
Sambutan dari perwakilan penyandang disabilitas netra pada acara pembukaan
Oleh: Erna Sunariyah (@ernasunariyah)
Ada yang sedikit berbeda pada kegiatan ngaleut yang saya ikuti bulan Desember 2017 lalu. Mungkin, ini kali pertama saya mengikuti ngaleut sejarah bersama penyandang disabilitas netra dalam rangka memperingati hari disabilitas internasional yang jatuh pada tanggal 03 Desember lalu. Acara yang diadakan Komunitas Aleut kali ini bekerja sama dengan Komunitas Tune map, salah satu komunitas yang peduli terhadap hak mobilitas tuna netra di Indonesia. Aktivitas utama mereka adalah kampanye dan advokasi terkait trotoar yang aksesibel.
Gedung Wyata Guna yang berada di jalan Padjadjaran jadi titik kumpul ngaleut kali ini. Setelah selesai registrasi ulang, para peserta diarahkan untuk berkumpul di satu titik untuk mendapat briefing awal sebelum acara ngaleut dimulai. Kami dibagi beberapa kelompok bersama 2-3 orang penyandang disabilitas netra tiap kelompoknya.

Briefing dan sesi perkenalan anggota kelompok
Trotoar. Ya. Sesuai dengan aktivitas utama dari tune map, saya diajak untuk memperhatikan hal yang biasanya luput dari pandangan saat berjalan-jalan di jalanan kota. Bukan hanya memperhatikan kondisi trotoarnya saja, namun kita diminta untuk membuat laporan atau temuan terkait kondisi trotoar yang tidak aksesibel bagi penyandang disabilitas netra dengan memanfaatkan aplikasi yang dibuat khusus oleh tune map dan bisa kita unduh lewat playstore.
Lewat ngaleut kali ini, bertambah pula rasa ingin tahu saya terkait aturan pembangunan trotoar yang baik sesuai aturan pemerintah itu seperti apa.
7 Syarat Trotoar yang Baik
Syarat trotoar yang baik harus terpenuhi agar manfaatnya dapat dirasakan secara maksimal oleh pengguna jalan. Berdasarkan aturan dari Dinas Bina Marga terkait pembangunan trotoar, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi, yaitu sebagai berikut.
1. Penempatan yang tepat
Panduan penempatan trotoar yang tepat antara lain,
- Trotoar dibangun di kawasan yang mempunyai potensi menimbulkan pejalan kaki seperti sekolah, perumahan, pusat perkantoran, pusat perbelanjaan, terminal dan lain-lain.
- Jalur pejalan kaki dapat direncanakan pada ruas jalan dengan volume pejalan kaki diatas 300 orang per 12 jam dan volume lalu lintas diatas 1000 kendaraan per 12 jam
- Trotoar ditempatkan pada sisi luar bahu jalan. Jika telah terdapat jalur parkir, trotoar ditempatkan disisi luar jalur lalu lintas.
- Trotoar dibuat sejajar dengan jalan, namun jika keadaan topografi tidak memungkinkan dapat dibuat tidak sejajar dengan jalan
- Untuk area pemberhentian bus (halte), trotoar harus ditempatkan berdampingan atau sejajar dengan jalur bus dan dapat ditempatkan di depan maupun di belakang halte
- Trotoar sedapat mungkin ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase terbuka atau diatas saluran drainase yang tertutup.
2. Memiliki dimensi yang tepat
- Trotoar harus memiliki ruang bebas yaitu area dimana tidak ada gangguan atau benda yang menghalangi. Tinggi bebas minimal 2.5 meter; kedalaman bebas minimal 1 meter dan kebebasan samping minimal 0.3 meter.
- Jalur pejalan kaki disarankan memiliki lebar minimal 2 meter. Pada keadaan tertentu lebar trotoar dapat direncanakan sesuai dengan batasan lebar minimum sebagai berikut : Perumahan (1.5 m), Perkantoran (2.0 m), Industri (2.0 m), Sekolah (2.0 m), Terminal / Stop bus (2.0 m), Pertokoan/perbelanjaan (2.0 m), Jembatan / Terowongan (1.0 m)
