Oleh : Putri Socko Kayden

Bicara soal pendidikan, ternyata bukan hanya zaman sekarang saja SMP dan SMA dikenal dengan sekolah-sekolah yang bagus di Bandung. Ternyata sejak zaman dulu-pun, Bandung sudah terkenal dengan pendidikannya yang bagus. Namun yang membedakannya terletak pada ‘mau jadi apa lulusan dari sekolah-sekolah tersebutpada nantinya’. Semua ini akan diuraikan dalam catatan perjalanan di bawah ini, bagaimana penulis yang masih amatir ini mencoba mengungkapkan apa saja yang dia dapatkan dari kegiatan Aleut minggu ini.

Aleut, Minggu tanggal 7 April 2013 merupakan Aleut dengan tema kegiatan ‘Pendidikan’. Cukup banyak yang mengikuti kegiatan aleut hari ini, terlihat dari segerombolan orang yang tampak menunggudi depan Patung Badak Putih di dalam Taman Balai Kota. Ya, disitulah start point aleut untuk tema kali ini. Pada start point, dijelaskan bahwa hari itu, para pegiat aleut akan diajak menelusuri jalan bernama kepulauan seperti Jalan Jawa, Sumatera, dan Kalimantan dimana di jalan-jalan tersebut memang sering ditemukan sekolah-sekolah yang didirikan sejak Bandung Tempo Doeloe.

Dari balai kota, para pegiat Aleut menyebrang memakai jembatan penyebrangan untuk sampai di sekolah ST. Angela yang terletak di depan Balai Kota itu. Disitu dijelaskan bahwa ternyata sekolah tersebut dulunya merupakan sekolah khusus Biarawati saja. Sekolah tersebut bukan sekolah formal pada umumnya yang memfasilitasi muridnya untuk dapat calistung, namun lebih ke sekolah keterampilan. Konon katanya, hanya perempuan Belanda saja yang diperbolehkan untuk bersekolah di sekolah tersebut.

 Lanjut beberapa meter setelahsekolah ST. Angela terdapat Kantor Polwiltabes. Gedung yang sudah dialih fungsikan menjadi kantor polisi ini tadinya merupakan Sekolah Raja atau kweekschool. Sekolah ini merupakan sekolah pembibitan dimana lulusan dari sekolah ini akan menjadi guru. Lain dengan Sekolah ST. Angela, Sekolah Raja merupakan sekolah formal yang memfasilitasi muridnya untuk bisa calistung. Murid-murid disekolah ini yang notabene adalah kebangsaan Belanda dan sedikit saja pribumi yang kastanya tinggi (ningrat), diharuskan untuk menginap di sekolah ini.

Sekolah ini memang bersistem asrama dimana terdapat kamar-kamar yang memangdisediakan di bagian belakang gedung. Kembali ke soal lulusan sekolah ini, seperti yang telah dikatakan bahwa lulusan sekolah ini akan dipekerjakan sebagai guru. Nah, untuk praktek mengajarnya, disediakanlah gedung yang berbeda yang letaknya tepat dipinggir gedung Sekolah Raja ini. Gedung ini berfungsi sebagai tempat praktek. Sekarang, gedung tersebut adalah SDN Banjarsari. Nah, lulusan sekolah yang telah menjadi guru ini digaji oleh para bangsa Belanda. Lulusan dari Sekolah Raja ini kalau zaman sekarang disebut dengan PNS atau guru yang bekerja di sekolah negeri. Ironisnya, zaman dulu itu guru sekolah negeri gajinya lebih besar dari pada guru swasta. Jika guru sekolah negeri di gaji 70 gulden, guru sekolah swasta hanya digaji sebesar 45 gulden saja (8 gulden dapatdibelikan 100 kg beras). Hal ini berbeda sekali dengan kenyataan pada zamansekarang.

Oh ya, mengapa dinamakan SekolahRaja? Ternyata memang mempunyai alasan sendiri. Sejarahnya, dahulu saat para Raja berulang tahun, biasanya akan membangun sekolah-sekolah di wilayah yang menjadi tanah jajahannya. Maka itu sekolah yang dibangun tersebut dinamakan Sekolah Raja.

Kemudian, hal yang membuat miris adalah.. pada kenyataannya, sekolah-sekolah ini dibangun bukan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia supaya lebih pintar dengan bersekolah. Namun… ternyata, para lulusan tersebut memang dijadikan pekerja, yaitu tadi sebagai guru. Karena jika mengambil guru dari luar negeri, harus menggaji dengan jumlah yang besar. Maka itu, para Belanda lebih memilih memperkerjakan para pribumi berkasta tinggi. Hmm.. miris sekali.. dipekerjakan di tanahsendiri.

Perjalanan pun dilanjutkan… dari Sekolah Raja, para pegiat Aleut berjalan dan berjalan hingga tiba di depan sebuah sekolah yang terletak di samping Gereja Katredal. Sekolah tersebut merupakan Sekolah Katolik. Sekolah tersebut dibangun karena ada gereja disebelahnya. Jadi memang Gereja Katredal terlebih dahulu yang zaman dahulu dibangun di daerah situ.

Lanjut, dari situ, Aleutian punberjalan menuju dua SMP favorit di Bandung yaitu SMP 5 dan 2. Kedua Sekolah Menengah Pertama ini dulunya merupakan sekolah lanjutan setelah Sekolah Dasar selama 7 tahun (saat zaman Belanda, SD memang 7 tahun. Sistem pendidikan SD menjadi 6 tahun lamanya berubah saat zaman penjajahan Jepang). Untuk melanjutkan ke sekolah lanjutan ini, berbeda dengan zaman sekarang yang ditentukan dengan NEM sekolah, diputuskan oleh Kepala Sekolahnya masing-masing. Jadi hanya anak-anak yang telah tamat belajar atau mendapatkan rekomendasi untuk meneruskan sekolah dari Sang Kepala Sekolah saja yang dapat masuksekolah-sekolah ini.

Hmm.. bicara soal gedung, ada yang unik dari tampilan gedung SMPN 2. Gedung yang dicat serba hijau ini di gedung sebelah kirinya tertulis ANNO, kemudian di gedung sebelah tengahnya SMP NEGERI 2 Bandung, dandi sebelah kanannya terdapat tahun 1913. Maksud dari tulisan di sebelah kiri dan kanan gedung adalah ‘Didirikan Tahun 1913’. Jadi ‘ANNO’ ini artinya ‘didirikan tahun’.. begitu ^^ (Penulis juga baru tahu, hehehe)

Aleut kali ini memang singkat. Setelah dari SMP 5 dan 2, para pegiat aleut langsung berjalan menuju titik finish kegiatan aleut kali ini, yaitu di SMAN 3 dan 5 Bandung. Disana, para pegiat aleut saling sharing mengenai pengalaman di sekolah SMP ataupun SMA-nya masing-masing. Setelah sharing pengalaman tersebut, kegiatan aleut hari itu punberakhir sudah. Meskipun sangat singkat, kegiatan Komunitas Aleut selalu memberikan hal yang informatif untuk penulis. Dari yang tadinya tidak tahu, menjadi tahu.. ilmu itu mahal, tapi di Aleut, segalanya menjadi terasa lebih mudah 🙂