UNI dan Seabad Dunia Sepak Bola di Kota Bandung: Bagian 1

Minggu-minggu belakangan ini kami sedang coba cicil mengarsipkan berbagai dokumen yang selama ini tertumpuk begitu saja di perpustakaan Komunitas Aleut. Kertas-kertas hasil ketikan, fotokopi, print, kliping, segala macam, memenuhi rak-rak dan dan lemari dan sering menjadi pertanyaan, “Ini apa aja isinya ya?”

Dalam salah satu tumpukan itu ternyata ada dokumentasi tulisan-tulisan karya alm Pak Haryadi Suadi, yang sebagian besar pernah dimuat dalam koran Pikiran Rakyat dengan rentang waktu yang panjang, dari tahun 1990-an sampai awal 2000-an. Belum semua juga terperiksa.

Dokumentasi tulisan ini didapatkan langsung dari alm Pak Haryadi Suadi yang ketika itu sering meminta bantuan untuk mendigitalkan beberapa koleksi musik dan film jadul milik beliau. Dokumentasi tulisan Pak Haryadi Suadi semula ditujukan untuk dipublikasikan di blog yang dikelola oleh Komunitas Aleut, sebagian memang sempat dipublikasikan, namun pada awal tahun 2000-an blog dan providernya sudah tidak ada lagi, artinya arsip digitalnya pun ikut hilang.

Beberapa tulisan itu kami salin lagi, dan kali ini kami publikasikan sebagian di sini.

BANDOENGSE VOETBAL CLUB, PERKUMPULAN SEPAK BOLA PERTAMA DI BANDUNG

Oleh: Haryadi Suadi

Kesebelasan “Hercules” dari Batavia yang kerap berhadapan dengan kesebelasan Bandung di awal abad 20. dok: Haryadi Suadi

Tahun-tahun pertama dari abad ini, lambat laun mulai djelas bagi saja, bahwa sepak bola – atau sebaiknja dikatakan tendang-tendangan bola – mulai digemari oleh kebanjakan orang dan tjabang olah raga ini lambat laun tumbuh melampaui keolahragaan lainnja (Wim L. Kuik, Majalah Houtrustica, Februari 1958).

MEMASUKI abad 20, dunia olah raga di kawasan Hindia Belanda agaknya sudah mulai memasyarakat. Hal ini bisa dilihat bahwa di kota-kota besar di Jawa, di masa itu sudah terdapat banyak penggemar olah raga serta perkumpulannya. Cabang olah raga senam, main anggar, renang, loncat tinggi, balap lari, sepak bola, dan sebagainya, sudah biasa dilakukan orang.

Khususnya sepak bola, di masa itu termasuk cabang olah raga yang cukup populer di kalangan masyarakat. Namun harus diakui bahwa yang aktif berolah raga di masa itu hanya masyarakat Belanda, sedangkan orang pribumi hanya sebagai penonton dan tidak pernah turut dilibatkan.

Sejak kapan cabang olah raga sep ak bola ini mulai dikenal di Tanah Air kita, Tuan Wim L. Kuik menulis dalam majalah Houtrustica Februari 1958, sebagai berikut: Di akhir abad 19 masyarakat di Tanah Air kita belum mengenal sepak bola seperti yang kita kenal sekarang. Orang Belanda kelahiran Ujung Pandang tahun 1878 ini mengakui di masa kecilnya belum pernah melihat permainan sepak bola. Satu-satunya permainan sepak bola yang dia kenal hanya sepak takraw, yakni sepak bola tradisional asal Sulawesi.

Di tahun 1885, Kuik yang ketika itu baru berusia 7 tahun, sempat terkagum-kagum menyaksikan sekumpulan orang pribumi sibuk menendang-nendang bola yang terbuat dari rotan. Barulah di tahun 1895, untuk pertama kalinya dia menyaksikan permainan sepak bola yang sesungguhnya yang diselenggarakan di Batavia. Bertempat di lapang Koningsplein (sekarang Merdeka Barat), dia menyaksikan permainan dari 2 perkumpulan asal Inggris.

Akibat dari peristiwa di Koningsplein ini, masyarakat di Jawa pun mulai demam bola. Buktinya di tahun 1897 sekelompok orang Belanda pencinta olah raga di Bogor telah membentuk perkumpulan sepak bola bernama “Always Ready”. Tiga tahun kemudian tepatnya pada Desember 1900 berdiri pula BVC (Bandoengse Voetbal Club) di Kota Bandung. BVC yang diperkirakan merupakan organisasi sepak bola pertama di Bandung ini, juga didirikan oleh orang Belanda. Para pendirinya tercatat beberapa orang berpangkat tinggi, yakni Ir. P. A. Roelofsen Direktur DB, Inspektur S.S. Staargaard, pegawai De Javasche Bank Teunissen, dan de Vries.

Berdirinya BVC ini telah mendapat sambutan yang cukup hangat dari kaum remaja Bandung. Mereka banyak yang berminat untuk menjadi anggotanya. Paling tidak mereka bisa turut dan merasakan bagaimana nikmatnya menendang-nendang bola di atas lapangan. Dari BVC lahirlah nama-nama para pemain bola kebanggaan Kota Bandung di masa itu seperti Eddy Alting Siberg, Oscar Veer, August Amade, Jan Huysmans, Jap Roggefeen, dan Wim Kuik.