Lebar minimum trotoar berdasarkan penggunaan lahan sekitarnya. (Sumber : pu.go.id)
3. Struktur dan kemiringan sesuai
- Trotoar harus diperkeras dengan blok beton, beton, perkerasan aspal, atau plesteran.
- Permukaan trotoar harus rata dan memiliki kemiringan melintang 2-4%. Sedangkan untuk kemiringan memanjang trotoar dapat disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan dan disarankan maksimal 10%. Kemiringan ini bertujuan agar tidak terjadi genangan air.
4. Memiliki tangga
Penggunaan tangga diperlukan pada jembatan penyeberangan, terowongan penyeberangan jalan dan trotoar yang memiliki kemiringan memanjang lebih dari 10%. Adanya tangga akan memudahkan pejalan kaki melewati area yang menanjak.
5. Ramah bagi difabel
Syarat trotoar yang baik selanjutnya adalah trotoar harus ramah bagi difabel. Penyandang difabel perlu diperhatikan kemudahannya dalam mengakses fasilitas umum termasuk trotoar. Agar ramah bagi difabel, trotoar harus dibangun dengan permukaan kasar dan keramik berulir atau keramik bertanda khusus (guiding block) sehingga memudahkan difabel dalam menggunakan trotoar.
6. Nyaman dan aman
Jalur pedestrian perlu dipasangi tiang pembatas agar kendaraan bermotor tidak bisa menerobos melewati trotoar. Selain itu, trotoar juga perlu ditanami pepohonan yang rindang sehingga menjadi lebih sejuk/teduh sehingga pejalan kaki tidak kepanasan. Pepohonan juga berfungsi sebagai penyerap polusi kendaraan bermotor sehingga udara menjadi lebih bersih.
Trotoar juga harus bebas dari kegiatan ekonomi. Seringkali trotoar dijadikan tempat berdagang oleh para pedagang. Padahal keberadaan pedagang tersebut dapat mengurangi kenyamanan para pejalan kaki.
Sedangkan untuk keamanan pejalan kaki saat malam hari, jalur pedestrian perlu dipasangi Lampu Penerang Jalan Utama (PJU). Keadaan trotoar yang trotoar dapat meminimalisir tindak kejahatan.
7. Menggunakan penutup lubang saluran utilitas / drainase
Syarat trotoar yang baik yang terakhir dan tidak kalah penting yaitu menggunakan penutup lubang saluran utilitas / drainase. Trotoar yang dibangun diatas saluran drainase biasanya memiliki lubang (manhole) untuk mengakses ke saluran drainase tersebut. Lubang tersebut harus ditutup agar para pejalan kaki tidak terjatuh atau terperosok ke dalam lubang saluran drainase. Untuk menutup lubang saluran drainase digunakan tutup manhole atau manhole cover.
Manhole cover berdesain kotak dapat dipilih untuk digunakan di area trotoar karena manhole cover tipe ini akan serasi dengan keramik yang digunakan di area trotoar yang juga berdesain kotak.
Baca juga Map My Day Bandung
Bagaimana kondisi trotoar kita?
Dari sekian banyak persyaratan tersebut, nampaknya masih banyak trotoar di kota Bandung yang masih kurang memenuhi standar pembangunan trotoar yang baik terutama yang ramah bagi penyandang disabilitas. Salah satunya adalah trotoar di sepanjang jalan Padjadjaran hingga Wastukencana yang menjadi rute kami saat itu.
Cukup banyak keluhan yang dirasakan oleh para penyandang disabilitas netra seperti guiding block yang dibuat tidak seharusnya, banyak pohon, tiang-tiang bahkan ada beberapa kondisi trotoar yang kondisi guiding blocknya rusak atau bahkan jalurnya dipakai oleh pedagang. Tentu saja itu menjadi hal yang cukup berbahaya bagi saudara kita penyandang disabilitas netra yang mengandalkan guiding block sebagai pengarah mereka saat berjalan kaki.

