Lagi, tentang Jalan Siti Munigar

Oleh: Komunitas Aleut

Ngaleut Siti Munigar, 15 Januari 2024. Foto: Komunitas Aleut.

Setelah penulisan di sini, pencarian asal usul nama Gang atau Jalan Siti Munigar masih belum selesai, walaupun tidak berarti juga dikerjakan dengan intensif. Seluangnya waktu saja, atau bila kebetulan menemukan cerita baru, ya dikumpulkan dulu buat ditulis lagi kelak.

Walaupun agak ragu, tapi setelah tulisan di atas ini, kami coba cari juga informasi tentang nama yang cukup aneh itu, Reindent van Hos’t Munigar’eun, yang konon adalah orang Belanda yang disebut sebagai ayahnya Siti Munigar dalam tulisan Pak Aan Merdeka Permana. Ya, tidak jauh dari yang terbayangkan sebelum mencari, engga ketemu.

Kemudian dilanjutkan dengan memeriksa buku daftar alamat yang ada pada kami, mulai dari tahun 1936, 1941, sampai 1950, engga nemu apa-apa juga, selain dua nama ini: Hafkenscheid dengan alamat Gang Siti Moenigar 168/22E dan G. G. Heuvelman di Siti Moenigar 29/22E. Selebihnya, tetep poek.

Yang agak terang adalah informasi dari kegiatan Ngaleut Siti Munigar hari kemarin, tanggal 15 Januari 2024, dari seorang warga lokal yang menyebutkan bahwa dulu ada nama Siti Munigar dimakamkan di kompleks makam keluarga di Siti Munigar. Dari hasil pencarian ke lokasi, dan dengan memeriksa satu per satu nisan yang ada di sana, ternyata tidak kami temukan juga nama itu.

Memang tidak semua nisan dapat diperiksa dengan baik, karena ada yang sudah sangat sangat aus tulisannya sehingga sulit atau malah tidak dapat dibaca lagi isinya, ada juga makam-makam yang tidak bernama atau sudah kehilangan nisannya, dan dua-tiga makam yang posisinya sudah sangat sulit untuk didekati karena terhalang belukar yang lebat dan tinggi. Tapi paling tidak, bapak yang biasa menjaga kompleks makam tersebut mengatakan tidak ada nisan dengan nama Siti Munigar di situ, sambil menyarankan untuk memeriksa nama-nama dalam buku silsilah Orang Pasar.

Ya, itulah yang kami lakukan seusai kegiatan ngaleut, memeriksa buku silsilah, dan… ketemu! Ternyata memang ada nama Siti Munigar dalam sejarah keluarga Orang Pasar. Setelah diurut-urut, kira-kira seperti ini gambarannya:

Keterangan yang menyebutkan nama Siti Moenigar, anak Haji Hoesen dari istri kedunya, Enteh. Arsip Komunitas Aleut.

Nama paling awal yang disebut dalam buku itu adalah H. Husen alias Bapak Askimah atau Bapak Olot. Beliau menikah tiga kali, masing-masing dengan Askimah, asal Bandung. Yang kedua dengan Enteh dari Banagara, Ciamis. Enteh sebelumnya pernah menikah dengan Kenek alias Endek dan memiliki tiga anak. Pernikahan ketiga dengan Purwati alias Ma Ende yang juga berasal dari Banagara, Ciamis.

Pernikahan H. Husen dengan Enteh mendapatkan empat anak, masing-masing Moch. Achsan, Doelsalam, Siti Moenigar, dan Madrais. Dari semua nama di atas, tidak tercantum keterangan waktu apapun yang dapat memberikan keterangan kapan semua ini berlangsung. Hanya ada satu keterangan waktu yang mungkin dapat digunakan untuk bayangan, yaitu tahun pernikahan anak tertua mereka, Moch. Achsan, dengan St. Rapiah, tahun 1883 di Imbanagara, Ciamis. Pasangan terakhir ini memiliki 14 anak, yang tertua adalah Masdoeki Achsan, dengan keterangan lahir 16 Sapar, Ahad 1885.

Siti Moenigar menikah dengan seseorang yang namanya mungkin sudah tidak diketahui lagi karena dibiarkan kosong dalam keterangannya. Mereka mendapatkan tujuh anak, masing-masing bernama Garmini, Entjoh, Empad, Imi, Garminah, Ato, dan Hasim. Walaupun sudah ada tambahan keterangan tentang asal nama Siti Munigar, tapi muncul juga pertanyaan-pertanyaan lain, misalnya, kenapa nama Siti Munigar yang menjadi nama jalan itu dan bukan nama anggota keluarga yang lain? Pastilah ada alasannya, mungkin lain waktu bisa mendapatkan keterangan lebih memadai.

Sedikit tambahan informasi tentang nama Haji Husen yang disebut di atas: mulanya adalah seorang tokoh bernama Rd. Endrokoesoemo, yang merupakan putra dari Rd. Adipati Tjokro Winotokoesoemo di Demak. Setelah menikah dengan Mbok Kasimah, Endrokoesoemo tinggal di Kampung Settu (Cirebon), namun kemudian pada 1825 pergi ke Magelang untuk bergabung dengan pasukan Diponegoro dan menjadi salah satu senapatinya. Usai perang, ia kembali ke Settu, namun sebelumnya singgah dulu di Bandung.

Sekembalinya ke Settu, Endrokoesoemo yang merasa dibuntuti polisi Belanda waktu itu berlindung di bawah naungan Kyai Demang Singaragi. Pada masa ini beliau mendapatkan nama panggilan “Mageloeng.” Setelah bercerai dengan Mbok Kasimah, Endrokoesoemo menikah lagi dengan janda Kenek bernama Mak Enteh. Setelah itu beliau pergi naik haji dan setelah kembali namanya diubah menjadi Husen. Kemudian hari, Husen menikah dengan Poerwita alias Mak Ende, lalu menetap dan wafat di Ciamis. Setelah wafat, dimakamkan di perkuburan Banagara, Ciamis. ***

7 Comments

  1. mia

    semoga alloh menempatkan kokolotku di tempat yang indah di alam sana…kita akan mempertahankan kebaikan dan perjuanganmu kakek nene uu dan ke atasnya

    • Brian rinaldi Adam

      kayaknya kita masih satu silsilah karena saya menemukan buku silsilah keluarga

  2. Brian rinaldi adam

    Alhamdulilah nemu juga ini saya dari cucu garmini dan menemukan buku silsilah keluarga tirtasasmita dan siti mudigar…. Semoga bisa berkumpul

    • KomunitasAleut!

      Hatur nuhun. Btw, itu maksudnya buku khusus silsilah Tirtasasmita atau staambom yang cuplikannya ada di tulisan ini?

      • Brian

        bbuku silsilah keluarga dari tirtasas mita sama siti munigar dia punya anak berapa dll nya min

        • KomunitasAleut!

          Oh okay. Nuhun infonya. Mungkin kapan-kapan bisa lihat ya.

  3. Brian rinaldi Adam

    Alhamdulilah bangga menjadi turunan siti munigar saya pegang buku silsilah keluargaa

Leave a Reply to Brian rinaldi Adam Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