Perpustakaan dan Toko Buku Rasia Bandoeng
Oleh Dongeng Bandung
Alte Siedlungsplatze bei Bandung (Java) und die Entdeckung Bronzezeitlicher Gussformen. Werner Rothpletz — Sonderdruck aus «Südseestudien», Basel 1951 (Museum für Völkerkunde).
Situs pemukiman kuno di dekat Bandung dan penemuan cetakan cor Zaman Perunggu.
____________________________________________
Antara tahun 2018-2019 lalu, seorang mahasiswa arkeologi dari Unversitas Indonesia datang ke Komunitas Aleut untuk menanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian arkeologi di sekitar Bandung. Namanya Garbi Cipta Perdana. Obrolan itu kemudian menjurus ke satu hal, yaitu agar ia menghubungi seorang geolog senior, Prof. Prajatna Koesomadinata (R.P. Koesoemadinata). Setelah itu tidak ada kontak lagi dengan Garbi sampai akhirnya dalam suatu pertemuan dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, 2 atau 3 tahun lalu, seseorang menghampiri seraya menyebutkan nama dan cerita singkat bahwa ia yang datang suatu hari ke Komunitas Aleut untuk penyelesaian skripsinya.
Belakangan, baru kami tahu bahwa pada tahun 2020, setahun setelah kunjungannya itu, ia membuat sebuah kajian yang berjudul “Rekonstruksi Lanskap Kabuyutan Bandung Utara.” Nah cerita tentang latar penelitian, proses, dan hal-hal lain seputar kajian inilah yang menjadi bahan Dongeng Bandung kali ini. Tidak semua hal dari dongeng itu dapat diceritakan ulang di sini, tapi sebagai gantinya, kami cerita dan ringkaskan isi satu hasil penelitian yang menjadi bahan utama kajiannya, yaitu Alte Siedlungsplatze bei Bandung (Java) und die Entdeckung Bronzezeitlicher Gussformen yang ditulis oleh Werner Rothpletz pada tahun 1951.
_______________________
Pada tahun 1951 Werner Rothpletz menuliskan pengalaman dan penemuan-penemuannya di kawasan perbukitan utara Bandung. Tulisan ini memang tidak terlalu populer di sini, selain beberapa kutipan yang sering diulang tentang penemuan peninggalan purba, terutama artefak batu obsidian dan cetakan cor dari zaman perunggu yang melahirkan dugaan keberadaan kampung-kampung purna di perbukitan utara. Berikut ini ringkasannya.
Werner Rothpletz (bersama beberapa ahli geologi lainnya) aktif meneliti kawasan di perbukitan utara Bandung sebelum dan selama masa pendudukan Jepang, 1941-1945. Kemudian dilanjutkan lagi pada akhir tahun 1946 hingga bulan Maret tahun 1947.
Pada tahun 1935, G.H.R. von Koenigswald sudah mempublikasikan dugaan adanya suatu “kebudayaan obsidian” di sekitar danau yang dulu menutupi dataran tinggi Bandung. Berdasarkan fakta bahwa peralatan obsidian itu ditemukan kapak persegi yang diasah di tempat yang sama, ia menyimpulkan bahwa industri obsidian ini termasuk ke dalam era Neolitikum Tengah atau Muda.
Di sisi lain, arkeolog R. von Heine Geldern meragukan pendapat Koenigswald dan mengatakan lebih mungkin masuk dalam periode Mesolitikum. Ia juga menyatakan bahwa penelitian ulang terhadap tempat permukiman kuno di sekitar Bandung mesti menjadi hal penting bagi penelitian prasejarah Indonesia di masa mendatang.
Dalam masa penelitiannya, Werner Rothpletz hanya dapat menyelidiki sebagian kecil dari wilayah yang sudah dideskripsikan oleh Koenigswald, itu pun dengan temuan yang lebih banyak dihasilkan dari permukaan saja, namun ia berharap sudah dapat memenuhi sedikit dari harapan yang pernah disampaikan oleh Heine-Geldern. Dan di sisi lain, hasil penelitian Rothpletz juga justru mendatangkan persoalan baru tentang waktu dan durasi permukiman di wilayah tersebut. Penemuan relatif baru dari Rothpletz adalah tempat permukiman yang diperkuat dengan sistem benteng dan cetakan cor perunggu dari Zaman Perunggu.
Wilayah permukiman kuno yang diteliti oleh Rothpletz terletak di sisi timur kaut kota Bandung, yaitu suatu wilayah yang oleh R.W. van Bemmelen disebut sebagai “Pulusari Scholle.” Menurutnya, sisi selatan wilayah bekas gunung api tua ini pernah terangkat dan sebagian miring. Di sisi utara wilayah ini terletak dataran tinggi Lembang. Di sebelah barat adalah aliran tufa datar dari Tangkubanparahu yang menyebar ke selatan dalam bentuk kipas. Di bagian paling bawah kaki gunung inilah terletah kota Bandung.
Di sebelah selatan kaki gunung dan dataran Pulusari-Scholle, di bagian timurnya, terbentang dataran tinggi Bandung yang sebenarnya, suatu cekungan tua yang karena tertutupnya saluran keluar oleh aliran lahar, telah berubah menjadi sebuah danau dengan perkiraan ketinggian 725 m. Van Bemmelen menduga ini terjadi pada masa Neolitikum atau bisa juga lebih kemudian.
Sebelah timur Pulusari-Scholle dibatasi oleh suatu zona patahan dan di atasnya kini menjulang dua gunung api yang lebih muda, namun sudah mati, yakni Gunung Pacet dan Gunung Manglayang yang bagian selatannya juga berbatasan dengan dataran bekas danau.
Permukiman Purba
Von Koenigswald telah menunjukkan bahwa di wilayah timur laut Bandung, tempat-tempat permukiman dengan industri obsidian terletak terbatas di punggungan dan bukit. Semua tempat ini juga menghasilkan peninggalan budaya lain, terutama pecahan tembikar. Bila semua lokasi penemuan ini dimasukkan ke dalam peta topografi, akan terlihat bahwa kepadatan permukimannya tinggi. Jarak antara satu lokasi dengan lainnya rata-rata 500 meter, sedangkan antara lokasi yang lebih besar antara 2-3 kilometer. Dengan begitu, gambaran ini jelas bertentangan dengan pendapat umum yang sering mengatakan bahwa di abad-abad lalu wilayah pergunungan seperti ini merupakan tanah kosong tak berpenghuni.
Dr. Erdbrink yang melakukan penelitian di di dataran tinggi Pangalengan, sekitar 35 km di selatan Bandung, menemukan bahan obsidian yang telah diolah di perkebunan Malabar, Tanara, dan Talun. Tempat-tempat ini berada di ketinggian 1500-1700 mdpl.
_____________________________
Dongeng Bandung #23c Mengenal Kawasan Peninggalan Kuno di Bandung Bagian-2
Dongeng Bandung #23d Mengenal Kawasan Peninggalan Kuno di Bandung Bagian-3
Riwayat Singkat Werner Rothpletz
Ping balik: Dongeng Bandung #23c Mengenal Kawasan Peninggalan Kuno di Bandung – Bagian-2 | Dunia Aleut!
Ping balik: Dongeng Bandung #23d Mengenal Kawasan Peninggalan Kuno di Bandung – Bagian-3 | Dunia Aleut!
Ping balik: Dongeng Bandung #23a Riwayat (Sangat) Singkat Werner Rothpletz | Dunia Aleut!