.
Pada masa Perang Dunia II Raymond Kennedy menjadi konsultan di Dewan Etnografi Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, kemudian direkrut menjadi analis intelijen di kantor OSS (Office of Strategic Services, setelah berakhirnya PD II menjadi CIA), terutama karena bukunya, The Ageless Indies, banyak membahas praktik kolonialis Belanda di Indonesia.
Selama periode itu, ia menulis buku dan banyak artikel tentang Indonesia dan memulai seminar pascasarjana di bidang tersebut di Yale. Semua upaya ini mendatangkan hasil pada tahun 1947 dengan dibentuknya program studi kawasan dan bahasa Asia Tenggara di Yale, dengan hibah Carnegie selama lima tahun sebesar $150.000. Program studi bidang interdisipliner pertama di Yale ini juga menjadi prototipe program yang pada akhirnya akan berfokus pada seluruh wilayah di dunia.

Ia tidak hanya menjadi perintis dalam studi Asia Tenggara, tetapi juga seorang dosen yang cakap dan populer pada program sarjana antropologi dan sosiologi. Tema sentral pengajarannya adalah bahwa ‘garis kasta penindasan dan eksploitasi, baik di Amerika maupun di koloni, adalah garis ras dan warna kulit.’ Gambarannya yang jelas tentang kehidupan di hutan Malaya, membuat para mahasiswa memberinya julukan ‘Jungle Jim.’
PERISTIWA 27 APRIL 1950 DI TOMO
Tahun 1949 Raymond melakukan perjalanan penelitian ke seluruh Asia Tenggara untuk mempelajari interaksi budaya barat dan lokal. Dalam sebuah perjalanannya bersama Robert Doyle, seorang reporter Time dan Life, pada akhir bulan April 1950, mobil jeep yang mereka kendarai melaju dari Bandung ke arah timur. Saat berada di daerah Tomo, dekat Sumedang, mobil mereka disergap dan diserang oleh kelompok bersenjata yang tidak dikenal. Setelah itu, mereka ditemukan telah tewas terbunuh. Tidak ada informasi tentang siapa yang melakukannya dan bagaimana peristiwa itu bisa terjadi.
Sejumlah media cetak memuat beritanya, di antaranya Yale Daily News edisi 28 April 1950 yang menurunkan berita “Sociology Professor, Reporter Shot by Natives in Indonesia, Scene of Cultural Research.” Dalam reportase yang ditulis oleh Dennis F. Strong ini disebutkan bahwa Professor Raymond Kennedy ditembak mati kemarin siang di sebuah jalan sunyi dekat Desa Tomo, Jawa Barat. Menurut Radio Jakarta, Mr. Kennedy sedang dalam perjalanan menggunakan jeep bersama koresponden Time dan Life menuju Yogyakarta, ibu kota Indonesia. Mereka dihentikan oleh empat atau lima orang berseragam dan bersenjata, membawa ke hutan dan menembaknya, kemudian memaksa warga kampung untuk menguburkan jenazah mereka. Setelah itu orang-orang berseragam itu pergi naik sedan ke arah Cirebon.
Reportase itu juga menyebutkan bahwa Raymond Kennedy dan Robert Doyle sedang berkeliling mewawancarai kalangan petani untuk mengetahui pandangan mereka tentang situasi Indonesia saat itu. Tujuannya untuk mengetahui pengaruh peradaban barat pada penduduk pribumi. Kennedy menikah tahun 1939 dengan Ruby Jo Reeves, Ketua Departemen Sosiologi di Connecticut College, New London. Sedangkan Doyle adalah lulusan Institute of Far Eastern Languages dari Yale dan secara intensif mempelajari bahasa China.
Lalu ada berita di The Day, New London, edisi 28 April 1950 dengan judul “Yale Professor, Wife on Faculty Here, and Newsman Murdered in Remote Section of Indonesia.” Dikabarkan tentang istri Kennedy, Ruby Jo, yang menerima kabar kematian tersebut saat dalam perjalanan dengan kereta api dari New Haven menuju New York. Ia sedang menyusun persiapan bersama ibu dan putrinya yang baru berusia dua tahun untuk terbang ke Jakarta pada tanggal 1 Juni nanti dan akan kembali lagi ke Amerika bersama-sama dengan suaminya pada bulan Agustus.
