Oleh: Aditya Wijaya
Setiap ada yang menyebutkan nama Soesman dalam konteks kesejarahan Kota Bandung, yang muncul dalam benak saya selalu sosok seorang pribumi. Setelah mencoba mencari informasi lebih banyak, ternyata sosok ini adalah seorang Belanda totok.
Nama lengkapnya adalah Francois Joseph Henry Soesman, sering disingkat F. J. H. Soesman, kelahiran Semarang pada tanggal 18 September 1851. Soesman menjalani sebagian besar hidupnya di Semarang dan memiliki kontribusi besar terhadap kemakmuran dan pertumbuhan Semarang.
Selama masa tinggalnya di Semarang, tercatat tahun 1898 Soesman mendirikan “Soesman’s vendu- commissie en emigratie-kantoor (Kantor lelang, komisi dan imigrasi Soesman)”. Kantor ini dengan cepat memperoleh semacam monopoli dalam mengimpor kuda Australia, termasuk kuda kecil untuk dogcars dari Sumba dan Bima, serta kuda Australia besar untuk kendaraan pribadi yang lebih elegan.

Tak lama setelah itu, kantornya mengimpor kereta kuda, peralatan kuda, dan pelana Leckie yang terkenal. Pelana Leckie memiliki permintaan yang sangat tinggi. Khusus untuk penjualan pelana Leckie yang sangat dicari ini, Soesman mendirikan “Java-Stores” di bangunan yang belakangan ditempati oleh Toko Spiegel. Bisnisnya berkembang dengan cepat. Semua transaksi yang melibatkan kuda ditangani oleh kantor Soesman, termasuk juga lelang kuda mingguan dari pemerintah yang diserahkan pengelolaannya kepada Soesman.

Soesman juga merupakan salah satu pendiri sekaligus anggota kehormatan Semarangsche Wedloop-Societeit. Balap kuda adalah kegemaran terbesar Soesman, dia adalah pemilik kandang pacuan terkenal dan terbaik di Hindia Belanda selama bertahun-tahun. Tidak mengherankan bila Soesman berperan dan ikut mempercepat pendirian asosiasi balap kuda di banyak tempat lain, seperti yang ditunjukkan oleh status keanggotaan kehormatan yang diberikan oleh berbagai asosiasi balap.

Kemudian dengan adanya kemajuan transportasi, kantor Soesman menyediakan mobil Waltham untuk seluruh Hindia Belanda. Bidang kegiatan lain kantor Soesman adalah merekrut buruh untuk perkebunan di Deli dan Suriname. Melalui intervensi kantor, sekitar seribu imigran pergi ke Deli setiap minggunya. Sementara dua kali dalam setahun, kapal imigrasi ke Suriname penuh dengan buruh melalui Soesman Factorij.
Tahun-tahun itu merupakan masa emas bagi kantor Soesman. Kota Semarang juga sepenuhnya menikmati kemakmuran karena keterlibatan Soesman dalam roda perekonomian Semarang.
Nama Soesman sesekali disebut juga saat membahas mengenai sejarah populer Kota Bandung. Misalnya dalam buku Haryoto Kunto Wajah Bandoeng Tempo Doeloe: Familie Soesman (Braga/Kebon Jati) sebagai anggota Veereniging tot nut van Bandoeng en Omstreken (Perkumpulan Kesejahteraan Masyarakat Bandung dan Sekitarnya) atau buku Semerbak Bunga di Bandung Raya: Informasi keberadaan rumah Soesman di Kebon Karet (pekarangan Tuan Soesman di Kerta Mukti sekarang), Familie Soesman tergolong Belanda kaya di Bandung dan Soesman terlibat dalam bidang pengembangan pendidikan di Bandung.
Tetapi rasanya masih banyak jejak kehidupan Soesman di Bandung. Dalam tulisan ini saya mencoba membahas beberapa jejak Soesman di Kota Bandung.

Soesman di Kota Bandung
Pada September 1906, Soesman menetap di Kota Bandung bersama keluarganya. Soesman dengan cepat menduduki posisi terkemuka dalam kehidupan publik, tanpa berusaha menonjol. Dia menjadi kekuatan pendorong bagi banyak asosiasi dan lembaga selama bertahun-tahun.

