Tag: F. W. Brinkman

Sekilas Arsitek F. W. Brinkman

Oleh: Aditya Wijaya

Rasanya tidak ada ide yang muncul saat saya ingin menulis arsitek bernama Brinkman ini. Informasi yang beredar pun sedikit sekali hingga nama lengkap dan foto diri saja saya tidak menemukannya. Hanya ada sematan angka tahun di samping namanya, Frederik Brinkman (1878-1944).

Sudah ada beberapa tulisan terkait arsitek di Bandung yang saya buat. Lumayan untuk menyicil bekal informasi di masa depan. Dalam membuat tulisan mengenai arsitek-arsitek di Bandung, terkadang muncul informasi data keras yang jarang dibahas atau disebutkan dalam kesejarahan Bandung. Seperti Brinkman ini, saya menemukan fakta bahwa dialah arsitek di balik gedung perbelanjaan monumental di Jl. Asia Afrika yaitu Toko de Zon.

Iklan di Koran Preanger Bode, tahun 1914 (Delpher)
Toko De Zon N.V. di Jalan Asia-Afrika (Columbus)

Brinkman mengawali karirnya sebagai Insinyur Pengawas Militer Genie Kelas 3 di Surabaya pada tahun 1908. Kemudian ia melanjutkan karirnya sebagai arsitek di Bandung pada tahun 1912-1927. Karya awal Brinkman di Bandung adalah dua buah villa besar yang indah berlokasi di Jl. Sumatera, Bandung. Awalnya Brinkman membangun Villa Bella Vista di tahun 1913 kemudian diikuti dengan Villa De Hort di tahun 1914. Villa De Hort saat ini menjadi kantor DP3AKB Provinsi Jawa Barat. Kemudian Brinkman membangun perumahan untuk De Ijsfabriek atau Sari Petojo Kebon Sirih di tahun 1922.

Pada 1 Juli 1929, Brinkman bermitra dengan G. H. Voorhoeve. Kantor Arsitek dibentuk dengan nama “Kantor Arsitek dan Teknik Hindia Belanda F. W. Brinkman, Arsitek; G. H. Voorhoeve, insinyur sipil” di Bandung. Kantor tersebut terletak di Oude Hospitaalweg 27. Kantor itu bertanggung jawab menangani proyek-proyek seperti Sekolah Army of Salvation, Oosterkerk atau sekarang menjadi GPIB Maranatha, Christelijke Mulo, bioskop Elita, bioskop Oriental, dan beberapa sekolah di Cianjur, Cirebon, dan Tasikmalaya. Selain itu, Brinkman juga merancang pasar-pasar yang ada di Bandung. Sayangnya saya tidak menemukan informasi lebih lanjut terkait pasar ini.

Ada beberapa bangunan lagi karya Brinkman seperti Gedung Singer di Jl. Asia Afrika yang proses pembongkarannya pada tahun 1993 mengundang protes dan demonstrasi dari warga Kota Bandung.  Lalu ada pula Gedung Perhimpunan Ons Aller Belang, 19 rumah di Jl. Dederuk dan Julianaschool di Jl. Ambon. Tak lupa salah satu rumah tinggal paling indah di Bandung yaitu Villa Mei Ling.

Seperti nasib beberapa arsitek lainnya yang berkiprah di Hindia Belanda, Brinkman meninggal dunia di Kamp Interniran di Ambarawa pada 16 Agustus 1944.

Gedung Singer akhir tahun 1970an, Jl. Asia Afrika (Dorothee Segaar-Höweler)
Gedung Ons Aller Belang (KITLV)

Sumber:

  1. Buku Architectuur & Stedebouw in Indonesie, Huib Akihary
  2. Buku Arsitektur di Nusantara, Obbe Norbruis
  3. Bandoeng en Omstreken in Kaart Woord en Beeld, November 1933
  4. Artikel Majalah Moesson, Geertrudes Herman Voorhoeve Bouwkundig ingenieur in Bandoeng, Connie Suverkropp ***

Bioskop di Bandung

Awal Kedatangan

Walaupun popularitasnya sudah tidak seperti 30 tahun lalu, namun bioskop ternyata masih menjadi salah satu media hiburan anak muda masa kini. Saat ini sepertinya sudah tidak ada gedung bioskop yang berdiri sendiri karena umumnya menjadi bagian dari mal atau pusat pertokoan. Satu bioskop bisa punya beberapa ruang sehingga namanya menjadi serial menggunakan nomor urut sesuai jumlah ruang putar film yang dimiliki.

Lain sekarang, lain dulu. Di Bandung baheula terdapat puluhan gedung bioskop yang berdiri sendiri. Bioskop2 ini terdiri dari berbagai kelas, mulai dari yang mewah sampai yang merakyat tanpa gedung alias misbar (gerimis bubar). Semakin mewah sebuah gedung bioskop, semakin tinggi juga kelas sosial pengunjungnya. Sebagian bioskop punya spesialisasi pemutaran film dari kategori tertentu. Selain itu, ada juga bioskop yang hanya memutarkan film dari distributor tertentu saja.

Pemutaran film dalam ruang bernama bioskop di wilayah Indonesia dimulai di Batavia. Waktunya hanya terpaut lima tahun dari saat pertama teknologi ini diperkenalkan di sebuah kedai kopi, Grand Cafe, Boulevard des Capucines, Paris oleh Lumiere bersaudara pada 28 Desember 1895. Kedatangannya di wilayah Indonesia bahkan mendahului ke Korea (1903) dan Italia (1905).

Pada tanggal 30 November 1900, koran Bintang Betawi memuat iklan persiapan pertunjukan perdana ini: De Nerdelandsche Bioscope Maatschappij (Maatschappij Gambar Idoep)nmemberi tahoe bahoewa lagi sedikit hari ija nanti kasi liat tontonan amat bagoes, jaitoe gambar-gambar idoep dari banjak hal jang belon lama telah kedjadian di Europa dan di Africa Selatan.

Beberapa hari berikutnya, 4 Desember 1900, Bintang Betawi memuat lagi iklan bahwa mulai keesokan harinya akan diselenggarakan pertunjukan besar pertama yang akan berlangsung setiap malam. Waktu pemutarannya setiap jam 19.00 bertempat di sebuah rumah di Tanah Abang Kebondjae, bersebelahan dengan bengkel mobil Maatschappij Fuschss. Kelak rumah ini akan menjadi The Rojal Bioscope.

Film pertama yang diputar adalah kompilasi film dokumenter yang berisi: Masoeknja Sribaginda Maharatoe Olanda bersama-sama jang moelja Hertog Hendrik kedalem kota Den Haag, roepa-roepa hal jang telah terdjadi didalem peperangan Transvaal. Lebih djaoeh ditontonkan djoega  gambarnja barang-barang matjem baroe jang telah ada di tentoonstelling di kota Parijs (Bintang Betawi, 30 November 1900).

Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