Tag: SEKITAR BANDUNG LAUTAN API (Page 3 of 3)

Sekitar Bandung Lautan Api: “Palagan Bandung” Bagian 2

Oleh: Komunitas Aleut

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan Sekitar Bandung Lautan Api: “Palagan Bandung”

Tulisan Bagian 1 bisa dibaca di sini.

PENGOSONGAN BANDUNG UTARA

Tanggal 27 November, Jendral MacDonald meminta Gubernur Sutardjo untuk datang ke markas tentara Inggris di Bandung Utara. Gubernur harus datangd dengan bendera putih di atas mobilnya dan diantar oleh tentara Inggris. Dalam pertemuan ini MacDonald menyerahkan ultimatum yang ditujukan kepada penduduk Bandung:

  1. Orang-orang Indonesia tidak boleh berada di sebelah utara jalan kereta api.
  2. Penduduk harus segera menyerahkan semua senjata api atau senjata tajam kepada Sekutu.
  3.  Tempat-tempat RAPWI (Recovery of Allied Prisoners and Internees) dan tempat-tempat yang dijaga oleh tentara Jepang tidak boleh didekati oleh rakyat dalam jarak 200 meter.
  4. Tidak boleh memasang rintangan-rintangan. Bila ada rintangan-rintangan yang dijaga, maka penjaga-penjaganya akan ditembak.
  5. Ultimatum berlaku dalam tempo 2 x 24 jam, sampai 29 November 1945 pukul 24.00
Continue reading

Sekitar Bandung Lautan Api: “Palagan Bandung” Bagian 1

Oleh: Komunitas Aleut

Pada 29 September 1945, tentara Sekutu yang dipimpin oleh Panglima Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI), Letjen Sir Philip Christison, melakukan pendaratan di Tanjung Priok. Kapal perang bernama Cumberland ini mengangkut tiga divisi tentara Sekutu, salah satunya, 23rd Division yang dipimpin oleh Mayjen DC Hawthorn yang akan bertugas di wilayah Jakarta dan Jawa Barat.

Malam sebelumnya, Panglima South East Asia Command (SEAC), Lord Louis Mountbatten, mengeluarkan pengumuman dari Singapura yang menyatakan bahwa kedatangan tentara Sekutu tersebut adalah untuk melindungi dan mengungsikan tawan-tawan perang, lalu melakukan pelucutan dan mengembalikan tentara Jepang, dan menjaga keamanan dan ketentraman wilayah dalam melakukan dua tugas tersebut.

Rakyat Indonesia tidak serta merta mempercayai rencana ini. Terbukti, pada hari berikutnya, tentara Sekutu meminta untuk menempatkan pasukan-pasukannya di Bogor dan Bandung. Menghadapi ini, Gubernur Jawa Barat, Sutarjo Kartohadikusumo dan Residen Ardiwinangun membuat pertemuan dengan dengan pemimpin-pemimpin Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan badan-badan perjuangan.

Continue reading

Sekitar Bandung Lautan Api: “Achmad Wiranatakusumah dan Batalyon Siluman Merah A3W” Bagian 2

Oleh: Komunitas Aleut

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan Sekitar Bandung Lautan Api: “Achmad Wiranatakusumah”

Tulisan Bagian 1 bisa dibaca di sini.

POSKO DI SAPAN-CIPAMOKOLAN DAN PERISTIWA BUAHBATU

Setelah BLA, Batalyon III Resimen 8 pimpinan Mayor Achmad Wiranatakusumah mengambil posisi di daerah Sapan dengan garis demarkasi di Cipamokolan. Salah satu regunya dari Kompi II pimpinan Sersan Mayor Sirodz yang berpatroli di daerah Buahbatu, berpapasan dengan patroli Belanda, dan pertempuran pun tak terhindarkan. Komandan patroli yang bernama De Hand tewas. Regu Sirodz membawa mayat De Hand dengan pedati dan di sepanjang jalan mayat itu disoraki orang. Kemudian mayat itu dipamerkan dengan disandarkan di pagar posko.

Penggalan Jalan Sapan yang sampai saat ini sebagian wilayahnya masih berupa persawahan luas. Foto: Google Maps.

