Salinan tulisan G. Hendriks oleh Komunitas Aleut
Berikut ini adalah artikel dari Gerrit Hendriks (1890-1945) tentang Rumah Potong Hewan di Jalan Arjuna, Bandung, yang kami terjemahkan dari majalah Locale Techniek, volume 5 Tahun 1936. Gerrit Hendriks bekerja sebagai arsitek untuk biro pembangunan Gemeente Bandoeng sepanjang tahun 1929-1942. Ia terlibat dalam perancangan dan pembangunan beberapa bangunan monumental di Kota Bandung, di antaranya Departementsgebouw Gouvernementsbedrijven (Gedung Sate, saat bekerja untuk Burgerlijke Openbare Werken, 1922), Juliana Ziekenhuis (RSHS, 1929), Abattoir di Slachthuisweg 45 (Rumah Potong Hewan, 1935), dan Gebouw Indische Pensioenfondsen Wilhelminaboulevard 9 (Gedung Dwi Warna, 1940). Gerrit Hendriks meninggal dunia di kamp internir Jepang di Cimahi pada tanggal 3 Agustus 1945.
Pada bagian akhir, ditambahkan keterangan pendek dalam bahasa Indonesia saat itu dan kami salin utuh di sini. Keterangan gambar juga kami salin sesuai dengan teks aslinya. Semoga bermanfaat.
“Rumah Potong Hewan di Kota Bandung”
Pada tahun 1935, rumah potong sapi yang baru telah selesai dibangun, sehingga konstruksi seluruh kompleks rumah potong untuk Kota Bandoeng dapat dianggap selesai dan telah digunakan.
Pembangunan dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama mencakup gedung administrasi, dua rumah dinas, dan pintu masuk utama. Pembangunan ini dimulai pada tahun 1934 dengan pembangunan rumah potong babi dan beberapa kandang. Saat ini, tahap ketiga dan terakhir, yaitu rumah potong sapi, juga telah selesai.
Lokasi:
Area rumah potong terletak di bagian barat Bandoeng di Jalan Slachthuis (Slachthuisweg, sekarang Jl. Arjuna), dekat dengan jalur kereta api Bandoeng-Tjimahi. Hewan ternak diantar ke bagian belakang dari tempat pembongkaran khusus yang terletak di jalur samping rel tersebut dan kemudian dibawa ke kandang observasi (Nomor 11 dan 5 pada gambar 1).

Tanah:
Tanahnya hampir datar dan cocok untuk pembangunan. Oleh karena itu, tidak diperlukan langkah-langkah khusus dalam hal pondasi. Selama pembangunan gedung administrasi, rumah dinas, dan pintu masuk, jalan utama (hanya pengerasan sementara) sudah dibangun oleh pemerintah bersamaan dengan penanaman pohon yang diperlukan.
Selama pembangunan selanjutnya, tanaman ini, dengan beberapa pengecualian, tidak mengalami kerusakan sehingga saat ini area rumah potong sudah memiliki tanaman yang cukup maju.
Pembagian:
Persyaratan untuk memisahkan sepenuhnya rumah potong sapi dan babi telah menjadi dasar perencanaan (lihat gambar 1 untuk seluruh rumah potong, dan gambar 2 untuk rumah potong sapi saja). Di kedua sisi pintu masuk utama (yang juga berfungsi sebagai pos penjaga) diatur jalan menuju rumah potong sapi dan babi, yang kemudian terhubung ke ruang distribusi.
Arah lalu lintas kendaraan berlanjut mengelilingi ruang pemotongan, sehingga truk dapat masuk ke ruang distribusi dari belakang (gambar 3) dan setelah memuat, keluar dari ruang pemotongan dari depan (gambar 4).
Di antara jalan masuk ini, yang terhubung oleh pergola dengan pintu masuk utama, terletak gedung administrasi (Nomor 3 pada gambar 1).
