Oleh Komunitas Aleut

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan Sekitar Bandung Lautan Api: “Amirmachmud, Prajurit Pejuang dari Cibeber, Cimahi”

Tulisan Bagian 1 bisa dibaca di sini.

PEMBENTUKAN BKR LEMBANG

Ketika Proklamasi Kemerdekaan RI diumumkan melalui radio Domei, Amirmachmud sempat mendengarnya langsung ketika sedang tinggal di rumah kakaknya di Lembang. Sehari kemudian Jepang membubarkan tentara PETA. Tanggal 20 Agustus 1945,  pemerintah mendirikan Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) dan tanggal 22 Agustus 1945 mendirikan Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai bagian dari BPKKP. Tanggal 23 Agustus 1945, Sukarno berpidato mengumumkan pembentukan BKR dan mengajak para pemuda bekas PETA, Heiho, dan Kaigun, untuk berkumpul di daerahnya masing-masing.

Di Jawa Barat, pembentukan BKR dilakukan oleh Aruji Kartawinata, di Jawa Tengah oleh Sudirman, dan di Jawa Timur oleh drg. Mustopo. Ada juga BKR Laut, di antaranya dari Jawa Barat, dipimpin oleh RE Martadinata. Mereka yang tidak mengetahui atau menyetujui pembentukan BKR, membentuk kelompok-kelompok sendiri, seperti Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia di Bandung, Angkatan Muda Indonesia di Surabaya, atau Angkatan Pemuda Indonesia (API) di Aceh, dan Badan Penjaga Keamanan Rakyat (BPKR) di Palembang. Amirmachmud dan pemuda-pemuda di Lembang, termasuk adiknya, Achmar, membentuk BKR Lembang. Dengan menggunakan pengetahuan manajemen ketentaraan yang sudah diperoleh sebelumnya, Amirmachmud menyusun organisaninya dalam bentuk kompi, pleton, dan regu. Sebagai tempat latihan, digunakan halaman kompleks sekolahnya di HIS Arjuna. Pihak Jepang yang mendapat perintah untuk memelihara status quo, sampai Sekutu memulangkan mereka ke negerinya, membuat kelompok-kelompok pasukan ini belum menampilkan diri secara terbuka. Amirmachmud dkk secara formal menyebut bahwa para pemuda yang berada di kompleks pendidikan itu sedang bertani.

MENDAPAT SENJATA DARI KEMPETAI DI PENEROPONGAN BINTANG BOSSCHA

Setelah mendengar berita-berita tentang perebutan senjata dari pihak Jepang, Amirmachmud pun membawa 100 orang anggota pasukannya ke Peneropongan Bintang Bosscha. Diketahuinya di sini ada satu pleton Kempetai yang mungkin dapat direbut senjatanya. Setiba di Bosscha, para prajurit Jepang yang sedang makan menanyakan tujuan Amirmachmud ke situ dan dengan tegas dijawab untuk mendapatkan senjata. Dengan spontan pula komandan kempetai menyuruh anak buahnya menyerahkan senjata. Ada sekitar 40 senjata lengkap dengan mesiunya yang diterima Amirmachmud.

Dua minggu kemudian, dua truk penuh berisi tentara Kempetai mendatangi rumah Amirmachmud dengan bayonet terhunus. Amirmachmud menyingkir ke rumah tetangganya, namun karena terdengar bagaimana tentara-tentara Jepang itu membentak istrinya yang sedang hamil, Amirmachmud pun menyerahkan diri. Amirmachmud dibawa ke Bandung dan ditahan selama satu minggu untuk pemeriksaan. Saat dibebaskan oleh Kempetai, Amirmachmud diberi satu balok kain dengan pesan, “Untuk istri Shodanco Amir.”

Ketika itu semangan anti-Jepang sedang meningkat. Pada pertengahan Oktober, datang pula pasukan Sekutu ke Bandung. Ternyata pasukan Belanda juga ikut datang membonceng Inggris. Mulai timbul kecurigan dan terjadi gesekan-gesekan yang berujung pada pertempuran.

