UNI dan Seabad Dunia Sepak Bola di Kota Bandung: Bagian 4

USAHA NANTI ISTIRAHAT

Oleh: Haryadi Suadi

Kesebelasan UNI pada peringatan yubelium emasnya di tahun 1953. Tampak para pemain andalan UNI seperti Franciscus, Saris, Kiswoto, Budel, Kartono, dan Harting. Dok. Haryadi Suadi.

Lahirnya kembali UNI dari keadaan yang kacau balau ini sesungguhnya sesuai dengan cita- cita Kessler almarhum yang tak dapat dipatahkan semangatnya oleh siapa pun untuk bekerja keras demi kepentingan persepakbolaan (Pidato Komandan Militer Letkol Veth pada pembukaan Nieuw Houtrust 1 Maret 1947).

SEJAK tahun 1920-an bangsa kita tidak lagi cuma berpangku tangan sambil menonton. Mereka pun tidak ketinggalan membentuk organisasi sepak bola, seperti Persidja (Jakarta). BVB (Bandung), PSIM (Yogyakarta), VVB (Solo), PSM (Madiun), dan SIVB (Surabaya). Perlu diketahui bahwa Persib (BVB) di masa itu juga memiliki beberapa orang jagoan bolanya yakni Ibrahim Iskandar, Zainul Arifin, Saban, Cucu, Male, Sukiman, Ating Prawirasastra, dan empat orang Belanda, de Wolf, Boogh, Van der Putten, dan Wellfers.

Nama de Wolf di tahun 1930- 1936 terkenal sebagai the best keeper se-Bandung. Dialah yang telah berjasa mempertahankan benteng Bandung dalam kompetisi yang diadakan oleh NIVB di tahun 1931 sehingga kesebelasan Bandung berhasil meraih juara pertama. Ating di tahun 1958 menjabat sebagai Ketua Persib. Sementara itu, Ibrahim Iskandar menjadi Komisaris PSSI Wilayah Jawa Barat.

Kemudian, atas inisiatif Ir. Suratin, Dr. Soetomo, Oto Iskandar Dinata, Mr. Kusumaatmaja, dan Dr. Kayadu pada tanggal 29 April 1930 di Yogyakarta didirikan PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) semacam NIVB buatan Belanda. PSSI telah melahirkan nama-nama Maladi, Sunarto, Sarim, Rakhim, Sumadi, dan Dr. Suroso yang di masa itu mendapat julukan ‘bintang lapangan hijau’. Di tahun 1935 nama PSSI semakin berjaya dan bahkan kepopulerannya mampu mengimbangi NIVB.

Melihat kenyataan ini konon NIVB merasa tersaingi. Oleh karena itu, di tahun 1940 NIVB mengajak bekerja sama dengan PSSI. Tetapi, kerja sama itu hanya sebentar karena tentara Jepang keburu mendarat di Pulau Jawa.

Di masa pendudukan Balatentara Dai Nippon, semua organisasi olah raga buatan Belanda harus dimusnahkan, termasuk UNI, BVC, NIVB, NIVU dan masih banyak lagi. Lapangan Nieuw Houtrust diduduki tentara Jepang dan sebagian besar para pengurusnya dipenjarakan. Karena PSSI buatan bangsa kita, penguasa Jepang membiarkan organisasi ini tetap hidup dan para pemainnya didorong untuk tetap berlatih.

Di zaman ‘saudara tua’ ini banyak bermunculan grup-grup sepak bola buatan bangsa kita seperti Sencaki, Bata, Garuda, Bintang Timur, Alfutuwah, dan Nauli. Juga nama para jago bola yang sempat menjadi pujaan, antara lain Hamid, Sulaiman Siregar, Rakhim, Patiwael, Manuhutu, Abidin, dan Ahmad. Siregar dan Patiwael di awal tahun 1930-an masing-masing terkenal sebagai pemain kanan dalam dari SVBB dan SVJA (Sport Club Jong Ambon). Sementara itu, Abidin merupakan pemain andalan dari kesebelasan Betawi sejak tahun 1929. Dia sempat dijuluki geboren voetballer (dilahirkan untuk menjadi pemain bola).

