NGALEUT PERDANA

Oleh : Caroline Najoan

Nulis ini untuk bayar hutang sama Komunitas Aleut….hehehe, bukan ketang….sebagai pelarian dari tugas yang seharusnya kukerjakan.

Aku menulis ini masih dari sisiku. Sebagai seseorang yang pertama kali ikut suatu kegiatan luar biasa. jadi belum bisa menilai, memberi masukan, atau me- me- yang lain. Aku hanya bisa menuliskan apa yang kurasa, karena itulah yang kubisa uraikan.

Setelah dua puluh tahun lebih tidak menjejakkan kaki di daerah Lembang dan sekitarnya sebagai pelancong dalam arti sebenarnya, aku dapat kesempatan untuk ikut Komunitas Aleut, hari Minggu yang lalu tanggal 2 Mei. Hari pendidikan katanya, maka aku mendidik diri dengan ikutan sama anak-anak muda (biarin deh, udah ibu-ibu juga…kan ga ada yang tau). Kita berencana melihat benteng peninggalan Belanda di Gunung Putri.

Huh, aku bertanya-tanya….puluha tahun tinggal di tatar Sunda, kok tidak tahu ada gunung yang namanya Putri. Kalau hotel Putri Gunung tau. Astaga, memalukan juga ya, boleh deh ngaku-ngaku orang Bandung tapi tidak kenal daerah sendiri.

Dulu waktu muda, aku pernah beberapa kali jalan-jalan di daerah pasir Ipis, Jayagiri, Cikole, Tangkuban Perahum, Burangrang dan Maribaya. Saat itu kita hanya menikmati alam, tidak kurang, tidak lebih. Kali ini aku mendengar berbagai cerita tentang daerah-daerah yang kita lewati. Mudah-mudahan aku bisa ingat jalurnya, siapa tahu bisa ngajak anak cucu kelak..

Start di desa dekat Hotel Panorama, perjalanan menanjak tiada ujung. Napas satu-satu di tanjakan, keringat bercucuran, air minum terus mengalir membasahi tenggorokan, sarapan yang dimaksudkan untuk persediaan energi rasanya sudah seabad lalu habis gunanya. Lebay ? Tidak bro…tahun-tahun terakhir ini aku hiking untuk survey outing anak-anakku, tentunya medannya ringan dan menyenangkan. Yang ini sih medannya aduhay…menyenangkan sih iya…tapi aduh mak ternyata puncak gunung tujuan itu di balik gunung yang jauh di depan itu. Ciut juga nyaliku….bisa ga nih oma Caroline nyampe sana dalam keadaan utuh.

Eh, di satu perhentian, kita istirahat sambil lihat bandung dan sekitarnya. Kata Bang Ridwan, cekungan yang kita lihat itu dulu tidak ada…Lembang dan pegunungan di seberang itu (Manglayang, Palasari, Gunung batu dll) nyambung. Setelah terjadi letusan gunung Sunda, barulah terjadi patahan Lembang. Wah dahsyat juga tuh. Dari jauh terlihat kubah Bosscha (pengen kesana…belum pernah nih). katanya peneropongan utama akan dipindah karena dari Bosscha sudah sulit melihat benda langit. Ah, sayang, tapi kita juga yang buat polusi cahaya. Siapa suruh…

Berikutnya kita lihat Tugu Polisi, belum tahu tuh untuk apa dibangun di sana dan siapa sih mereka yang namanya terukir di sana. Sayang benar, grafiti menutupi permukaan tugu. Kasihan, mereka sangat ingin berekspresi tapi bingung harus bagaimana.

perjalanan dilanjutkan melewati hutan pinus. Pohon-pohonnya disadap, getahnya (?) diambil untuk bahan terpentin. Alat penampungnya bukan menggunakan bambu dan kaleng, tapi pakai pralon dan kantong plastik.

Akhirnya kita tiba di benteng pertama di Gunung Putri. Keren juga ya….tapi ya itu, tertutup grafiti lagi. Sayang betul. Benteng yang bersisa adalah gerbangnya, beberapa ruang, tembok, cerobong asap dan lubang-lubang pengintaiannya. Cocok untuk lokasi syuting nih.

Jalan lagi, jauh juga ke benteng berikutnya. yang ini lebih banyak berada di bawah tanah sisanya. Kata teman-teman, banyak yang sudah runtuh, jadi kita tidak masuk ke dalam. Istirahat saja di atasnya.

Perjalanan dilanjutkan untuk pulang lewat Jayagiri. Aku terkejut….kok jalan tembus ke Jayagiri seperti jalan raya ? Banyak sekali jejak ban mobil yang sangat dalam, menoreh tanah dengan kejam. Alam yang tadinya sunyi tak lama kemudian riuh dengan suara motor trail. Buka satu, tapi puluhan. Polusi suara dan udara. Aduuh….parah pisan.

Istirahat di warung juga trenyuh deh. Mizone, Pocari, Teh Botol dll semua ada. Modern pisan, di kampung juga banyak yang sudah punya TV, motor, mobil bak terbuka dll. Lembang dua puluh tahun lalu rasanya berbeda jauh deh. Boro-boro warung atau motor, orang aja susah ketemu.
Di akhir perjalanan kita mampir di makam Junghun. Bapak yang pertama menanam kina di tatar Sunda. di sana masih ada pohon-pohon kina pertama yang dibawanya dari seberang samudra. Cerita-cerita seru masih mengalir dari teman-teman Aleut. Aku takjub juga dengan pengetahuan mereka. Aku masih perlu belajar banyak. nanti nanya-nanya ah, atau baca-baca deh.

Perjalanan ditutup dengan duduk di angkot, macet menyebabkan perjalanan pulang dengan angkot lebih lama dari hikingnya. Dua puluh kilometer lebih tidak terasa….terasanya keesokan harinya. pantatku sakit, sikuku perih. Hmmm….tidak apa-apa, aku mau ngaleut lagi.

Malamnya aku berdoa, Tuhan terima kasih aku kau pertemukan dengan teman-teman yang pintar. Mudah-mudahan aku terus belajar. Aku juga berterima kasih kau beri betis, lutut, paha, tumit dan kaki yang kuat. Tidak sia-sia kupelihara mereka. Terima kasih juga untuk sepasang paru-paru yang kuat dan jantung yang tak bosan berdenyut. Terima kasih juga aku masih punya indera untuk menikmati semuanya ini. Amin

6 Comments

  1. engkaudanaku

    Aleut….. was fantastis moment.!
    Semangat peserta ga pernah berakhir, walau keringat terus mengalir di terik panas siang itu, 2 mei di hari pendidikan.. 🙂

    Seluruh personel Aleut, trim’s ya…,

    • komunitasaleut

      Jangan kapok ya.. 😀

      • Aisyah Azumi

        mba caroline,,,salaml kenal ^^,,,,

  2. katanyasara

    wah,, sayang ga ikut ke gunung putri…

  3. Indah

    Aduh… kabita ih… kalau pengen gabung boleh nggak? gimana caranya?

    • komunitasaleut

      Boleh aja, kalo mw gabung add dulu fb komunitas aleut , terus cek event terdekatnya, trus langsung gabung aja…

Leave a Reply to engkaudanaku Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