Diceritakan di sini bahwa militer Indonesia telah menggali kuburan kedua orang itu dan dapat mengenali jenazah Doyle, namun kesulitan mengidentifikasi jenazah satunya lagi, sehingga muncul dugaan bahwa korbannya dimutilasi. Disebutkan juga bahwa lokasi pembunuhan itu terjadi pernah menjadi wilayah operasi DI/TII, namun tidak ada bukti keterlibatan mereka dalam pembunuhan itu.
Tentang Doyle, koran ini menyebutkan bahwa sebelum perang ia mengikuti pendidikan di Northwestern School of Journalism, lalu bekerja di sebuah stasiun radio di Chicago. Usai masa perang, Doyle mengikuti pendidikan bahasa China selama satu setengah tahun, kemudian pada 1948 dikontrak oleh Majalah Time. Mula-mula bertugas di Peiping dan Shanghai, kemudian ke Tokyo, dan akhirnya di Hong Kong. Di sini ia tinggal bersama istrinya.
Keesokan harinya, The Day kembali memuat berita tentang peristiwa tersebut. Di antaranya menyebutkan bahwa Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Ali Sastroamidjojo, telah mengirimkan telegram kepada janda Raymond, Ruby Jo Kennedy, yang isinya menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mendapatkan siapa pun yang harus bertanggung jawab.
Mentri Penerangan Arnold Mononutu yang berbicara di radio atas nama Perdana Mentri Moh. Hatta menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia tidak akan menelantarkan, sampai kejadian misterius dan menyedihkan ini telah terungkap dan orang-orang bersalah dibawa ke pengadilan. Sementara itu di Bandung sedang dipersiapkan pemakaman sementara untuk kedua korban di sebuah pemakaman Kristen.

PEMBERITAAN
Selain dari berita-berita di atas, ada juga koran yang memberitakan peristiwa pembunuhannya dengan agak lebih detail, seperti yang ditulis di koran Nijmeegsch Dagblad edisi 29 April 1950 yang menyebutkan bahwa Raymond Kennedy baru tiba di Jakarta dari Sulawesi enam minggu sebelumnya, sedangkan Robert Doyle datang dari Hong Kong ke Jakarta dua minggu lalu. Mereka berdua telah meninggalkan Jakarta beberapa waktu lalu dan dibunuh dalam perjalanannya. Duta Besar Amerika telah memerintahkan Konsul Jendralnya untuk memimpin penyelidikan. Sementara Kepolisian Priangan sudah mengeluarkan perintah untuk menggali kuburan kedua orang itu untuk identifikasi.
Menurut Bredasche Courant tanggal 29 April 1950, Kepala Polisi RI, Jendral Soekanto, datang ke Bandung untuk memimpin pencarian pelaku pembunuhan. Kawasan di sekitar lokasi pembunuhan telah dijaga ketat, karena para pembunuh mengancam akan kembali bila penduduk ada yang melaporkan kejadian itu ke pihak berwenang. Di sini disebut bahwa kedua korban ditembak di bagian wajah dan dada.
Koran Trouw tanggal 1 Mei 1950, bahwa Raymond dan Doyle ditembak dari belakang dari jarak dekat. Semua yang ada pada korban dilucuti, kecuali pakaian. Koran ini juga menyampaikan dugaan dari pihak berwenang kemungkinan pelaku dari angkatan bersenjata Westerling yang bertujuan menimbulkan masalah bagi pemerintah Indonesia. Disebutkan pula bahwa prosesi pemakaman Raymond dan Doyle dihadiri oleh ratusan orang Amerika.

Versi berita dengan detail yang agak berbeda adalah berita di Nieuwe Courant edisi 1 Mei 1950, yaitu bahwa Raymond dan Doyle saling mengenal saat menginap beberapa hari di Hotel Homann Bandung. Berdasarkan catatan pada resepsi Homann, pada Kamis pagi pukul setengah tujuh mereka meninggalkan Bandung dengan tujuan Jakarta dan di sana akan menginap di Hotel Des Indes. Ada dugaan bahwa Doyle yang hanya akan tinggal sebentar di Indonesia, memanfaatkan kesempatan itu untuk mengunjungi Cirebon. Dalam perjalanannya, jeep mereka disusul oleh sebuah mobil sedan dan menghentikan mereka. Raymond dan Doyle diinterogasi sebentar di salah satu rumah warga Kampung Pasirgintung (sebelum akhirnya dibunuh). Keesokan harinya, jenazah mereka dipindahkan ke Sumedang dan selanjutnya dibawa ke Bandung. Di sini jenazah tersebut diidentifikasi oleh manajer Hotel Homann dan dua orang jongos yang melayani mereka.
Koran De Volkskrant edisi 3 Mei 1950 menurunkan berita dengan judul Daders van Moord Amerikanen Gegrepen (Pelaku Pembunuhan warga Amerika Tertangkap), namun anehnya tidak ada penjelasan tentang identitas para pembunuh, hanya mengatakan bahwa ada empat orang yang ditangkap karena dicurigai sebagai pelaku pembunuhan Raymond dan Doyle. Juga disebutkan bahwa para petani mengenali mobil yang digunakan para pembunuh itu.
Pada tanggal 6 Mei 1950, koran Telegraaf menurunkan berita tentang penemuan mobil yang digunakan oleh para pembunuh Raymond dan Doyle, namun tidak merinci apapun tentang mobil itu maupun lokasi penemuannya. Disampaikan juga bahwa jeep yang dikendarai oleh Raymond dan Doyle masih belum dapat diketahui keberadaannya dan diduga sudah dibuang ke sebuah dasar jurang. Menambahkan detail peristiwa pembunuhan itu, koran ini menyebutkan bahwa kedua korban ditembak dari belakang. Peluru menembus punggung Doyle hingga persis di atas jantung, satu peluru lagi menembus kepala. Kennedy ditembak di bagian punggung. Pada jenazah Doyle masih ditemukan selembar kartu namanya, sehingga memudahkan identifikasi. Sedangkan pada jenazah Raymond hanya ada selembar kertas bertuliskan Raymond di atasnya, sehingga sempat meragukan saat diperiksa. Jenazah Kennedy kemudian diidentifikasi secara positif oleh Jacob J. Beam, Konsul Jendral Amerika di Jakarta yang datang ke Bandung pada akhir pekan lalu. Yang masih menjadi misteri adalah kenapa para pelaku harus membawa korbannya ke sebuah kampung, dan menembak mereka di depan penduduk kampung.



PEMAKAMAN
Jenazah Raymond dan Doyle yang sudah digali dari lokasi peristiwa, dimakamkan kembali di Permakaman Pandu, Bandung, pada tanggal 30 April 1950. Kedua jenazah disemayamkan dahulu di Gereja Pandu, baru kemudian dibawa ke lokasi pemakaman. Upacara pemakaman dihadiri oleh banyak orang dan tokoh lokal, di antaranya, Menteri Penerangan RIS Arnold Mononutu, Gubernur Jawa Barat Sewaka, Bupati Bandung Raden Male Wiranatakusumah, para pengamat UNCI, para perwira TNI dan Belanda. Karangan bunga diletakkan di atas peti mati. Dalam pidatonya, Konsul Jenderal Amerika di Jakarta mengucapkan terima kasih atas semua perhatian yang sudah diberikan. Dalam foto yang dimuat di Volkskrant terlihat ada dua peti mati pada saat upacara pemakaman. Kedua tokoh ini dimakamkan bersebelahan.

MONUMEN MAKAM
Pada tahun 1951, De Preanger-bode edisi 11 September memuat berita peletakan batu pertama untuk pembangunan dua makam, Raymond Kennedy dan Robert Doyle, yang dilakukan oleh Wakil Perdana Mentri Suwirjo. Setelah kata pengantar singkat dari Gubernur Sanoesi Hardjadinata, Suwirjo menyampaikan pidatonya, ia menyebut kedua warga negara Amerika tersebut sebagai sahabat Indonesia yang telah berbuat banyak demi kepentingan perjuangan kemerdekaan Indonesia, bahwa mereka berdedikasi untuk mempublikasikan cita-cita perjuangan Kemerdekaan Indonesia ke dunia internasional.