Guiding block yang terhalang oleh pohon

Guiding block yang beralih fungsi
Hal miris lainnya yang saya temukan adalah banyaknya trotoar yang rusak akibat pohon yang berdiri di area trotoar. Kebanyakan pohon yang ditanam adalah pohon yang tidak cocok ditanam di pinggir jalan seperti pohon trembesi karena akarnya rawan merusak badan jalan.

Guiding block yang rusak akibat jenis pohon yang tidak cocok ditanam di area trotoar

Akar pohon yang merusak badan jalan termasuk guiding block
Memperhatikan setiap sudut kondisi trotoar lebih menarik lagi saat pemandu dari komunitas aleut menjelaskan beberapa bangunan bersejarah di sepanjang jalan yang kami lewati.
Beberapa bangunan bersejarah yang dilewati
Beberapa tempat bersejarah tersebut adalah Pabrik Kina yang berada di Jalan Padjadjaran yang pada jaman Belanda dikenal dengan nama ‘Bandoengsche Kinine Fbriek N.V yang didirikan tahun 1896. Pabrik ini dibangun untuk mengolah kulit pohon kina menjadi obat penyembuh penyakit malaria. Pembangunan pabrik kina ini pula yang menjadi tonggak sejarah Bandung di dunia Internasional.

Pabrik Kina
Selanjutnya kami pun menyusuri jalan Wastukencana dan berhenti di depan sebuah rumah pribadi yang memiliki ciri khas tulisan ‘Wastukantjana’ pada fasad depan bangunannya. Rumah ini diketahui sebagai ex-hotel Van donk yang didirikan tahun 1910. Konon hotel ini merupakan hotel prostitusi yang terkenal seantero Hindia-Belanda.

Rumah Wastukantjana ex hotel Van donk
Beranjak dari rumah Wastukantjana, bangunan berikutnya yang kami susuri adalah gedung ex-KONI yang dulunya diperuntukan untuk sekolah freemason. Sayangnya, gedungnya tertutup seng penutup karena masih dalam tahap renovasi sehingga kami tidak bisa melihat dengan jelas bangunannya.
Dari sana, kami pun menyeberang ke arah mesjid Al-Ukhuwah yang berdiri di atas lahan markas organisasi Freemason di Bandung atau dikenal dengan gedung Lodge Sint Jan sebelum dihancurkan dan menjadi mesjid yang selalu ramai seperti sekarang.
Berada di samping mesjid Al-ukhuwah, kami pun sempat mampir ke sebuah tempat makan legendaris di Bandung. Yaitu Bandoengsche Melk Centrale (BMC) yang sudah berdiri sejak tahun 1928.
Dari BMC, kami pun berjalan lagi menuju taman balaikota yang menjadi titik akhir acara ngaleut kali ini. Sesi sharing, pengumuman jumlah laporan temuan terkait kondisi trotoar yang ditemukan peserta dan foto bersama jadi acara penutup hari ini.

Foto bersama
Ngaleut kali ini, untuk kesekian kalinya memberi saya pemahaman baru. Bisa saya sebut ngaleut kali ini lebih istimewa. Kenapa? Karena bukan hanya sisi kognitif saja yang bertambah, namun dengan ngaleut bersama saudara-saudara kita penyandang disabilitas netra, rasa peka terhadap lingkungan dan kepedulian terhadap sesama pun turut bertambah pula.
Harapannya satu. Semoga kota Bandung dan sekitarnya punya trotoar yang baik, terutama trotoar yang ramah bagi penyandang disabilitas!
Referensi :
“7 Syarat Trotoar yang Baik & Contohnya.” 17 Februari 2017.Web.14 Maret 2018.<https://maria.co.id/syarat-trotoar-yang-baik-dan-contohnya/>
Tautan Asli erunasite.wordpress.com
Leave a Reply