Aditya Wijaya
Beberapa waktu lalu rekan-rekan dari Komunitas Aleut berkunjung ke daerah perkebunan di Bandung Selatan. Jauh di selatan tempat hamparan kebun teh tumbuh subur, kami menemukan jejak dari seorang arsitek bernama Gmelig Meyling.
Rasanya pamor arsitek ini kurang terlihat dibandingkan arsitek-arsitek lainnya yang berkarya di Kota Bandung. Hanya sedikit tulisan yang dapat saya temukan di internet mengenai Gmelig Meyling, itupun tulisan mengenai satu bangunan karya Meyling yang mendapatkan Anugerah Cagar Budaya dari Pemerintah Kota Bandung. Bahkan jika kita mencari foto dari Gmelig Meyling di internet dijamin tidak akan menemukannya.
A. W. Gmelig Meyling
Seorang arsitek populer di Bandung yaitu Wolff Schoemaker pernah mendapatkan penghargaan dari pemerintah Belanda berupa Ridder in de Orde van de Nederlandse Leeuw. Tak mau kalah dari Schoemaker, Gmelig Meyling juga mendapatkan penghargaan dari pemerintah Belanda berupa Orde van Oranje Nassau tak tanggung-tanggung Meyling diangkat sebagai Ksatria dalam penghargaan tersebut.

Arsitek bernama lengkap Albertus Wilhelm Gmelig Meyling lahir di Amsterdam pada tanggal 20 April 1909. Meyling lulus ujian teknik bangunan di Middelbare Technische School, Amsterdam dan melanjutkan pendidikan di Rijksacademie voor Beeldende Kunsten, Amsterdam. Selama studinya, Meyling bekerja sebagai penggambar pengawas di arsitek A. Ingwersen dan P. Verhave serta sebagai pengawas utama di arsitek J. Roodenburgh dan W. Oudendag.

Setelah lulus pada tahun 1936, Meyling bergabung dan dipekerjakan oleh Ingenieurs Bureau Ingenegeren Vrijburg (IBIV) di Hindia Belanda. Di bawah biro ini, Meyling merancang beragam bangunan: Hanggar bandara di Andir (1939), Centraal Magazijn GEBEO di Jl. Banten (1940), Pabrik Kertas Padalarang (1940), Rumah ADM Sedep di Pangalengan (1941), Perhimpunan Ilmu Alam (1954), Ereveld Pandu (1951) dan merenovasi: Kolam renang Centrum (1937), Toko Visser & Co (1940). Sebenarnya masih banyak karya Meyling di Bandung dan kota-kota lainnya hanya saja tidak mungkin saya tuliskan satu persatu.

Meyling sempat merasakan pahitnya masuk kamp internir Jepang. Ia diinternir di Bandung dan Cimahi, banyak sketsa terutama sketsa rumah-rumah yang ia hasilkan saat masuk kamp internir. Setelah keluar dari kamp internir Jepang, Meyling memutuskan pergi ke Belanda pada tahun 1946 karena alasan kesehatan dan kembali ke Indonesia setahun kemudian.

Pada April tahun 1952, Meyling diangkat oleh IBIV sebagai arsitek direktur dengan jangka waktu 5 tahun. Atas permintaanya sendiri, Meyling tidak ingin kontraknya diperpanjang. Meyling merasa bahwa pemegang saham kurang bersedia melakukan penyesuaian pada perusahaan seiring kondisi perkembangan yang terjadi saat itu. Setelah kontraknya berakhir pada April 1957, Meyling berangkat pulang ke Belanda. Tidak lama setelah itu, IBIV juga mengalami kejatuhan karena konflik berlarut Belanda dan Indonesia. Pada periode ini Indonesia melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda. Gmelig Meyling akhirnya meninggal di Harderwijk pada usia 82 tahun.
Ingenieurs Bureau Ingenegeren Vrijburg (IBIV)

Biro arsitek ini didirikan pada tahun 1936 oleh dua orang insinyur A.C. Ingenegeren dan G.S. Vrijburg di Hindia Belanda. Biro ini mempekerjakan Gmelig Meyling sebagai arsitek utama, pengawas dan anggota direksi. Biro arsitektur IBIV berkantor pusat di Bandung. Awalnya biro arsitektur ini kesulitan untuk mendapatkan proyek hingga akhirnya mereka mendapatkan banyak proyek dari Departemen Genie (militer) pada tahun 1937.

Tahun 1941, IBIV tumbuh menjadi biro yang sukses. Mereka memilki kantor pusat baru yang dilengkapi peralatan modern, memiliki karyawan lebih dari 60 orang dan portofolio yang beragam. Keadaan ini tidak berlangsung lama ketika akhirnya Vrijburg dikirim ke garis depan di Borneo, Kalimantan atas kewajiban dinas militer ketika Jepang menduduki Hindia Belanda.
Pendudukan Jepang ini berdampak besar kepada semua aspek kehidupan di Hindia Belanda tak terkecuali biro arsitek IBIV. Gmelig Meyling dan enam rekannya memasuki kamp internir Jepang sementara karyawan lainnya termasuk Ingenegeren tetap bekerja seperti biasa. Selama setahun Ingenegeren bekerja pada proyek-proyek Jepang untuk kepentingan perang seperti pangkalan udara di Nugini dan Minahasa serta kamp militer di Jawa. Situasi yang tidak nyaman bagi IBIV ini berlangsung hingga Agustus 1943. Hingga akhirnya Jepang memutuskan IBIV tidak lagi penting untuk perang yang mereka jalani, mereka melakukan PHK semua karyawan dan menutup serta menyita gedung kantor IBIV di Bandung. ***
Ping balik: Dongeng Bandung #8 (1) : Industriewijk Kiaracondong | Dunia Aleut!