Upacara ini dihadiri pula oleh Mentri Mononutu, Sekjen Kementrian Luar Negri Dr. Darmasetiawan, Residen Ipik Gandamana, Walikota Enoch, dan sejumlah pejabat dari kepolisian dan Departemen Dalam Negri. Dari Kedutaan Besar Amerika Serikat hadir Letkol Husman dan G. J. A. Veling sebagai Komisaris Belanda.

Sebuah foto dari koleksi nationaalarchief.nl memperlihatkan dua orang dari Yale sedang memegang sebuah plakat kenangan berbahan perunggu yang merupakan persembahan dari para koleganya di Yale University. Plakat diserahkan di Kantor KBRI di Washington pada 19 Oktober 1950 kepada Duta Besar RI untuk USA, Dr. Ali Sastroamidjojo, dan rencananya akan dipasang pada monumen di makam Raymond Kennedy di Pandu, Bandung. Informasi tentang plakat perunggu ini juga dimuat di website https://archives.yale.edu/repositories/12/resources/4355 yang menyebutkan persembahan sebuah plakat berbahan perunggu dari rekan-rekannya sesama kampus.
Dilihat dari bentuk plakat dengan pantek atau paku-pakunya, sepertinya plakat inilah yang hilang dari nisan tinggi di makam Raymond Kennedy yang sudah diceritakan di awal tulisan. Pada plakat ini terbaca tulisan:
IN MEMORY OF
RAYMOND KENNEDY
1906-1950
AMERICAN SCHOLAR, SCIENTIST, HUMANIST,
LOYAL FRIEND OF THE INDONESIAN PEOPLE
AND MARTYR TO THEIR INDEPENDENCE
THE LIGHT OF TRUTH AND THE WARMTH OF
UNDERSTANDING INSPIRED HIS LABORS
FOR THE FELLOWSHIP MAN
FROM HIS COLLEAGUES IN YALE UNIVERSITY
Tentang nasib plakat perunggu ini, ternyata pernah diberitakan di beberapa koran pada tahun 1953, di antaranya oleh Java-bode edisi 21 Desember 1953 dengan judul Grafmonument Prof. Kennedy in Bandung ontluisterd (Makam Prof Kennedy di Bandung dirusak) yang isinya lebih kurang memberitakan hilangnya plakat tersebut akibat pencurian, dan bahwa Polrestabes Bandung berupaya semaksimal mungkin mencari pelaku kejahatan tersebut. Dikabarkan juga bahwa kejadian pencurian seperti itu tidak hanya terjadi di Makam Pandu, tapi juga di kuburan lainnya, akibat kondisi keuangan yang sedang sulit. Pemerintah Kota saat itu mengaku belum mampu melaksanakan rencana untuk mengakhiri kejadian serupa.
Seperti sudah diceritakan di atas, Raymond Kennedy dan Robert Doyle dimakamkan berdampingan, seperti yang juga ditulis oleh De Preanger-bode edisi 20 Juli 1953, bahwa di sebelah monumen Raymond Kennedy terletak makam Robert Doyle yang menampilkan tugu peringatan persembahan dari rekan-rekannya di korps koresponden asing di Tiongkok. Ada kemungkinan makam Doyle pun menjadi korban pencurian ini.
Selanjutnya, koran Het Nieuwsblad voor Sumatra edisi 28 Desember 1953 memberitakan tentang tertangkapnya pelaku pencurian plakat dari makam Raymond Kennedy. Beritanya bersumber dari Walikota Enoch yang mengatakan bahwa kepolisian telah menangkap seorang anak laki-laki berusia tujuh belas tahun yang mengaku telah menjual plakat tersebut bersama seseorang lainnya – yang merupakan pelaku pencurian – ke sebuah perusahaan China di Bandung dengan harga hanya dua puluh rupiah.
Enoch juga mengatakan bahwa selain hilangnya plakat itu, makam Prof. Kennedy tidak mengalami kerusakan, namun walaupun begitu ia tetap merasa telah terjadi penghinaan terhadap kehormatan bangsa. Bagaimanapun plakat itu adalah bagian dari sebuah monumen yang sudah dijanjikan oleh pemerintah untuk merawatnya sebaik mungkin.