“BIG MATCH” PERTAMA DI BANDUNG

Nama Wim Kuik ternyata tidak bisa lepas dari dunia olah raga. Sejak masa mudanya dia sudah menjadi “petualang” sekaligus penggemar berat olah raga, pencandu bola dan terkenal sebagai jago main anggar. Ketika di Batavia untuk pertama kalinya diselenggarakan permainan sepak bola, dia tidak ketinggalan berdesakan dengan ratusan penonton di Koningsplein. Kemudian, dia minggat ke Bogor untuk bergabung dengan “Always Ready”.

Tahun 1901 dia mulai menetap di Bandung menjadi guru senam dan anggar pada sekolah guru. Di sela-sela kesibukannya itu, sebagai anggota BVC, Kuik giat berlatih bermain sepak bola. Karena keahliannya dalam main anggar, dia diangkat menjadi ketua perkumpulan olah raga senam dan anggar Olympia yang dibentuk tahun 1900.

Sambil memimpin Olympia, nama Kuik sebagai pemain bola BVC semakin terkenal pula. Sementara itu di Batavia dalam tahun yang sama, juga telah berdiri BVC (Bataviase Voetbal Club) Konon BVC Batavia terkenal lebih hebat dan merupakan perkumpulan sepak bola pertama di kawasan Hindia Belanda yang telah mengikuti aturan dan taktik main secara internasional. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila kesebelasan asal Batavia ini disegani dan selalu menjadi pusat perhatian para pemain bola di Jawa di masa itu.

BVC yang sudah punya nama besar sempat datang di Bandung untuk menghadapi sebuah kesebelasan di kota itu. Tidak diperoleh keterangan siapa yang punya gagasan demikian berani untuk mengundang kesebelasan terhebat se-Batavia ini datang ke Bandung. Yang jelas pada hari Natal tahun 1902 BVC Batavia telah hadir di Bandung. Mereka akan menghadapi sebuah kesebelasan asal Bandung yang hanya terkenal di kandangnya. Dan harus diakui, bahwa para pemain kesebelasan yang dipimpin oleh Tuan Eduard Gobee ini, terdiri dari orang-orang yang cuma bisa main bola alias amatiran.

Sekalipun demikian hadimya BVC Batavia ini telah mendapat sambutan luar biasa dari para pencandu bola di Kota Bandung. Menurut Kuik, pertandingan ini merupakan peristiwa bersejarah dalam dunia persepakbolaan di Kota Bandung. Pasalnya untuk pertama kalinya Kota Bandung menyelenggarakan big match yang telah melibatkan sebuah grup yang dipandang paling top di masa itu.

Konon lapang Pieters Park (sekarang Taman Merdeka Kota Madya) tempat pertandingan besar ini diselenggarakan sejak siang sudah dipadati ratusan penonton. Namun, para suporter kesebelasan asal Bandung amat kecewa karena BVC Batavia telah mencukur tuan rumah dengan angka 5-0. Konon, para penonton bertanya. “Siapa yang bertanggung jawab atas kekalahan ini?” “Penjaga gawang Bandung!” demikian para suporternya menjawab. Alasannya amat sederhana, yakni karena dia sering menjauhi gawang. “Seandainya keeper-nya Wim Kuik pasti bola tidak akan masuk,” begitulah komentar mereka.

Apa pasal nama Wim Kuik disebut-sebut karena dia di masa itu memang sudah terkenal sebagai keeper BVC Bandung. Dan rupanya banyak yang kecewa karena BVC Bandung tidak dilibatkan dalam big match ini atau paling tidak Kuik dipinjam untuk memperkuat klub Bandung.

Keinginan masyarakat Bandung agar keepernya diganti oleh Wim Kuik akhirnya terlaksana. Wim Kuik hadir di muka gawang ketika diadakan pertandingan ulang antara kedua kesebelasan tersebut di Batavia sebulan kemudian. Akan tetapi hadirnya keeper Kuik yang semula telah membesarkan hati para suporter asal Bandung ini, ternyata lebih mengecewakan lagi. Dia tidak mampu menghadapi serangan yang bertubi-tubi dari Batavia sehingga pihak Bandung menderita kekalahan 12-0. Lebih menyakitkan lagi karena mereka telah menjadi bahan tertawaan para penonton.

Kendati demikian, Kuik tetap berlapang dada menghadapi kenyataan ini. Sambil menjaga gawang dia selalu tertawa dan berteriak-teriak. Tujuannya menurut Kuik untuk mengalihkan perhatian penonton agar tidak selalu tertuju kepada kekalahan pihak Bandung yang memalukan itu. Seorang wartawan olah raga pernah menulis pertandingan ini sebagai berikut: Keeper Bandung sangat berhasil mempertontonkan sebuah parodi dalam cara mempertahankan gawang. Kami tetap kagum menyaksikan semangatnya karena setiap kali gawangnya dibobol lawan, dia selalu menasihati kawan-kawannya, “Jangan putus asa! Jangan putus asa.” ***

Tinggalkan komentar