Tanggal 5 Oktober 1945 pemerintah meningkatkan fungsi BKR dan membentuknya menjadi Tentara Keamanan Rakyat. Inilah angkatan perang pertama yang dibentuk oleh Pemerintah RI. Satuan-satuan BKR diubah menjadi kompi-kompi, begitu pula BKR Lembang menjadi Kompi III Batalyon Bandung Utara di bawah pimpinan bekas Cudanco Sukanda Bratamanggala. Tiga Kompi lainnya dipimpin masing-masing oleh Sentot Iskandardinata, Tatang Atmadinata, dan Sumarya. Markas Batalyon ditempatkan di Bongkor, Lembang Timur, di sebuah bangunan bekas Belanda.

Selain menjadi Komandan Kompi III, Amirmachmud mendapat tugas memberikan pelatihan-pelatihan militer bagi anggota batalyon. Karena situasi di sekitar Bandung sudah makin intense, pelatihan ini hanya sempat berjalan satu angkatan saja, dari Oktober 1945 sampai Januari 1946.

MENDAPAT SENJATA DARI KEMPETAI DI PENEROPONGAN BINTANG BOSSCHA

Setelah mendengar berita-berita tentang perebutan senjata dari pihak Jepang, Amirmachmud pun membawa 100 orang anggota pasukannya ke Peneropongan Bintang Bosscha. Diketahuinya di sini ada satu pleton Kempetai yang mungkin dapat direbut senjatanya. Setiba di Bosscha, para prajurit Jepang yang sedang makan menanyakan tujuan Amirmachmud ke situ dan dengan tegas dijawab untuk mendapatkan senjata. Dengan spontan pula komandan kempetai menyuruh anak buahnya menyerahkan senjata. Ada sekitar 40 senjata lengkap dengan mesiunya yang diterima Amirmachmud.

Dua minggu kemudian, dua truk penuh berisi tentara Kempetai mendatangi rumah Amirmachmud dengan bayonet terhunus. Amirmachmud menyingkir ke rumah tetangganya, namun karena terdengar bagaimana tentara-tentara Jepang itu membentak istrinya yang sedang hamil, Amirmachmud pun menyerahkan diri. Amirmachmud dibawa ke Bandung dan ditahan selama satu minggu untuk pemeriksaan. Saat dibebaskan oleh Kempetai, Amirmachmud diberi satu balok kain dengan pesan, “Untuk istri Shodanco Amir.”

Ketika itu semangan anti-Jepang sedang meningkat. Pada pertengahan Oktober, datang pula pasukan Sekutu ke Bandung. Ternyata pasukan Belanda juga ikut datang membonceng Inggris. Mulai timbul kecurigan dan terjadi gesekan-gesekan yang berujung pada pertempuran.

Tanggal 5 Oktober 1945 pemerintah meningkatkan fungsi BKR dan membentuknya menjadi Tentara Keamanan Rakyat. Inilah angkatan perang pertama yang dibentuk oleh Pemerintah RI. Satuan-satuan BKR diubah menjadi kompi-kompi, begitu pula BKR Lembang menjadi Kompi III Batalyon Bandung Utara di bawah pimpinan bekas Cudanco Sukanda Bratamanggala. Tiga Kompi lainnya dipimpin masing-masing oleh Sentot Iskandardinata, Tatang Atmadinata, dan Sumarya. Markas Batalyon ditempatkan di Bongkor, Lembang Timur, di sebuah bangunan bekas Belanda.

Selain menjadi Komandan Kompi III, Amirmachmud mendapat tugas memberikan pelatihan-pelatihan militer bagi anggota batalyon. Karena situasi di sekitar Bandung sudah makin intense, pelatihan ini hanya sempat berjalan satu angkatan saja, dari Oktober 1945 sampai Januari 1946.