Satu tahun sesudah Indonesia merdeka, para anggota UNI bermunculan dan aktif kembali. Di bawah komando Kapten Mastenbroek (mantan pemain kanan luar UNI) para anggotanya segera membenahi kembali lapang Nieuw Houtrust yang sudah porak-poranda akibat ulah tentara Jepang. Tanggal 1 Maret 1947 bendera UNI berkibar kembali sebagai tanda diresmikannya Nieuw Houtrust.

UNI MASUK PERSIB

Di tahun 1950 kondisi dunia persepakbolaan di Tanah Air kita tampaknya sudah normal kembali. Ketika Indonesia telah berdaulat penuh di tahun 1950, terjadi beberapa peristiwa penting dalam dunia sepakbola di Tanah Air kita. Pemerintah RIS (Republik Indonesia Serikat) telah mendirikan ISNIS (Ikatan Sepak Bola Negara Indonesia Serikat). ISNIS yang mengganti kedudukan PSSI ini, pa- da tahun itu juga telah menyelenggarakan pertandingan kompetisi untuk merebut kejuaraan se-Indonesia. Dalam kompetisi itu ISNIS telah memilih pemain kanan dalam dari PSMS Ramlan sebagai pemain terbaik se-Indonesia. Kehebatan permainan Ramlan ini telah dipuji oleh seorang wartawan Belanda dari surat kabar AID de Preanger Bode Bandung. Komentarnya yang dimuat dalam surat kabar tersebut yang terbit tanggal 29 Mei 1950 itu, kira-kira berbunyi sebagai berkut: “Kepandaian Ramlan boleh dikata bertaraf internasional yang menakjubkan lawan maupun kawan dengan banyaknya kepiawaiannya yang jarang terlihat di atas lapang bola Bandung ini, seperti kecepatan, permainan posisi dan kejituan menembak. Kami langsung teringat kepada Adam pemain internasional bangsa Belanda di zaman keemasannya, ketika menyaksikan permainan Ramlan”.

Pujian terhadap Ramlan ini telah membuktikan bahwa pihak Belanda pun telah mengakui akan kemampuan para pemain kita.

Peristiwa lain yang juga perlu dicatat, di tahun 1951 secara resmi UNI menjadi anggota Persib. Namun, para pemainnya yang berjaya di tahun 1930-an semakin berkurang karena pulang ke negeri Belanda atau meninggal. Kemudian muncullah para pemain muda seperti Harting, van Bommel, van Oslen (kiper), Franciscus, Budel, dan Saris. Kabar yang cukup penting yakni untuk pertama kali UNI telah melibatkan para pemain bangsa kita yakni Kartono, Kaelani, Suroso, dan Kiswoto.

Dalam perayaan yubelium emasnya (ultahnya yang ke-50) di tahun 1953 UNI menggelar pertandingan yang membuat namanya kembali berjaya. Dalam pertandingan itu UNI telah mencukur BVC Jakarta dengan angka 4-0. Masih dalam perayaan itu UNI berhadapan dengan HBS (Surabaya), Hercules (Jakarta), dan P3, yang dimenangkan oleh HBS, dan UNI berada di urutan ke- 2.

Dalam tahun yang sama UNI berhasil menjagoi dunia persepakbolaan se-Indonesia. Mereka berhasil menggondol kejuaraan kompetisi Persib, dan UNI meraih juara 1 yang disusul oleh Mars (Solo) dan Bintang Merah. Juga dalam kompetisi tahun berikutnya telah keluar tiga pemenang, yakni juara I Sunda serta juara II dan III masing-masing diraih oleh UNI dan IPPI.

Dalam kompetisi itu UNI telah mendjadi buah bibir masyarakat dan disanjung oleh beberapa surat kabar. Seperti misalnya Harian Pikiran Rakjat tanggal 4 Januari 1954 telah berkomentar demikian: “Sesudah memulai debutnya yang gemilang dalam kompetisi kelas utama, kesebelasan UNI kini menempati tempat ke dua sesudah Sunda”.

Namun, di tahun berikutnya be- berapa orang pemain andalannya, telah meninggalkan UNI. Van Anker, van Bommel, Saris, dan pelatih Piet Moolhuyzen alias Pemo pulang ke negerinya. Juga Kartono, Kiswoto, Kaelani, dan Saroso pindah ke perkumpulan lain.

