Oleh : Fikri M Pamungkas
Hari ini, untuk yang kedua kalinya saya bersama Komunitas Aleut dan tim yang tergabung dalam ADP 2023 melakukan perjalanan momotoran ke Kota Nanas alias Subang. Rute perjalanannya sebagian hampir sama dengan perjalanan dua minggu lalu, tapi bukan Aleut namanya jika rute yang sama persis, maka tentunya ada hal yang berbeda. Selain itu, momotoran kali ini dilakukan hari Jumat, 22 Desember 2023, berbeda daripada jadwal momotoran biasanya.
Seperti biasa, beberapa hari sebelum momotoran saya bersama rekan ADP 2023 mengumpulkan informasi dan tujuan-tujuan yang akan dicari. Mencari informasi dari berbagai sumber literatur, misalnya buku, internet, serta dari web yang menyediakan peta-peta lama, sudah merupakan bagian dari tradisi dan proses belajar dan pelatihan di Aleut, terutama untuk saya dan rekan ADP 2023. Oiya tepat sehari sebelum momotoran, saat kami menyusun rute perjalanan, ADP 2023 telah mengadakan kelas literasi pengenalan peta dasar yang dilaksanakan di sekretariat Komunitas Aleut sore hari Kamis, 21 Desember 2023, jadi setelah menyerap apa yang telah disampaikan saat kelas literasi, langsung saja dipraktikkan di lapangan.
Dari sekian panjangnya rute perjalanan momotoran kali ini, ada satu tempat yang menarik, nyentrik, nan unik bagi saya, yaitu Cupumanik Coffee. Hayu ikut saya ke sana.. Singkat cerita, kami berangkat pagi hari dari Sekretariat Komunitas Aleut, lalu melaju melewati jalur Buniwangi, Maribaya, terus belok kiri melewati Desa Wangunharja, Cikawari, serta Puncak Eurad. Dari jalur tersebut tidak ada yang berbeda dengan perjalanan dua minggu sebelumnya, hanya lebih cepat karena tidak berhenti-berhenti lagi. Begitu pun dengan cuaca, panas teriknya matahari tetap menemani perjalanan ini. Sesampainya di Perkebunan Bukanagara, saya melirik sebelah kanan, tepat diatas perkebunan teh terdapat bangunan peninggalan kolonial Belanda berupa bangunan afdeling atau administratur perkebunan. Namun kali ini kami tidak berhenti dikarenakan tempat itu telah dikunjungi dua minggu lalu.

Tak jauh setelah memasuki kawasan perkebunan teh, saya melewati Pabrik Teh Bukanagara yang masih beroperasi. Jejak-jejak ketuaan masih terlihat walaupun sudah banyak mengalami perubahan. Tepat di depan pabrik teh tersebut, di sisi lapangan Cupunagara, terdapat sebuah tugu berukuran cukup besar yang menjulang. Tugu tersebut merupakan tanda pembukaan Jalan Pedati antara Cisalak dan Bukanagara oleh Raden Rangga Martayuda bersama dengan Thomas Hofland. Pada 1845 T. B. Hofland menjual sahamnya kepada adiknya, P. W. Hofland, sehingga perusahaan perkebunan menjadi milik P. W. Hofland sepenuhnya. Nama perusahaan pun diganti menjadi Maatschappij tot Exploitatie van de Pamanoekan en Tjiasem.

Setelah melewati lapangan Cupunagara, dari jalan berbatu belok ke kanan menuju lokasi Cupumanik Coffee. Jalanya masih berbatu kerikil kecil kecil, namun tak jauh dari jalur berbatu jalanya sudah cukup baik, bahkan sebagian memakai hotmix. Saya merasa ini akses yang gampang-gampang susah, memang melewati kawasan hutan dan perkebunan, bahkan jalanan berbatu-batu, tapi dapat diakses dengan mudah, bahkan menggunakan mobil.
Kurang lebih 550 meter dari lokasi tugu tadi, dengan menyusuri jalur berbatu dan perkampungan, tiba juga di tujuan. Dari kejauhan sudah terlihat tempat ini menyuguhkan keindahan pemandangan alam. Cupumanik Coffee dikemas dengan gaya tradisional-modern, instagramable juga, saya merasa perpaduannya dengan lingkungan alam sekitar begitu unik. Nuansa lokal terpampang dalam bentuk hiasan pewayangan Semar, serta karya kerajinan khas daerah.
Kebun kopi yang cukup luas terhampar di sebrang jalan, menyejukkan mata yang memandangnya. Selain itu, ternyata Cupumanik Coffee juga menyediakan Cottages Cupumanik yang terletak di kawasan perkebunan, tak jauh di sebrangnya. Saya bersama rekan-rekan mampir melihat-lihat ke sana, siapa tahu berjodoh dan bisa menyusun rencana untuk menginap di sana. Selain kota nanas, Subang juga sepertinya cocok untuk jadi kota kopi. Konon sekarang ada banyak sekali perkebunan kopi di Subang.

