Tag: Trunojoyo

Catatan Ngaleut Kawasan Trunojoyo – Bagian 2

Catatan Ngaleut Kawasan Trunojoyo – Bagian 2:
Nama-nama Jalan

Mencatat Sudut Kota 031113b
Poster oleh @pamanridwan.

Tulisan ini adalah lanjutan dari bagian pertama CATATAN NGALEUT KAWASAN TRUNOJOYO. Bagian pertama adalah rangkaian perjalanan serta catatan sejarah ringkas dan situasi yang terlihat, sedangkan pada bagian ini saya ingin memberikan penjelasan tentang nama-nama yang hadir di kawasan ini.

Tetapi sebelum melanjutkan, saya ingin menyampaikan isi pikiran yang selama ini sering mengganggu, sebetulnya bagaimana memilih dan menentukan nama-nama tokoh yang dipergunakan sebagai nama jalan di kawasan ini? Atau pertanyaan semacam kenapa nama jalan Sultan Agung atau Diponegoro misalnya, ditempatkan di ruas jalan utama dibandingkan dengan nama-nama seperti Geusan Ulun, Pangeran Kornel, atau Wiraangunangun ? Bahkan nama bupati seperti Martanagara yang punya banyak jasa bagi kota ini kenapa malah disematkan pada jalan kecil yang jauh di sebelah selatan kota?

Kawasan Trunojoyo-b

Baiklah, saya langsung ke nama pertama di kawasan ini, yaitu Jl. Sultan Agung d/h Heetjansweg. Ruas jalan Sultan Agung tidak terlalu panjang, namun lebih lebar dibanding jalan-jalan lain di kawasan Trunojoyo. Letaknya juga strategis karena menjadi salah satu ruas jalan utama yang menghubungkan Dago dengan kompleks vila di kawasan ini, Continue reading

Catatan Ngaleut Kawasan Trunojoyo – Bagian 1

Mencatat Sudut Kota 031113b
Poster oleh @pamanridwan.

Berikut ini adalah catatan santai kegiatan @KomunitasAleut hari ini, Minggu, 3 November 2013. Jelajah kawasan yang dipilih adalah seputaran Jl. Trunojoyo, seperti terlihat dalam peta, dengan batas-batas luar (warna kuning) Jl. Dago (barat), Jl. Trunojoyo-Bahureksa (selatan), Jl. Banda-Cimandiri (timur), dan Jl. Maulana Yusuf-Diponegoro (utara).

Kegiatan ngaleut berlangsung dari jam 8 pagi dan selesai sekitar jam 1 siang atau kalau menurut sistem pembagian waktu budaya Sunda, berlangsung sejak Wanci Ngaluluh Taneuh hingga Wanci Lingsir. Hari yang cerah, namun dengan temperatur yang lebih panas dari biasanya. Jumlah peserta ngaleut hari ini 24 orang, termasuk 8 orang anggota/kawan baru.

Trunojoyo-02
Cuplikan peta dari Google Earth.

Sebagai titik awal perjalanan dipilih tempat berkumpul di depan patung PDAM (depan gedung Driekleur/BTPN) di pertigaan Jl. Dago-Jl. Sultan Agung. Seluruh peserta dibagi ke dalam dua kelompok perjalanan dengan masing-masing rute:

  1. Sultan Agung – Bahureksa – Tirtayasa – Kawasan Gempol – Cilamaya – Banda – Tirtayasa – Wiraangunangun. Kelompok ini dipimpin oleh Vecco dan Mentari.
  2. Sultan Agung –Geusanulun – Maulana Yusuf – Pangeran Kornel – Adipati Kertabumi – Aria Jipang – Diponegoro – Gempol – Wiraangunangun. Kelompok ini dipimpin oleh Hani dan Atria.

Hingga akhir abad ke-19, pola permukiman di Bandung memisahkan kawasan hunian secara sosial dan morfologis. Kawasan hunian orang Eropa (Europeesche zakenwijk) berada di sebelah utara rel kereta api dan kawasan bagi kaum pribumi berada di sebelah selatan. Kelompok sosial lainnya, yang terdiri dari bangsa-bangsa timur seperti Arab, India dan terutama Tionghoa berada di sebelah barat (Pecinan). Pembangunan sarana kota pada masa ini lebih terpusat di sekitar Alun-alun dan di kawasan sepanjang jalur rel kereta api.

Wacana, dan akhirnya, rencana pemindahan ibukota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandoeng yang berlangsung di awal abad ke-20 mengundang pembangunan kota secara besar-besaran. Berbagai sektor industri dibuka dan dipusatkan di Bandung. Kawasan hunian modern dibangun, terutama di kawasan sebelah utara kota. Rumah-villa dan kompleks-kompleks perumahan pegawai kantor-kantor pemerintahan pun didirikan di sejumlah lokasi.

Tentang perancangan dan pembangunan kota Bandung pada masa itu bisa dibaca di sini

http://mooibandoeng.wordpress.com/2013/06/05/bandoeng-1918-bagian-1/ dan

http://mooibandoeng.wordpress.com/2013/06/05/bandoeng-1918-bagian-2/

Promosi kenyamanan tinggal di kota Bandung dilakukan di mana-mana. Komunitas semacam Vereeniging tot nut van Bandoeng en Omstreken yang terdiri dari tokoh-tokoh Eropa dan kalangan pejabat pribumi Bandung turut membantu pengembangan Bandung menjadi kota modern. Kegiatan komunitas ini kemudian dilanjutkan oleh banyak kelompok lain, terutama Bandoeng Vooruit yang banyak membantu dalam mengembangkan fasilitas dan promosi dalam kepariwisataan Bandung. Pembangunan sarana perkotaan di Bandung saat itu berlangsung dengan sangat cepat. Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