Oleh karena itu tidak mengherankan pada kompetisi di tahun-tahun selanjutnya UNI mengalami kemunduran. Pada kompetisi Persib tahun 1955 dan 1956, kedudukan UNI merosot ke urutan ke-7. Tahun itu juga UNI menyelenggarakan lagi pertandingan antar kota yang diikuti Hercules, Sunda, dan P3. Dalam pertandingan ini, UNI tidak berkutik. Mereka harus mengakui keunggulan Hercules dengan angka 5-1. Kemudian pada kompetisi yang sama di tahun berikutnya kedudukan UNI memang naik, namun hanya sampai urutan ke-4.

SATU ABAD UNI

Perayaan yang paling meriah dalam sejarah UNI adalah ketika merayakan yubelium emasnya (ultah yang ke-50) di tahun 1953. Suatu tradisi UNI dalam setiap memperingati ultahnya, yaitu membuat acara yang mengistimewakan dua hal, yakni menghormati lapangan Nieuw Houtrust dan jasa Teddy Kessler sebagai pendiri UNI.

Berdasarkan tradisi itulah pada yubelium emasnya ini, diadakan acara khusus yakni meresmikan bangunan (semacam monumen) dan pemasangan batu nisan di makam Paatje Teddy Kessler yang disemayamkan di kompleks pemakaman Jalan Pandu. Dalam waktu yang sama di clubhuis Nieuw Houtrust telah dipasang prasasti yang berbunyi: “Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya kepada Teddy Kessler pemimpin besar UNI dan perintis Nieuw Houtrust”. Sesudah itu barulah dilaksanakan acara hiburan berupa pertandingan setengah kompetisi antara HBS (Surabaya), Hercules (Jakarta), P3 (Bandung) dan tuan rumah UNI. Kemudian pesta besar-besaran digelar di Sociteit Concordia (sekarang Gedung Merdeka) yang konon tidak bisa menampung para tamunya yang begitu banyak.

Namun pesta jor-joran ini tampaknya merupakan awal memudarnya nama UNI. Para pengurusnya yang sebagian besar masih dipegang orang Belanda, seperti F. van Haver, J. Klabbers, F. Weisglas, Adrians, Franciscus Baumgarten, agaknya tidak mampu lagi mempertahankan gengsi klubnya. Perlu dicatat bahwa di tahun 1957 dalam jajaran pengurusnya, UNI mulai melibatkan bangsa kita, yakni ketua, penulis, bendaharawan, dan penasihat hukumnya yang masing-masing diduduki oleh Marjuki, Kusnendi, Endang Suparman, dan Mr. Suardi.

Nama perkumpulan sepak bola UNI dalam usianya yang ke 100 tahun ini, memang tidak seharum doeloe. Kini keadaannya telah banyak berubah. UNI yang semula singkatan dari Uitspaning Na Onspaning (Bersenang-senang sesudah bekerja keras) telah diindonesiakan menjadi “Usaha Nanti Istirahat”. Juga kondisi lapangan Nieuw Houtrust beserta bangunan peninggalan lamanya, kini amat memprihatinkan. Di lapangan itu tidak lagi tampak tanda-tanda bekas masa jayanya yang berlangsung lebih dari setengah abad itu. Bahkan, sudah tidak layak untuk dijadikan arena sepak bola. Untuk mengatasinya pihaknya punya rencana untuk pindah ke lapangan baru yang terletak di daerah Gedebage.

Kendati demikian, klub yang sekarang diketuai oleh Bapak Risnandar Soendoro dan wakilnya Bpk H. Mukti Suwondo itu, masih eksis. Mereka tetap kompak, giat berlatih, dan tidak pernah absen dalam percaturan dunia persepak-bolaan di Tanah Air kita. Nama-nama anggotanya seperti Eka Ramdani, Yaris Riyadi, dan Budiman tidak asing lagi di kalangan penggemar bola di Indonesia.

Dalam memperingati ultahnya yang ke-100 ini, sekalipun tidak semeriah yubelium emasnya di tahun 1953, seyogjanya pihak UNI melaksanakan tradisi yang biasa dilakukan oleh para pendahulunya. Paling tidak ada upaya untuk mengusut kembali keberadaan makam Teddy Kessler. Pasalnya, konon pihak UNI sekarang sudah tidak tahu lagi di mana dan bagaimana nasib makam tokoh yang di masa lalu selalu dihormati dan diziarahi oleh para anggotanya itu.***

Tinggalkan komentar