KUNJUNGAN KHUSUS KE MAKAM RAYMOND KENNEDY
Hari ini, Selasa, 2 Januari 2024, kami kembali lagi ke Permakaman Pandu, khusus mengunjungi makam Raymond Kennedy, dengan tujuan melihat lagi lingkungan sekitarnya dengan lebih baik. Kondisi terakhir yang kami ketahui, makam ini sudah tertutup oleh timbunan berangkal, rongsokan, dan semak belukar yang lebat. Oleh karena itu kami juga membawa bekal sejumlah peralatan.
Ketika kami datang, kondisinya masih belum berubah, tertimbun. Di sebelah kiri ada makam baru berangka tahun 2022, yang salah satu sisi tembok berbahan semen di tepinya menabrak makam Raymond Kennedy. Entah apa bisa dikata kalau sudah terjadi hal seperti ini.
Kami segera membersihkan timbunan tanah dan semak yang sudah menutupi hampir seluruh bagian makam. Saat sedang mencabuti semak dan rerumputan, kami dihampiri oleh Pak Daus, warga setempat yang sehari-hari bekerja sebagai pembersih makam. Dia bekerja untuk siapa saja yang membutuhkan jasa perawatan makam, biasanya dibayar bulanan untuk jangka waktu kerja tahunan. Dia juga menawarkan bila kami mau menyewa tenaganya untuk merawat makam Raymond Kennedy yang sedang kami bersihkan. Kami tidak langsung menjawab saat itu.





MEMBERSIHKAN MAKAM RAYMOND KENNEDY
Tidak mudah juga membersihkan makam ini, setelah membuang batu-batuan yang berserak di atasnya, kami harus mencabuti semak belukar yang sudah berakar kuat dan merambat ke mana-mana. Ketebalan tanah yang harus dibersihkan lebih kurang 34,5 cm. Lumayan tebal. Kami juga harus bergantian bekerja di atas makam, karena area yang tersedia sangat sempit, sebelah kanan dan kiri terhalang oleh makam-makam lainnya.
Setelah satu jam lebih sedikit, area makam sudah mulai lebih bersih. Terlihat prasasti di atas makam, mula-mula agak sulit membacanya karena sudah sangat kotor oleh timbunan tanah. Kami bersihkan sedikit-sedikit dengan air minum yang kami bawa, kemudian dilap pakai kain yang kebetulan ada di tas salah seorang dari kami. Akhirnya terbaca juga dengan jelas isi tulisannya, dan ternyata sama persis isinya dengan yang tertulis pada plakat perunggu yang hilang tahun 1953. Ada kemungkinan ini adalah prasasti salinan setelah plakat perunggu hilang, namun dengan bahan yang berbeda, yaitu menggunakan jenis batu yang sama dengan makamnya.
Sampai di situ, sebetulnya belum semua bagian makam berhasil dibersihkan, masih ada tersisa sekitar seperempat bagian bawah makam yang belum dapat dibersihkan. Terik matahari sedang sangat luar biasa, dan persediaan air, juga minum, sudah habis. Lain hari kami akan kembali lagi untuk melanjutkan sampai semua areanya bersih.
Di ujung pekerjaan ini terpikir juga oleh kami agar makam ini mendapatkan sedikit perawatan yang lebih baik. Kami bersepakat dengan Pak Daus untuk menyewa jasanya merawat makam ini selama satu tahun ke depan dengan cara bayar mencicil setiap tiga bulan. Kami kira, sesedikit itu saja yang bisa kami lakukan saat ini untuk memberi penghargaan kepada Raymond Kennedy, sebagaimana pemerintah kita pernah melakukannya sejak tahun 1950-an itu.
Ada satu catatan yang mungkin perlu juga untuk disampaikan, yaitu bahwa kami tidak berhasil menemukan jejak atau informasi apapun tentang makam Robert Doyle. Para pekerja makam yang sudah lama bekerja di situ pun tidak ada yang ingat atau mengetahui keberadaannya. Kemungkinan sudah lama dibongkar orang atau berganti diisi oleh makam lain, karena jika dulu posisi mereka bersebelahan, ya di sisi kiri dan kanan makam Raymond Kennedy memang sudah terisi oleh makam-makam lain.
Sementara ini saja yang bisa kami tuliskan soal sebuah makam yang sempat bikin penasaran karena tidak adanya informasi lengkap tentang siapa tokoh yang namanya tertera pada nisan. Sebenarnya, dari hasil pencarian data untuk tulisan ini, masih ada data yang belum kami gunakan, mungkin nanti untuk tulisan lainnya saja.