Nama Cupumanik Coffee cukup enak disebutkan, seenak salah satu menu kopinya yang kami pesan. Mungkin kata cupu di sini mengambil dari nama desa tempatnya berada, Cupunagara, tapi bisa juga sengaja dipilih dari kata yang memang eksis dan seirama dengan nama desanya. Cupumanik adalah wadah kecil, berbahan kayu atau logam, biasanya tempat untuk menyimpan perhiasan berharga. Nah cocok, bisa dipas-paskeun ke sana-sini, Cupumanik Coffee yang menyimpan kopi yang berharga, atau Desa Cupunagara yang menyimpan permata berbentuk perkebunan dan lingkungan alam yang indah? Hehe, semua bisa..
Riwayat Cupumanik Coffee bisa disimak di sini https://www.instagram.com/p/CJVEb04H9KN/

Secara administratif, Cupumanik Coffee terletak di jalur jalan utama Bukanagara-Cisalak, tidak jauh dari kantor Desa Cupunagara, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang. Lingkungan tempatnya berdiri bukanlah daerah terpencil atau di lereng gunung seperti yang sekarang cukup banyak ditemukan, melainkan di jalan utama di tengah perkampungan, dekat dengan sebuah sekolah dasar dan rumah-rumah penduduk lainnya. Jadi, di tengah keramaian desa. Yang unik desanya yang berada di kaki kompleks Pergunungan Canggah, di tepi kebun Tambaksari milik PTPN VIII. Situasi lingkungan yang seperti inilah yang membuatnya mengesankan.
Hamparan kebun kopi dan teh di depan mata membuat hidangan pesanan terasa lebih istimewa. Beberapa gelas minuman dingin dan panas, makanan ringan semacam rujak cireng, gehu, tempe goreng, tidak akan terasa habisnya karena nyamannya suasana sekitar. Bagi penikmat kopi, ada banyak sekali pilihannya, bisa cek instagramnya https://www.instagram.com/kopicupumanik/ sebelum berkunjung agar siap dengan berbagai pilihan yang akan dicicipi. Semua harga yang tercantum relatif terjangkau tanpa harus mengerutkan kening. Enjoylah..
Oya, di kaca pada pintu masuk saya lihat ada banyak sekali stiker, terutama dari komunitas, bikers, dan motoris. Ya ini jadi semacam tanda bahwa tempat ini sudah dikenal baik oleh banyak kalangan. Di zaman informasi kilat seperti sekarang ini, tempat-tempat seperti ini menjadi sangat mudah dikenal oleh masyarakat luas. Setiap akhir pekan, banyak orang berdatangan, bisa penuh sejak pagi sampai sore hari.
Tapi popularitas saja tentu tidak cukup, sudah banyak bukti tempat-tempat yang luar biasa ngehits ternyata hanya sebentaran saja, setelah itu sunyi, terlantar, dan akhirnya mati. Tempat seperti ini harus selalu memiliki kualitas tertentu yang dipelihara, dipertahankan, seperti makanan dan minuman dengan cita rasa yang baik, yang tidak asal bikin atau asal aneh/unik, pelayanan yang baik untuk semua pengunjung, harga yang terjangkau, dan seterusnya. Nah, sebagai tempat favorit saya yang terbaru, saya berharap semoga Cupumanik Coffee dapat bertahan menghadapi arus tren yang terus bergerak dengan sangat cepat ini. Saya masih akan datang lagi dan lagi…

Setelah merasa cukup kami beristirahat dan menikmati suasana di Cupumanik Coffee, kami bergegas melanjutkan perjalanan yang masih akan panjang hingaa sore atau malam nanti. Sampai jumpa dalam cerita lainnya. ***