Oleh: Irfan Pradana

Cerita tentang Braga tidak ada habisnya ditulis. Setiap perjalanan menyusuri jalan sepanjang 850 meter ini selalu berhasil memantik rasa penasaran dan penelusuran baru. Bermula dari sebuah rasa penasaran tentang Braga, saya mengisi waktu libur lebaran tahun ini dengan berselancar di laman pencarian internet. Dalam satu kesempatan, perhatian saya tertuju pada sebuah majalah lama bernama “Mooi Bandoeng” edisi bulan Maret tahun 1938.

Bandung – wabil khususnya Braga—sejak zaman kolonial memang sudah menjadi magnet bagi wisatawan. Guna memfasilitasi gelombang pelancong yang pelesiran di kota Bandung dan juga sebagai upaya promosi Kota Bandung yang lebih luas, perkumpulan Bandoeng Vooruit menerbitkan majalah wisata bulanan. Edisi pertamanya terbit tahun 1933 dengan harapan bisa menjadi pedoman bagi para wisatawan yang hendak menghabiskan waktu menikmati keindahan kota  Bandung. Majalah ini diberi nama Mooi Bandoeng.

Saya tertarik sekali pada sebuah artikel di halaman 11 yang berjudul “Bandoeng in 1874”. Artikel itu menuliskan pengalaman melihat Bandung yang masih serba sederhana. Hanya ada 6-7 bangunan saja saat itu. Namun yang lebih menarik perhatian saya adalah sebaris kalimat yang menyebutkan tentang keberadaan apotek pertama dan satu-satunya di Bandung, sebuah apotek yang dibangun pada tahun pada 1880 oleh orang bernama Verschooff.

Nama Verschooff mula-mula membawa saya pada sebuah buku “Adresboek van Nederlandsch-Indië voor den Handel” yang jika diterjemahkan kurang lebih artinya “Buku Alamat Hindia Belanda untuk Perdagangan”. Buku yang terbit pada 1884 ini berisi informasi tentang bangunan, gedung pemerintah, serta fasilitas umum di seluruh Hindia Belanda. Nama apotek Verschooff tercantum di halaman 5.

Continue reading