Di depan gedung administrasi terdapat teras terbuka di mana, sejajar dengan pergola, ruang kerja yang dirantai dilengkapi dengan loket untuk melayani publik. Di kedua sisinya terdapat kantor direktur dan administrasi sebenarnya. Laboratorium dan beberapa ruang dinas lainnya berada di sekitar halaman tengah terbuka. Di bagian belakang, lorong beratap memberikan akses ke ruang potong sebenarnya.
Sebuah tembok yang menerus (juga di luar bangunan di bagian belakang) memisahkan rumah potong sapi dan babi.


Gambar 4: Bagean seperti di Gambar 3 akan tetapi terliat dari moeka. Disini terliat djoega djalan dari bagean administratie ka bagean oentoek pemotongan.
Di dalam galeri tertutup di bagian depan rumah potong, pintu besi penutup telah dipasang, sehingga satu-satunya hubungan langsung antara rumah potong ditutup.
Babi diantar melalui bagian belakang. Di dalam kandang (Nomor 5 pada gambar 1), sebuah lorong tengah dibiarkan terbuka sehingga babi dapat didorong ke dalam kandang yang berada di kedua sisi lorong ini. Pintu besi dari kandang ini dapat berputar baik ke kanan maupun ke kiri, dan dalam posisi terbuka, mereka juga berfungsi sebagai pembatas di berbagai bagian lorong tengah. Dari lorong tengah, babi didorong ke ruang pemotongan. Setelah pembiusan listrik, hewan tersebut dibunuh dan dengan menggunakan katrol listrik, dibawa ke atas bak pemanas. Melalui meja pencukuran, proses selanjutnya dilakukan, dan dagingnya diangkut ke ruang gantung melalui pipa geser (gambar 5).
Di ruang pemotongan sapi terdapat 18 stan pemotongan yang dapat digunakan secara bersamaan (gambar 6), serta ruang pemotongan untuk hewan kecil. Poros panjang dari ruang pemotongan ini diproyeksikan secara Timur-Barat, baik untuk alasan ritual maupun untuk menghindari sinar matahari rendah. Jendela panjang hanya menerima cahaya Utara dan Selatan.
Hewan ternak diantar dari kandang observasi melalui gang belakang.

Gambar 6: Tempat pemotongan lemboe, terliat didalamnja. Disini terliat dengan terang bagimana atoeranja oentoek mengangkat lemboe jang soedah dipotong, dengan memake rail diatas.
Untuk transport daging dari ruang pemotongan ke ruang gantung, dan selanjutnya ke ruang distribusi dan tempat pembagian daging, dipilih sistem jalur udara tunggal (rel gantung). Di dalamnya terdapat switch yang diperlukan dan alat timbang terintegrasi, sehingga berat bagian daging yang diangkut dapat terlihat pada dua dial selama transportasi.
Isi lambung dan sebagainya diangkut dengan gerobak besi kecil (lihat gambar 6) ke ruang pencerai dan dari sana ke tempat pencuci usus (Nomor 9 dan 8 pada gambar 1).
Isi lambung dibuang ke dalam ruang pencerai dengan menggunakan pembuang beton yang berakhir di atas saluran pembuangan utama. Jika ini terbukti ekonomis, kotoran dapat dipertahankan dan diangkut keluar dari area tersebut melalui mobil yang dapat melewati di bawah ruang pencerai (jalan terdepresi).
Rak kulit terletak di dekat ruangan ini. Di belakang ruangan ini, terdapat tempat tinggal dengan warung untuk para penjual daging, dan selanjutnya terdapat ruang pencucian dan ganti pakaian (Nomor 10 pada gambar 1).
Sel Kulkas yang terlihat pada gambar 2 belum dibuat. Ini dapat dipasang nanti sesuai kebutuhan.
Konstruksi dan Bahan.
Rumah dinas, pintu masuk utama, dan gedung administrasi dibangun dari bata dengan alas pecahan batu.
Pintu masuk utama dilapisi dengan pelat beton (gambar 7), sementara gedung-gedung lain yang disebutkan di atas ditutupi dengan atap kayu yang dilapisi sirap. Kandang babi dibagi menjadi kandang-kandang dengan menggunakan dinding beton bertulang setebal 8 cm yang ditutupi dengan pintu besi.
