
Oleh: Hendi “Akay” Abdurahman (@akayberkoar)
“Kay, ban tukang kempes,” sahut Ervan setengah berteriak. Saya memperlambat laju motor. Kania, partner saya dalam Perjalanan Ngaleut Dewata jilid 2 ini, mengingatkan saya agar menepi jika menemukan tukang tambal ban. Saya mengangguk pertanda mengiyakan.
Hujan yang turun dari pagi membuat jalanan basah dan licin. Tak berapa lama, Kania menepuk pundak dan menyuruh saya untuk berhenti karena dia melihat tukang tambal ban. Entah sedang melamun atau justru terlalu serius berkendara, saya kaget dan menarik handle rem secara mendadak. Motor tersungkur, saya dan Kania meluncur. (Wah, kalimat terakhir berima nih) Hahaha…
Beberapa kawan yang berada di belakang tentu saja berhenti untuk menolong kami. Saya sedikit meringis. Mengalkulasi antara rasa sakit, kaget, dan malu. Meski rasa malu ditulis terakhir, nyatanya, perasaan malu itu berada di urutan pertama. J
Continue reading