Belanda yang marah karena peristiwa itu menyerang pertahanan regu Sirodz dengan mortir dan mengejarnya dengan brencarier. Walaupun tidak ada korban jiwa, namun peristiwa ini membuat Batalyon Achmad mundur ke Talun, Garut. Dari Garut, Batalyon achmad pindah lagi ke Soreang, dekat perbatasan Ci Tarum. Di sini Achmad mendapat tambahan dua personil, yaitu HR Dharsono dan Lettu Poniman. Dalam suatu pertempuran dengan Belanda yang berhasil merebut Soreang, Batalyon Achmad pindah ke Ciwidey dengan posko di Pasirjambu.

Di halaman Kantor Kelurahan Derwati ada monumen ini. Angka tahun yang tertera menunjukkan di sekitar peristiwa Bandung Lautan Api, sayangnya tidak ada informasi apa pun yang kami dapatkan mengenai monumen ini. Foto: Deuis Raniarti.
Continue reading

Sekitar Bandung Lautan Api: “Achmad Wiranatakusumah dan Batalyon Siluman Merah A3W” Bagian 1

Oleh: Komunitas Aleut

Kisah berikut ini disarikan dari buku “Letjen TNI Achmad Wiranatakusumah; Komandan Siluman Merah”  yang ditulis oleh Aam Taram, RH Sastranegara, dan Iip D. Yahya, dan diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2019. Beberapa informasi lain, kami dapatkan dari sejumlah buku lain yang menyinggung kiprah Achmad Wiranatakusumah, dan dari rangkaian perjalanan Komunitas Aleut menyusuri sejumlah jejak Bandung Lautan Api di luar Kota Bandung selama bulan Maret-April 2023.

PADJADJARAN JEUGD TROEP

Achmad Wiranatakusumah dilahirkan di Bandung pada 11 Oktober 1925. Dari namanya, mudah diterka, dia keturunan keluarga Bupati Bandung. Ayahnya, Muharam Wiranatakusumah, adalah Bupati Bandung antara tahun 1920-1931, dan sebelumnya merupakan Bupati Cianjur periode 1912-1920. Ibunya, RA Oekon Sangkaningrat, adalah keturunan Bupati Sumedang, dan merupakan perempuan pertama yang menjadi anggota Gemeenteraad Bandung.

Continue reading

Sekitar Bandung Lautan Api: Bale Soeriapoetra, Soreang

Oleh: Komunitas Aleut

Bale Soeriapoetra di Jalan Raya Banjaran-Soreang. Foto: Reza Khoerul Iman

Tanggal 23 Maret 1946 sore, tentara Sekutu menyebarkan pamflet-pamflet di Bandung, isinya menyatakan bahwa sebelum pukul 24.00 tanggal 24 Maret 1946 semua pasukan bersenjata harus sudah ke luar dari Kota Bandung.

Pagi hari tanggal 24 Maret, Kolonel Nasution menemui Kolonel Hunt dari Staf Divisi Sekutu di Bandung yang menanyakan keputusan dari pertemuan Nasution dengan Perdana Menteri Syahrir tentang keharusan mengosongkan Kota Bandung. Katanya, hari itu juga Nasution harus mengeluarkan semua pasukan bersenjata sampai di luar lingkaran 10 kilometer dari kota.

Nasution menjawab, bahwa tidak mungkin mengungsikan lebih dari 10.000 orang tentara dan laskar , apalagi dengan barang-barang perlengkapannya. Yang pasti, tidak akan terhindarkan terjadinya pertempuran.Pengosongan kota juga akan mengakibatkan pengungsian sejuta rakyat Bandung.

Ketika itu Pemerintah Pusat sudah menyetujui rencana pengosongan Kota Bandung dengan syarat, bahwa pemerintah sipil tetap berada di dalam kota. Pukul 10.00 Nasution dijemput oleh Kapten Sugih Arto seraya melaporkan bahwa bom-bom patok sudah dipasang di jalan-jalan. Di pos komando di Regentsweg (Jalan Dewi Sartika) diadakan rapat kilat dengan komandan dan staf dari MP3, Pemerintah Sipil, dan tokoh-tokoh KNI (Komite Nasional Indonesia).

Pihak sipil mencoba meminta penundaan batas waktu, namun ditolak oleh pihak Sekutu. Wakil Persatuan Perjuangan, Kamran dan Sutoko, memberikan pertimbangan agar laskar-laskar bersama rakyat semua keluar saja, tapi Bandung harus dibakar.