Meskipun awalnya dia pindah ke Bandung untuk bersantai dari kehidupan yang sibuk, namun dia segera melihat potensi besar di kota ini dan dengan sepenuh hati berusaha untuk meningkatkan kemakmuran dan pertumbuhan di Bandung, sama seperti yang pernah dilakukannya di Semarang.
Dari tahun 1906 hingga 1917, dia menjadi komisaris di Bandoengsche Spaarbank. Setelah itu, dia memegang jabatan presiden selama lebih dari tiga lustrum. Dia juga sangat mendukung Vereeniging ter Verbetering van het Lot der Blinden in Nederlandsch-Indie dan dari tahun 1906 hingga 1933, dia menjadi bendahara dari asosiasi ini. Tahun 1904 hingga 1920, dia menjadi anggota dewan Societeit Concordia, dan diangkat menjadi anggota kehormatan.
Pada tahun 1908, dia terpilih sebagai presiden Preanger Wedloop Societeit. Hingga usia tua, dia masih menjabat dalam fungsi ini. Beberapa tahun terakhir sebelum kepergiaanya ke Sang Pencipta, dia menjadi anggota kehormatan P. W. S. Tanpa bantuan dan dukungan dari Soesman, P. W. S. tidak akan menjadi besar dan maju.
Selama lebih dari sembilan belas tahun, dari Agustus 1911 hingga Mei 1930, Soesman menjadi komisaris di Javasche Bank Bandung. Saat Pembangunan Hotel Preanger dimulai pada Juli 1918, Soesman diangkat menjadi presiden komisaris. Namun, karena alasan kesehatan, dia mengundurkan diri dari posisi tersebut pada tahun 1931, walaupun akhirnya tetap menjadi komisaris perusahaan.
Dari tahun 1919 hingga kematiannya, dia juga menjadi presiden komisaris dari perusahaan ternama di Bandung, N.V. Mij. J. R. de Vries en Co. Selain itu, sejak tahun 1906, Soesman telah menjadi anggota dewan komisaris N. V. Bandoengsche Kininefabrieik, serta menjadi komisaris tertua.
Dunia pendidikan juga mendapat perhatian penuh darinya. Dia adalah pendiri dan ketua Neutrale Vereeniging voor Hollandsch Inlandsch Onderwijs dan Bandoengsche Frobelschool yang kemudian digabungkan dengan “Volksonderwijs”, serta menjadi anggota dewannya. Dia juga menjadi anggota dewan dari Bandongsche Schoolvereeniging. Pengakuan atas berbagai prestasi yang besar ini kemudian membuatnya diangkat menjadi anggota kehormatan.
Awal tahun 1936, Bapak Soesman merayakan keanggotaan enam puluh tahunnya di Orde Freemason, dia menjadi “master of honor” dari orde ini.

Banyak sekali hal baik yang dilakukannya dengan diam-diam. Pengabdiannya diakui oleh pemerintah dengan penunjukan Soesman sebagai ksatria dalam Orde van Oranje Nassau.
Soesman meninggal dalam usia 84 tahun di rumahnya di Bandung, setelah menderita sakit yang cukup lama. Dengan kepergian Soesman, Bandung kehilangan seorang pria yang baik dan sangat berjasa.
Sumber:
- De Locomotief, 29 Januari 1936
- De Indische Courant, 1 Februari 1936
_____________________________________
Kami mendapat informasi tambahan dari anggota keluarga Soesman, tapi di sini kami hanya akan menambahkan dua buah foto batu pendirian bangunan saja, satu di Het Blindeninstituut yang sekarang jadi Wyata Guna, dan satu lagi di Hotel Preanger.
Peletakan batu pertama di Het Blindeninstituut dilakukan pada tanggal 26 April 1931 oleh Henriette Francoise Soesman. Henriette merupakan putri sulung dari pernikahan kedua F. J. H. Soesman dengan Henriette Agnes Hagen. Mereka menikah di Bandung tanggal 3 Juni 1916. Sedangkan peletakan batu pertama di Hotel Preanger dilakukan oleh Catharina Wilhelmina Soesman, putri kedua sekaligus bungsu dari F. J. L. Soeman dengan Henriette Agnes Hagen, pada tanggal 11 Desember 1928. Catharina dilahirkan di Bandung pada 26 Juli 1923, jadi saat itu ia baru berusia lima tahun.


0 Comments
1 Pingback