Atap ditopang oleh struktur baja pada tiang baja, dan ditutupi dengan genteng. Untuk lantai kandang babi ini, digunakan ubin batu besar yang dipahat.
Konstruksi rumah potong babi itu sendiri terdiri dari kolom beton bertulang, balok, dan atap datar. Antara struktur beton ini, diisi dengan batu bata setebal 1 bata, yang didukung oleh alas beton di bawah tanah.
Dengan demikian, pondasi terdiri hanya dari kaki kolom.
Konstruksi yang sama juga diterapkan untuk ruang pemotongan sapi, ruang gantung, menara, ruang distribusi, dan ruang cadangan. Atap di atas ruang pemotongan sapi ditinggikan di atas kolom tengah untuk mendapatkan sirkulasi udara yang baik dan pencahayaan yang menguntungkan.
Semua atap beton datar dilapisi dengan “colas” dan ditutup dengan lapisan kerikil batu apung setebal 5 cm. Pada tempat-tempat yang membutuhkan, sambungan dilatasi digunakan.
Pencuci usus dan ruang cuci-pakaian dibangun sepenuhnya dengan batu pecah. Antara bagian atas dinding batu ini dan bagian bawah bak air, dibuat bukaan bebas sekitar 80 cm di sekitar, di mana tiang batu pecah dibangun untuk penyangga rangka atap (lihat gambar 8).
Di kedua atapnya, sepanjang panjang puncaknya, dilengkapi dengan ventilasi. Melalui dinding luar yang terbuka ini, ventilasi di puncak atap, dan ketiadaan langit-langit, tercipta aliran udara ke atas yang kuat, yang sangat diinginkan untuk ruangan-ruangan ini.

Gambar 8: Tempat pembersihan peroet dan oesoes; terliat disini djoega tempat boeat tjoetji oentoek keperloeannja personeel pemotongan. Terliat djoega djalan jang terpoeter. Soepaja tjikar besar bisa djalan disitoe djoega, maka ada bagean djoega jang terpaksa memake pajon dari beton.
Konstruksi atap baja ini ditutupi dengan sirap. Semua bangunan di sepanjang Jalan Slachthuis, oleh karena itu, ditutupi dengan sirap.
Namun, karena alasan praktis (ventilasi) dan ekonomis, kandang-kandang yang lebih ke belakang ditutupi dengan genteng.
Struktur rangka atap dari keenam kandang observasi sapi juga terbuat dari baja, didukung oleh tiang baja. Setiap kandang memiliki lorong pengawasan dan pemberian makan, dengan tempat pemberhentian sebenarnya untuk sapi di kedua sisinya.
Lantai dan Dinding.
Baik di Eropa maupun di sini, masalah lantai yang baik di rumah potong, khususnya di ruang pemotongan sapi, membawa tantangan khusus.
Untuk lantai semua ruang (kecuali kandang) di rumah potong babi, dipilih ubin berwarna kuning yang dibakar keras.
Namun, untuk ruang pemotongan sapi, ubin tersebut dianggap terlalu lemah setelah beberapa uji coba, akhirnya dipilihlah ubin batu besar yang dipahat, berukuran 30 x 30 x 20. Batu ini, Andesit dari tambang “Goenoeng Massigit”, memenuhi berbagai persyaratan berat yang diajukan. Persyaratan tersebut meliputi: kekasaran yang tinggi, tahan terhadap kerusakan mekanis, serta tahan terhadap darah dan asam.
Kemungkinan terjadinya kusut, jika lantai ini setelah bertahun-tahun penggunaan menjadi terlalu licin, menjadi faktor penting dalam pemilihan bahan ini.
Untuk lantai di ruang gantung, tempat pembagian daging, ruang pencerai, dan tempat pencuci usus (rumah potong sapi), diperoleh ubin leleh besi dari Eropa. Meskipun tidak dapat diproduksi sepenuhnya datar, ubin ini paling tahan terhadap pengaruh darah, dan kebutuhan ini menjadi prioritas utama. Kemungkinan kerusakan mekanis di ruang ini lebih rendah daripada di ruang pemotongan, tetapi sangat diinginkan untuk menggunakan warna lantai yang terang di sini.
