Oleh: Hani Septia Rahmi (@tiarahmi)
Entah kenapa malam ini saya teringat perkataan Lee We Chuin, salah seorang staf Galeri Sejarah Tionghoa Yayasan Dana Sosial Priangan Bandung sekaligus guru Bahasa Mandarin bagi staf Museum Konperensi Asia-Afrika. Lee We Chuin pernah berujar kepada saya kalau bagi para turis asal Republik Rakyat Tiongkok, belum sempurna rasanya berkunjung ke Bandung apabila tidak melihat foto Chou En Lai yang terdapat di Museum Konperensi Asia-Afrika.
Chou En Lai (sebagian literatur ditulis sebagai Zhou En Lai) merupakan Perdana Menteri Republik Rakyat Tiongkok (RRT) periode 1949 sampai 1976. Sosok Chou En Lai memiliki peranan besar dalam masa-masa awal berdirinya RRT hingga era Revolusi Kebudayaan. Pada masa awal berdirinya RRT, En Lai bertindak sebagai arsitektur perekonomian serta pembangunan Tiongkok sekaligus berperan sebagai administrator bagi pemerintahan Mao Zedong. Dalam masa pemerintahan En Lai sebagai perdana menteri, beliau berhasil meningkatkan dunia perindustrian, pertanian serta pendidikan-kebudayaan Tiongkok dari 1949 hingga 1954. Beliau dikenal sebagai sosok pemimpin yang dengan berani untuk memutuskan hubungan antara RRT dengan Uni Soviet. Tindakan ini tak lain bertujuan untuk terwujudnya suatu harmoni antar bangsa yang damai dan bebas dari pengaruh negara-negara besar.
Beliau juga lalu terjun ke dunia diplomasi internasional sebagai realisasi dari pemikiran “harmoni antar bangsa-bangsa”-nya. Dalam pemikirannya itu, ia juga mengadakan hubungan diplomatik antara RRT dengan Amerika Serikat yang saat itu dianggap tidak lazim diantara negara-negara Komunis dunia. Sikapnya yang tidak main-main dalam menetapkan pemikirannya itulah yang menjadikan ia sebagai seorang diplomat yang disegani baik di dalam maupun luar negeri Tiongkok sendiri.
Tindakan beliau tersebut, tak jarang menimbulkan kontroversi dalam pemerintahan RRT. Banyak pula yang menginginkan kematiannya. Menurut wartawan Indonesian Observer, Charlotte Clayton Maramis menyebutkan bahwa En Lai menjadi sosok penting karena nyawanya diincar oleh saudara sebangsanya sendiri.
Kedatangan En Lai ke Indonesia untuk menghadiri Konperensi Asia-Afrika juga diwarnai oleh insiden yang membahayakan nyawanya. Insiden tersebut adalah kecelakaan Kashmir Princess, pesawat milik maskapai Air India di perairan Natuna, Indonesia pada 11 April 1955. Pesawat tersebut awalnya direncanakan akan mengangkut Chou En Lai, Duta Besar Indonesia untuk RRT, Arnold Mononutu, 11 anggota staf delegasi RRT, 2 wartawan Tiongkok, dan 3 orang awak pesawat warga India. Namun Chou En Lai dan Arnold Mononutu batal ikut serta dalam penerbangan tersebut. Keduanya tiba di Bandara Kemayoran Jakarta dengan selamat pada tanggal 16 April 1955.
Pesona Chou En Lai tak luntur walaupun beliau tutup usia di tahun 1976. Setiap wisatawan Tiongkok yang datang ke Bandung merasa wajib berkunjung ke Museum Konperensi Asia-Afrika untuk melihat foto Chou En Lai.
Keterangan Foto:
Waktu: April 1955
Tempat: Bandung
Tokoh: Zhou Enlai (Perdana Menteri RRT)
Peristiwa: Konferensi Asia-Afrika 1955
Fotografer: Lisa Larsen, Howard Sochurek
Sumber / Hak cipta: LIFE , Bettmann/Corbis
0 Comments
1 Pingback