Oleh: Arya Vidya Utama (@aryawasho)

Saat mendengar kata ‘bajaj’, maka hal yang terlintas di benak saya adalah Bajaj Bajuri, benda beroda tiga berwarna oranye, bau, berasap, berisik, dan banyak hal negatif lainnya. Bajaj merupakan salah satu moda transportasi yang dibenci sekaligus dibutuhkan di Ibukota Indonesia, Jakarta. Dibenci karena kebisingan, asap, dan kelakuan supirnya yang seringkali bikin kesal pengendara mobil atau motor, namun dibutuhkan karena… ya kita lihat sendiri masih banyak pengguna bajaj di ibukota.

C360_2015-04-21-14-18-58-484

Nah, terhitung seminggu sejak tanggal 18 April 2015, kendaraan beroda tiga ini datang ke Kota Bandung untuk mengangkut para wartawan yang meliput 60 Tahun Perayaan Konferensi Asia-Afika. Bajaj? Datang ke Bandung? Apa maksudnya ini? Mau menambah tingkat polusi Kota Bandung?

Tenang saja, bajaj yang datang ke Bandung adalah bajaj berbahan bakar gas yang ramah lingkungan. Kedatangan mereka ini selain membantu para kuli tinta juga membawa pesan damai untuk transportasi di Kota Bandung, terutama dalam penggunaan bahan bakar alternatif untuk transportasi umum.

Bukan rahasia lagi kalau salah satu alasan mengapa warga Bandung lebih memilih kendaraan pribadi dibandingkan transportasi umum adalah ongkos yang harus dikeluarkan. Untuk satu kali perjalanan terjauh menggunakan angkot biasanya penumpang mengeluarkan Rp 6.000,00-7.000,00. Belum lagi kalau tempat tujuan tidak bisa dituju dengan satu kali naik angkot. Belum lagi untuk ongkos pulang. Ongkos ini juga akan terus naik seiring naiknya harga bahan bakar minyak.

C360_2015-04-24-09-28-46-865

Pak Sakim dan bajajnya

Bagaimana dengan bahan bakar gas? Menurut Pak Sakim, salah satu supir bajaj gas, bahan bakar gas ini sangat murah. Seliter bahan bakar gas hanya dipatok Rp 3.100,00. Bandingkan dengan harga bahan bakar minyak jenis Premium yang saat ini dipatok dengan harga Rp 7.400,00 per liter. Bahan bakar gas ini juga lebih irit dibanding bahan bakar minyak. “Bajaj 4 tak 250 cc ini kalau pake premium perliternya paling cuma kuat 20-25 km, sedangkan pake gas bisa sampai 30-35 km”.

Di Jakarta, mulai awal tahun semua angkutan umum yang beroperasi harus menggunakan bahan bakar gas. Penggunaan bahan bakar gas ini awalnya dimulai oleh Transjakarta atau yang lebih kita kenal dengan nama ‘busway’. Bajaj termasuk juga ke moda transportasi yang menggunakan bahan bakar gas, makanya ke depan kita ga akan lagi liat bajaj berwarna oranye yang berisik dan berasap hitam pekat.

Bahan bakar gas ini juga seharusnya menjadi bahan bakar masa depan tak hanya di Bandung, namun juga di Indonesia. Emisi bahan bakar gas sangat kecil sekali dibanding dengan bensin. Menurut M. Husni (2014), penggunaan BBG dapat mengurangi emisi karbon monoksida sebesar 95%, emisi karbon dioksida sebesar 25%, emisi hidro sebesar 80%, dan emisi nitrogen oksida sebesar 30%. Artinya, penggunaan bahan bakar gas akan berdampak positif bagi lingkungan karena ikut serta dalam pengurangan pemanasan global.

Siapa bilang bajaj cuma bisa bawa masalah? Ternyata selama seminggu di Bandung, bajaj ini bisa jadi pembawa pesan damai bagi Kota Bandung dan Indonesia.