Di kandang-kandang rumah potong sapi dan di semua galeri, ubin beton berukuran 30 x 30 cm yang dipadatkan oleh Pemerintah diletakkan. Dinding semua ruangan, kecuali kandang, ruang cadangan, dan beberapa ruang di gedung administrasi, dilapisi dengan ubin keras yang berwarna kuning muda pada ketinggian 2 hingga 2,40 m.

Untuk mencegah masuknya debu dan kotoran serta hujan, bukaan bawah ruang pemotongan sapi dilengkapi dengan kaca tetap (lihat gambar 9).
Semua kusen, jendela, dan pintu terbuat dari baja, diproduksi di negara ini. Di menara, terdapat jam listrik dengan dua dial.
Untuk isolasi dinding, lantai, dan langit-langit di ruang gantung, batu beton berpori dibuat oleh pemerintah, yang ditempatkan di antara dinding luar dan dalam yang terbuat dari batu bata, serta untuk lantai dan langit-langit di antara dua pelat beton.
Ventilasi ruang gantung dilakukan dengan dua kipas ventilator listrik di langit-langit (tertutup). Di dinding, tepat di atas lantai, terdapat lubang ventilasi yang dapat ditutup dengan gesekan besi saat siang hari. Kipas ventilator langit-langit juga ditutup dengan gesekan besi pada siang hari.
Total biaya seluruh kompleks rumah potong sapi dan babi, termasuk rumah dinas, pagar, jalan, saluran pembuangan, penerangan, dan instalasi teknis pemotongan, tetapi tidak termasuk tanah, mencapai sekitar ƒ240.000. Rencana ini disusun oleh Pemerintah Bandoeng. Pelaksanaan dilakukan melalui kontrak, di bawah pengawasan Pemerintah. G. Hendriks.
Romah Tempat Pemotongan Lemboe di Gemeente Bandoeng
Sedari tahoen ’35 Gemeente Bandoeng soedah mempoenja soeatoe romah pemotongan oentoek lemboe dan tjeleng (babi) jang terbikin dengan atoeran-atoeran mitoeroet pendapatan baroe, jalah tentang keradjinan, hygiene dan lain sebagainja. Romah pemotongan itoe terletak dekat spoor, hingga semoea chewan jang dateng dengan spoor itoe bisa teroes masoek ka romah pemotongan.
Romah pemotongan terseboet, terbagai dalam 3 bagean, jang kesatoe bagean oentoek administratie dengan romah-romah boeat personeel, kedoeanja oentoek pemotongan babi dan bagean kandang, ketiganja bagean jang digoenakan motong lemboe. Dalam gambar-gambar jang terlampir dalam karangan bahasa Belanda dari ini hal, dapat diperiksa bagimana roepa dan atoeranja bagean-bagean romah pemotongan itoe. Dalam rentjana, jang dipentingkan jalah oentoek memisah bagean pemotongan lemboe dari pemotongan babi. Lagi poela didjoeroesan satoe sahadja, sedang daging lemboe bisa terangkat dengan djalan rail diatas, dengan tjabang-tjabang ka masing-masing bagean romah pemotongan. Daging kotor seperti peroet, dlsb. diangkat dengan kereta ketjil dan di simpan dibagean sendiri, kerena itoepoen soeatoe kepentingan jang bersamboetan dengan atoeran hygiëne. Disediakan poela tempat oentoek keperloean personeel, seperti boeat tjoetji, dlsb.
Sebagean besar dari romah pemotongan terseboet terbikin dari material beton, Ploer-ploer terbikin dari material jang ta’ begitoe litjin, serta jang tahan djoega oentoek kedjahatan asal dari darah, asam, dlsb. Dalam karangan Belanda diterangkan lebih loeas oentoek bagean-bagean terseboet, oentoek bagimana atoeranja pekerdjakan disitoe dan oentoek pembangoenan pembikinan romah itoe. ***