Oleh: Komunitas Aleut

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan Sekitar Bandung Lautan Api: “MMR Kartakusuma”

Tulisan Bagian 1 bisa dibaca di sini.

MENJADI FORMATUR DIVISI I – III JAWA BARAT

Untuk pembentukan TKR Jawa Barat, Didi Kartasasmita memilih Tasikmalaya yang relatif aman sebagai markas. Beberapa eks kadet KMA Bandung berkumpul di di sebuah rumah di Jalan Manonjaya, dekat Pendopo Kabupaten. Selanjutnya dikumpulkan para Komandan BKR dari wilayah Jawa Barat, di antarana hadir Daan Yahya dan Singgih dari Tangerang, Aruji Kartawinata dari Bandung, Asikin Yudakusumah dari Cirebon, KH Samun dari Banten, dan Husein Sastranegara dari Sukabumi-Bogor.

Dalam pembentukan TKR ini dibentuk pula Komandemen sebagai organisasi penghubung antara divisi-divisi dengan Markas Besar Tentara. Di Pulau Jawa dibentuk tiga Komandemen, masing-masing di Jawa Barat yang dipimpin oleh Didi Kartasasmita, Jawa Tengah dipimpin Sutarman, dan Jawa Timur dipimpin Sudibio. Kartakusuma berperan sebagai formatur di Jawa Barat.

Usai pertemuan para Komandan BKR itu, Kartakusuma membentuk dan memimpin Resimen Tasikmalaya yang meliputi Ciamis dan Garut. Setelah sekitar satu bulan, Kartakusuma kemudian membantu Aruji Kartawinata membentuk Divisi III Priangan dan menjadi Kepala Staf dalam divisi ini. Pada saat ini di Yogyakarta dilaksanakan Konferensi TKR yang berhasil memilih Kolonel Sudirman sebagai Panglima Besar TKR.

Selanjutnya, Kartakusuma yang sudah berpangkat Mayor itu ke Banten untuk membentuk Divisi I Banten dengan komandannya Kolonel KH Samun. Kartakusuma menjadi Kepala Staf. Setelah itu Didi Kartasasmita meminta Kartakusuma untuk menjadi perwira staf Komandemen Jawa Barat di Purwakarta dan pangkatnya dinaikkan menjadi Letkol. Yang menjadi Kepala Stafnya adalah Kolonel Hidayat. Pada saat bertugas di sini terjadi perubahan nama TKR menjadi Tentara Keselamatan Rakyat yang kemudian melebur menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) sebagai satu-satunya organisasi militer Negara Republik Indonesia.

TUGAS RAPWI

Salah satu misi kedatangan Sekutu adalah untuk membebaskan para tawanan melalui Recovery of Allied Prisoners of War (RAPWI). Tugas ini tidak selalu berjalan lancar dan terjadi sejumlah konflik sampai pertempuran dalam prosesnya. Pemerintah RI bahkan meminta Komandemen di Purwakarta untuk membantu proses kerja RAPWI ini. Untuk itu Kartakusuma harus bolak balik Purwakarta – Jakarta untuk membantu kelancaran misi RAPWI.

Kartakusuma berpandangan bahwa TKR yang umurnya belum tiga bulan itu sudah dipercaya untuk mengurus soal internasional, yakni mengangkut serdadu-serdadu Jepang dan interniran dari tempatnya di pedalaman. Waktu itu masih terdapat sekitar 35.000 tentara Jepang di daerah-daerah yang tidak dikuasai Inggris. Bagi tentara Jepang yang ada di Jawa Barat dipercayakan kepada TKR untuk membawa mereka ke Cirebon dan menerima persenjataan yang mereka serahkan.

JAWA-MADURA DIBAGI TUJUH DIVISI

Setelah satu bulan di Purwakarta, Kartakusuma lanjut ke Cirebon untuk membentuk Divisi II Cirebon-Jakarta dengan komandannya Kol Abdul Kadir. Dengan telah terbentuknya ketiga divisi di Jawa Barat, resimen-resimen yang ada sebelumnya melebur ke dalam divisi-divisi. Kemudian hari, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 1946, ketiga divisi tersebut dilebur menjadi satu divisi dengan nama Divisi Siliwangi.

Divisi Siliwangi membawahi lima brigade, yaitu Brigade I Tirtayasa di Banten, Brigade II Suryakencana di Sukabumi, Brigade III Kian Santang di Purwakarta, Brigade IV Guntur di Priangan, dan Brigade V Sunan Gunung Jati di Cirebon. Setelah ini Kartakusuma ditarik ke Direktorat Jenderal Kementerian Pertahanan di Yogyakarta, sementara Didi Kartasasmita pindah tugas menjadi Inspektur Infantri yang berkantor di Gombong.

Pada 23 Mei 1946 di Yogyakarta diadakan rapat para komandan seluruh Jawa-Madura yang menyusun kembali daerah tanggung jawab divisi-divisi. Terbentuklah tujuh divisi di Jawa: Divisi I Jawa Barat kecuali Cirebon dan Tasikmalaya, Divisi II Cirebon-Tasikmalaya, Divisi III Pekalongan-Kedu-Yogyakarta, Divisi IV Solo-Semarang-Madiun, Divisi V Pati-Bojonegoro, Divisi VI Kediri-Surabaya-Madura, dan Divisi VII Malang-Besuki.

Ketujuh divisi di atas kemudian menggunakan nama masing-masing sebagai berikut: Divisi I Siliwangi, Divisi II Sunan Gunung Jati, Divisi III Diponegoro, Divisi IV Panembahan Senopati, Divisi V Ronggo Lawe, Divisi VI Norottama, dan Divisi VII Surapati.

KE BUKITTINGGI

Belum lama Kartakusuma bertugas di Dirjen Kementerian Pertahanan di Yogyakarta, ada permintaan dari Panglima Komandemen Sumatra, Mayjen Suharjo Harjowardoyo, kepada Markas Besar Tentara agar mengirimkan seorang perwira staf yang menguasai organisasi kemiliteran untuk membantu Panglima Sumatra menata organisasinya di sana. Saat itu Komandemen Sumatra semula berkedudukan di Parapat, kemudian pindah ke Bukittinggi, membagi wilayahnya ke dalam 3 sub-komandemen dan 6 divisi.

Markas Besar Tentara kemudian mengirimkan Letkol Kartakusuma dengan tugas sebagai Kepala Organisasi, Operasi, dan Pendidikan, sekaligus sebagai Kepala Staf Umum Komandemen Sumatra. Pada bulan Maret 1948 Wakil Presiden Moh. Hatta yang disertai juga oleh Wakil Panglima Angkatan Perang Kolonel AH Nasution.

Selama kunjungan itu Kartakusuma selalu mendampingi Nasution, baik ketika melakukan inspeksi-inspeksi atau saat berkunjung ke bekas sekolahnya, yaitu Sekolah Raja dan MULO, termasuk ikut berkunjung ka kampung halaman Nasution di Huta Pungkut, Mandailing. Pada akhir bulan November 1948 ke Bukittinggi, Moh. Hatta mengumumkan penggantian pemimpin Angkatan Perang Sumatra dari Mayjen Suharjo ke Kolonel Hidayat. Mayjen Suharjo dan Kol Ismail Lengah ditarik ke Jawa untuk mendapatkan tugas baru dari Panglima Besar Sudirman.

Bersambung ke Bagian 3