Akhirnya, disepakati beberapa hal seperti yang sudah disampaikan dalam tulisan sebelumnya, di antaranya bahwa semua pegawai dan rakyat akan ke luar kota sebelum pukul 24.00, tentara akan melakukan bumi hangus semua bangunan yang ada, dan rencana bahwa sesudah matahari terbenam pasukan dari utara akan melakukan bumi hangus wilayah Bandung Utara dan dari pasukan-pasukan di selatan akan melakukan penyusupan ke utara.

Continue reading

Sekitar Bandung Lautan Api: Pangaritan

Oleh: Komunitas Aleut

Profesor Sudjoko, Ph.D, seorang guru besar ITB, pernah menulis, bahwa “Tanpa rekaman tertulis sebanyak-banyaknya, Indonesia Merdeka akan dilanjutkan kisahnya oleh rakyat yang hanya memiliki pengetahuan samar dan sesat mengenai Revolusi Agung itu. Selama puluhan tahun kita masih tetap saja mandek di tahap pandai bicara tentang Pewarisan Nilai-nilai Empat Lima.

Selanjutnya, “Inilah jenis pewarisan yang nyata, yang kelak tidak tergantung lagi pada ada tidaknya Pejuang Revolusi di lingkungan kita. Pustaka mempunyai kehidupan sendiri, dapat hidup ribuan tahun dan dapat dibaca ratusan juta orang. Rekaman jenis lain ialah film dan sinetron.

Kita sekarang sudah bosan membuatnya dan saya yakin karena sudah bosan pada kisah Revolusi. Seakan terdengar suara bosan. ‘Lupakan saja masa silam. Kita punya urusan yang lebih penting.’ Pemodal bosan, wartawan bosan, dan semua bosan. Jumlah orang yang masih mau mengingat Revolusi susut dengan deras. Hampir semua tidak punya saya apa-apa dan dibiarkan terlantar.”

Cuplikan tulisan di atas dibuat oleh Sudjoko sebagai sambutan atas terbitnya buku “Tiada Berita dari Bandung Timur 1945-1947” karangan R.J. Rusady W. yang diterbitkan oleh PT Luxima Metro Media dan USR Associates pada tahun 2010.

Continue reading

Sekitar Bandung Lautan Api: Dayeuhkolot, Cilampeni

Oleh: Komunitas Aleut

Jembatan Dayeuhkolot, baru (kiri) dan lama (kanan). Foto: Deuis Raniarti.

PERTAHANAN DI SEPANJANG GARIS DEMARKASI CI TARUM

Setelah Kota Bandung dikosongkan pada tanggal 24 Maret 1946 (baca tulisan sebelumnya dalam serial “Sekitar Bandung Lautan Api” ini), baru keesokan harinya pasukan Inggris berani memasuki daerah Bandung Selatan. Saat itu, AH Nasution sebagai Komandan Divisi III sudah menempatkan markas komandonya di Kulalet, di sisi selatan Jembatan Dayeuhkolot. Resimen 9/Bandung yang dipimpin oleh Letkol Gandawijaya, Resimen 8/Cililin yang dipimpin Abdurachman, Resimen Pelopor yang dipimpin Abdullah, dan MP3 yang dipimpin oleh Sutoko, masing-masing sudah mengambil posisi pertahanan di sepanjang sungai Ci Tarum. Pertahanan-pertahanan baru berada di Dayeuhkolot, Cilampeni, Batujajar, dan di timur Ujungberung.

Continue reading

Sekitar Bandung Lautan Api: “Banjir Darah di Cijawura Buahbatu Bandung”*

Oleh: Komunitas Aleut

Mesjid Pasantren Margasari Cijawura yang pernah dibombandir Belanda sehingga hancur berantakan.

KEPERCAYAAN TERHADAP MAGIS

Ada hal menarik yang kami baca dari buku Bandung in the Early Revolution, 1945-1946 karya John R.W. Smail yang diterbitkan oleh Cornell University, lthaca, New York, tahun 1964. Di halaman 103 tertulis: “Something of the extraordinary atmosphere which prevailed in Bandung during these weeks of anarchy can be conveyed by a description of three of the most characteristic aspects, the heightened reliance on magic, the widespread and almost paranoiac suspicion and the practice of atrocities”. (Suasana luar biasa yang terjadi di Bandung selama beberapa minggu penuh kekacauan dapat dideskripsikan dalam tiga aspek yang paling khas, yaitu ketergantungan yang meningkat terhadap magis, kecurigaan yang luas dan hampir paranoik, serta praktik kekejaman).

Continue reading
Newer posts »

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