Tag: Datar Kiara

Catatan Perjalanan : Ngaleut Dewata 2

P_20180303_142237_PN
Perkebunan Teh | © Tegar Sukma A. Bestari

Oleh: Tegar Sukma A. Bestari (@teg_art)

Dikejauhan kabut mulai turun, perlahan menyelimuti perbukitan sebagai tanda hari sudah mulai sore. Hari itu, pukul 16.30 saya duduk ditemani kucing kampung berwarna abu-abu yang dekil dan tidak terurus namun cukup gemuk. Sebenarnya saya sedang menunggu satu-satunya penambal ban di kawasan ini. Di sini penambal ban adalah profesi sampingan sehingga saya harus menunggu sang tukang hingga waktu kerja usai.

Biasanya semua pekerja pulang pukul 16.00, namun khusus hari itu ada pekerjaan tambahan bagi penambal ban. Saya sabar saja menunggu, toh tidak ada pilihan lain karena untuk keluar dari kawasan kebun teh ini harus melewati 18km dengan jalan yang bisa merusak motor. Sambil sesekali melihat jam tangan saya memperhatikan cara berkomunikasi warga karena Telkomsel yang saya gunakanpun sama sekali tak bersignal. Pemilik rumah menggunakan handie talkie untuk mengabarkan kedatangan saya pada penambal ban dan yang mengejutkan ternyata kabar ini bukan saja didengar oleh penambal ban tapi oleh seluruh rumah di kawasan kampung ini. Pantas saja sudah 4 orang yang lewat menyapa saya kurang lebih dengan bahasa yang sama “aduh meni jauh ti Bandung, ke sakedap Cep tabuh 5 ge dongkap” dan sayapun hanya bisa menjawab dengan malu “muhun, pa/bu”.

Continue reading

Dewata yang Membawa Luka, Tawa, dan Was-was

Imajinasi di Dewata
Petualangan Menuju Dewata | © Fan_fin

Oleh: Hendi “Akay” Abdurahman (@akayberkoar)

“Kay, ban tukang kempes,” sahut Ervan setengah berteriak. Saya memperlambat laju motor. Kania, partner saya dalam Perjalanan Ngaleut Dewata jilid 2 ini, mengingatkan saya agar menepi jika menemukan tukang tambal ban. Saya mengangguk pertanda mengiyakan.

Hujan yang turun dari pagi membuat jalanan basah dan licin. Tak berapa lama, Kania menepuk pundak dan menyuruh saya untuk berhenti karena dia melihat tukang tambal ban. Entah sedang melamun atau justru terlalu serius berkendara, saya kaget dan menarik handle rem secara mendadak. Motor tersungkur, saya dan Kania meluncur. (Wah, kalimat terakhir berima nih) Hahaha…

Beberapa kawan yang berada di belakang tentu saja berhenti untuk menolong kami. Saya sedikit meringis. Mengalkulasi antara rasa sakit, kaget, dan malu. Meski rasa malu ditulis terakhir, nyatanya, perasaan malu itu berada di urutan pertama. J

Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