Kawasan Peneropongan Bintang Bosscha di Lembang. Foto: KITLV.

PERTEMPURAN JALAN CAGAK BANDUNG DAN VILLA ISOLA

Pertempuran paling awal yang dialami oleh Kompi III adalah yang terjadi di Jalan Cagak, yaitu pertemuan antara jalan-jalan Setiabudhi, Cipaganti, Hegamanah, Ciumbuleuit, dan Cihampelas. Kompi III berhasil menangkap tiga orang Gurkha, lengkap dengan kiroff dan amunisinya. Pertempuran terbesar terjadi di sekitar Villa Isola, sebuah villa yang sebelumnya dimiliki oleh Dominique Willem Berretty yang juga pemilik kantor berita Aneta.

Dalam beberapa pertempuran, Villa Isola mendapat serangan dengan senjata berat yang ditempatkan di Ciumbuleuit. Tembakan-tembakan dashyat berhasil melubangi dinding-dinding Villa Isola. Anggota pasukan Lembang ketika itu banyak yang belum pernah mengalami pertempuran yang sesungguhnya, sehingga ketika ada peluru meriam jatuh, mereka bersorak dengan riuhnya, tanpa menyadari akibat yang dapat ditimbulkan oleh ledakan peluru bila mengenai tubuh manusia.

EVAKUASI PASUKAN LAKSAMANA MAEDA DARI CIATER KE CIMAHI

Di Ciater ada tiga pasukan Angkatan Laut Jepang yang tertahan dan pihak Inggris berusaha untuk melucuti dan mengangkut mereka. Pemimpin mereka, Laksamana Maeda. sudah dikenal dengan baik karena bersimpati pada perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Laksamana Muda Tadashi Maeda, melalui Achmad Subarjo yang bekerja di kantornya, menyediakan tempat tinggalnya di Jalan Imam Bonjol No. 1 untuk tempat penyusunan naskah Proklamasi oleh Sukarno, Hatta, Achmad Subarjo, dan Sayuti Melik. Laksamana Maeda adalah Kepala Perwakilan Kaigun atau Angkatan Laut Kekaisaran Jepang sehingga rumahnya merupakan extraterritorial yang ahrus dihormati oleh Rikugun atau Angkatan Darat Kekaisaran Jepang dan Kempetai.Sejak tahun 1992, bekas rumah Laksamana Maeda itu dijadikan Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Laksamana Muda Tadashi Maeda. Foto: wikimedia commons.

MARKAS BELANDA DI GRAND HOTEL LEMBANG

Pemimpin Batalyon Bandung Utara, Sukanda Bratamanggala, kemudian mengadakan perundingan dengan Laksamana Maeda agar bisa mendapatkan persenjataan mereka, dan disepakati bahwa sebagian senjata itu dikuburkan dan nanti pasukan Sukanda akan secara kebetulan menemukannya. Sebab itu ketika Inggris meminta masuk ke Ciater, pihak pejuang mengatakan bahwa merekalah yang akan mengantar pasukan Jepang sampai Cimahi. Maka dikirimlah beberapa buah truk dan sebuah sedan untuk Laksamana Maeda, dan pasukan pejuang mengawal iring-iringan ini sampai Cimahi.

Setelah evakuasi tentara Jepang itu, maka yang menjadi pihak musuh pun berganti, dari Inggris ke pihak Belanda/NICA. Kemudian Inggris menyerahkan Bandung Utara kepada Belanda dan Batalyon Bandung Utara sementara pindah ke luar Lembang. Sebagai markasnya, Belanda menggunakan bekas Grand Hotel yang selama masa Jepang tidak digunakan dan sebagian kompleksnya digunakan untuk pembuatan asinan, makanya Grand Hotel Lembang pernah dikenal juga dengan julukan “Pabrik Asinan.”

Grand Hotel Lembang yang dijadikan Markas Belanda. Foto: KITLV.

*Bersambung ke Bagian 3