BEBERAPA KARYA TULISNYA
Sebagai penutup, perlu disampaikan bahwa masih banyak tulisan Raymond Kennedy yang belum sempat dipublikasikan, sebagian karya utama yang sudah diterbitkan dan ada dalam penutupan tulisan John F. Embree, Raymond Kennedy, 1906-50 (1951), kami salin kembali di sini:
1934 Bark-cloth in Indonesia. Journal of the Polynesian Society, 43:229-43.
1936 A survey of Sumatra. American anthropologist, 38:145-48.
1937 A survey of Indonesian civilization. In Studies in the science of society, G. P. Murdock, ed. New Haven: Yale University Press.
1938 Outline of cultural materials (co-author). New Haven: Yale University Press. 2nd ed. 1941, rev. ed. 1945. Yale anthropological studies, vol. 3.
1939 The “kulturkreislehre” moves into Indonesia. American anthropologist, 41:163-169.
1941 The historical background of anti-Semitism. Yivo bleter, 18:184-91.
1942 The ageless Indies. New York: John Day.
1942 The position and future of the Jews in America. In Jews in a Gentile world, I. Graeber and S. H. Britt, eds. New York: Macmillan.
1942 Sociology in American colleges (with R. J. R. Kennedy). American sociological review, 7:661-75. 1942 Contours of culture in Indonesia. Far Eastern quarterly, 2:5-14.
1943 Islands and peoples of the Indies. Washington: Smithsonian Institution. War back- ground studies, no. 14.
1943 Races and peoples of the Indies. In The Netherlands, B. Landheer, ed. Berkeley: University of California Press. 1943 Fabulous riches of the Indies. Science digest, 13:7-10.
1943 Background of Gentile-Jewish relations. Jewish forum, 26:53-54, 85-86.
1943 Acculturation and administration in Indonesia. American anthropologist, 45:185-90.
1943 Dutch charter for the Indies. Pacific affairs, 16:216-23.
1944 Contours of culture in Indonesia. In Annual report of the Smithsonian Institution, 1943. Washington.
1944 Applied anthropology in the Dutch East Indies. Transactions, New York Academy of Sciences, ser. 2, 6:157-62. 1944 Races and peoples of the Indies. Knickerbocker weekly, 4, no. 27:9-13.
1944 Postwar Indonesian educational needs. Far Eastern survey, 13:195-98.
1944 Rice growers of the Indies. Christian science monitor, Oct. 20.
1944 Keperloean-keperloean Rakjat Indonesia Sesoedah Perang, Soeara Indonesia, Dec. 15: 19-21.
1945 The islands and peoples of the South Seas and their cultures. Philadelphia: American Philosophical Society.
1945 Bibliography of Indonesian peoples and cultures. New Haven: Yale University Press. Yale anthropological studies, vol. 4.
1945 The colonial crisis and the future. In The science of man in the world crisis, R. Linton, ed. New York: Columbia University Press.
1945 Razas y pueblos de las Indias holandesas. In La nacion holandesa, B. Landheer, ed. Mexico City: Fondo de la Cultura Economica.
1945 Indonesian politics and parties. Far Eastern survey, 14:129-32.
1945 Malaya: colony without plan. Far Eastern survey, 14:225-26.
1945 Status of British Borneo. Far Eastern survey, 14:243-46.
1946 The colonial crisis. In When peoples meet, B. Stern and A. Locke, eds. New York: Hinds, Hayden & Eldredge.
1946 The people of the Netherlands East Indies. Federal Security Agency, U. S. Office of Education, Bulletin 1945, no. 7.
1946 Dutch plan for the Indies. Far Eastern survey, 15:97-102.
1946 Status quo for Malaya. Far Eastern survey, 15:134-37.
1946 The test in Indonesia. Asia and the Americas, 46:341-45.
1948 Truce in Indonesia. Far Eastern survey, 17:65-68.
1948 Indonesia in crisis. Foreign policy reports, no. 24:174-87. (with Paul Kattenberg.)
1949 Southeast Asia and Indonesia. In Most of the world, Ralph Linton, ed. New York: Columbia University Press.
***