Rumah Sakit PTPN VIII; Jejak Warisan Kesehatan Di Subang

Oleh: Elisa Nur Azizah

Dalam minggu ini, Komunitas Aleut kembali mengadakan Momotoran Subang, kali ini adalah bagian kedua, lanjutan dari Momotoran Subang bagian pertama tanggal 19 November lalu. Tujuan kali ini sebenarnya lebih banyak untuk pengenalan Kota Subang, sayangnya, ketika kami berkeliling di sekitar Alun-alun yang dihiasi oleh bangunan bersejarah seperti SMP 1 Subang, RS PTPN VIII, Hotel Subang Plaza, dan lainnya, kami hanya mampu mengamati dari atas motor saja, tidak sempat berinteraksi dengan warga setempat. Ya, karena banyaknya lokasi yang dituju, jadi tidak semua tempat bisa dimampiri satu per satu.

Tanpa mengurangi rasa penasaran, saya memutuskan untuk mengunjungi kembali Rumah Sakit PTPN VIII yang beralamatkan di Jalan Oto Iskandar Dinata No.1, Karanganyar, Coklat, Subang. Dalam kunjungan ini sempat teringat, bahwa setiap kali saya atau keluarga berobat, kami selalu melibatkan rumah sakit ini, karena pelayanannya yang memuaskan.

Prasasti pembukaan Rumah Sakit Pamanoekan en Tjiasemlanden pada 25 Juli 1914 menjadi saksi bisu awal perjalanan RS PTPN VIII yang kini lebih dikenal sebagai RS PPN di Kota Subang. Prasasti tersebut dibuat tentunya sebagai penanda sejarah, namun sayangnya, saat saya mengunjungi RS PTPN VIII ini, keberadaannya tidak begitu diketahui lagi oleh pengunjung umum. Menurut Bapak Mugia Nugraha yang pernah memotret prasasti tersebut, prasasti RS PTPN VIII dapat dilihat dengan menghubungi Ibu Irma yang menjabat sebagai Ketua Bidang Tata Usaha di RS PTPN. Informasi ini saya peroleh setelah sebelumnya menghubungi Pak Mugi via instagram message untuk mencari informasi lebih lanjut.Pertanyaan yang muncul saat itu, apakah prasasti tersebut tidak lagi tertempel di dinding, atau mungkin tidak lagi diperlihatkan kepada khalayak umum?

Rumah sakit yang awalnya milik P&T Lands ini menorehkan sejarahnya sebagai rumah sakit tertua kedua di Jawa Barat setelah Rumah Sakit Dustira Cimahi (1897). Peresmian RS P&T Land pada masa itu dilakukan oleh Residen dari Batavia, H. Rijf Snijder. Dengan C.H. Strutt sebagai direktur pertamanya dan dukungan dari seorang dokter Eropa, Dr. A.A. Jesse, beserta tim dokter Djawa, RS P&T Lands mampu memberikan pelayanan kesehatan dengan kapasitas mencakup 50 bangsal untuk pribumi dan 6 bangsal untuk orang Eropa, yang mencerminkan perhatian yang besar terhadap kebutuhan kesehatan masyarakat lokal.

Kawasan sekitar kompleks RS PTPN VIII juga menyimpan kisahnya sendiri yang panjang. Di sebelah kanan terdapat sekolah yang dulunya bernama ELS (Europese Lagere School), yang kemudian menjadi SMP Negeri 1 Subang pada tahun 1951. Sementara di sebrang kanan kompleks, dulunya berdiri Kantor Keuangan perusahaan Inggris yang menjadi saksi bisu perubahan zaman. Setelah Inggris, kemudian gedung ini berada dalam pengelolaan perusahaan Belanda, bahkan sempat menjadi hotel pada tahun 2000 dengan nama Hotel Subang Plaza. Subang Plaza tersebut sekarang sudah dimiliki oleh pihak RS PTPN VIII dan rencananya dua tahun ke depan akan dikembangkan menjadi Rumah Sakit juga.

Di Jalan Taman Sari 1, berseberangan dengan Rumah Dinas Wakil Bupati Subang, terdapat asrama karyawan rumah sakit. Menurut salah seorang karyawan RS PTPN VIII, setiap asrama atau satu bangunan tua, dapat menampung empat hingga lima orang karyawan. Asrama ini dibangun bersamaan dengan peresmian RS PTPN VIII pada tahun 1914. Saat saya berkunjung ke sana, hujan sedang turun dengan derasnya, sehingga mengurangi pandangan saya terhadap lingkungan sekitar. Yang dapat saya perhatikan adalah keberadaan tiga buah bangunan asrama, dan tidak dapat memastikan apakah masih ada asrama lain di belakang ketiga bangunan tersebut.

Asrama Karyawan RS PTPN VIII. Foto: Elisa Nur Azizah.
Asrama Karyawan RS PTPN VIII. Foto: Elisa Nur Azizah.

Ternyata, keunikan RS PTPN VIII tidak hanya terletak pada bangunan fisiknya saja, tetapi juga pada pemberian nama-nama ruangan yang mengambil inspirasi dari perkebunan. Menariknya, ada bangunan yang masih utuh dan belum pernah direnovasi, yaitu bangunan yang menampung ruangan Parahyangan dan ruangan Malabar. Bangunan ini memancarkan karakteristik yang berbeda dari bangunan lainnya di RS PTPN VIII.

Ruangan Parahyangan yang saat ini tengah mengalami proses renovasi, memiliki peran khusus sebagai ruang persalinan. Sementara itu, ruangan Malabar dijadikan tempat untuk pasien Kelas-3, yang merupakan kelas paling bawah dengan fasilitas bangsal atau ruangan yang diisi oleh 4-5 pasien.

Pembagian dan Petunjuk Ruangan di RS PTPV VIII. Foto: Elisa Nur Azizah.
Ruangan Malabar RS PTPN VIII. Foto: Elisa Nur Azizah.
Bangunan/Ruangan Parahyangan RS PTPN VIII. Foto: Elisa Nur Azizah.

Ada kabar beredar bahwa paviliun yang awalnya merupakan bagian dari Rumah Sakit PTPN VIII pada tahun 1997-1998, sekarang berfungsi sebagai Poliklinik. Selain itu, banyak bangunan baru yang berdiri di kompleks rumah sakit ini. Saya dengar juga dua bangunan tua yang digunakan untuk Parahyangan dan Malabar akan segera di renovasi, semoga saja renovasi ini dilakukan dengan tetap menjaga keaslian bangunannya.

Itulah pengalaman saya selewatan berkenalan sedikit lebih jauh dengan rumah sakit legendaris yang juga selama ini menjadi rumah sakit andalan keluarga saya. ***

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *