oleh: Aditya Wijaya

Kabut merayap datang dari kejauhan. Hujan turun seperti malu-malu bersama hembusan angin dingin yang tak segan menunjukkan dirinya hadir menemani Momotoran kami siang itu. Kami melaju perlahan dari Nyalindung menuju jalanan perkebunan Bunga Melur.

Jalannya mulus, tapi naik turun.  Tak begitu lama, kami berhenti sebentar di tempat yang bernama Pasir Tulang. Tempatnya berada di pinggiran bukit. Pemandangan ke arah timur adalah hamparan kebun teh yang luas, sementara ke arah barat adalah hutan yang lebat dengan pohon-pohon tinggi. Pikiran saya berimajinasi membayangkan kejadian pada masa revolusi dahulu.

Nama tempatnya saja Pasir Tulang, tau kan apa yang dibayangkan? Cerita ini saya dapatkan dari tulisan Hendi Jo yang berjudul Hikayat Ladang Pembantaian di Takokak. Sebenarnya ada dua tulisan yang membuat kami dengan sengaja Momotoran melipir ke jalur Bunga Melur ini. Tulisan pertama tentang Harun Kabir oleh Hendi Jo yaitu Pekik Merdeka di Ladang Huma dan tulisan kedua dari buku tentang Rosidi oleh Tosca Santoso yaitu “Cerita Hidup Rosidi”.

Perjalanan dilanjutkan, setelah sekitar 10 menit bermotor kami tiba di Bunga Melur, tepatnya di lokasi Pabrik Teh Bunga Melur, yang kini sudah tidak beroperasi. Hujan masih cukup deras, kadang ditambah dengan tiupan angin yang lumayan kencang. Sejak kemarin angin memang seperti kurang santai, tiupannya selalu laju, bila kena pohon, maka akan mendatangkan suara riuh dari dedaunan yang terombang-ambing.

Di bawah hujan kami parkirkan motor-motor di dekat pabrik, di halaman kantor Afdeling Bunga Melur. Kantornya sepi, malah beberapa ruangan terkesan berantakan. Ada satu ruangan di ujung belakang yang tampak terawat, sepertinya ruangan petugas yang menjaga pabrik.

Di dinding depan kantor tertulis berbagai macam motto. Ada juga sticker dengan gambar kalimat bentuk rasa syukur atas realisasi produksi teh Kebun Goalpara di akhir tahun 2014. Selain itu hanya tersisa suara hujan dan keheningan. Perlahan kami mulai masuk ke bekas pabrik. Di pintu masuk masih tersisa terminal rangkaian lampu tempo dulu. Lantai pintu masuk pabrik berbahan batu halus kotak-kotak cukup besar.

Pabrik ini menggunakan rangka besi beratap seng. Sebagian dindingnya masih menggunakan anyaman bambu. Tidak ada peralatan pabrik yang tersisa. Dinding pun sebagian sudah mulai hancur. Rasanya pabrik ini sudah lama mati dan ditinggalkan.

Pabrik Teh Bunga Melur (Aditya Wijaya)
Kondisi dalam pabrik (Aditya Wijaya)

Setelah membuat beberapa foto dokumentasi, kami mampir sejenak ke warung yang terletak di seberang pabrik, di samping lapangan bola dan SDN Bunga Melur.

Kami mencoba berbincang dengan pemilik warung yang bernama Ibu Enung dan suaminya, sebut saja Bapak Enung. Sebenarnya bukan kami saja yang sedang datang ke warung tersebut, ada juga seorang ibu dan anaknya yang duduk di bangku bambu di depan warung. Bukan orang jauh, mungkin tetangga yang sengaja datang untuk sekadar mengobrol.

Obrolan mengalir begitu saja, dari mulai pertanyaan tentang nama-nama tempat dan lokasi sampai ke cerita-cerita kondisi lingkungan dan kehidupan sehari-hari di perkebunan Bunga Melur. Kami jadi tahu nama pohon-pohon tinggi yang menjadi latar SDN Bunga Melur. Pohon jabon katanya, milik perhutani. Dari pohon ini nanti diambil kayunya untuk digunakan sebagai bahan membangun.

Ibu Enung, dan Ibu Eulis, tamu yang tadi sudah datang lebih dulu, saling bertukar cerita tentang kegiatan samen, kegiatan-kegiatan kampung yang berhubungan dengan liburan kenaikan kelas di sekolah. Pada saat itu, lapangan bola di Bunga Melur ini akan dipenuhi oleh warga setempat, juga para pedagang yang bisa datang dari mana saja.

Saat timbul pertanyaan terkait apa arti nama Bunga Melur, tampaknya mereka tidak bisa memberikan banyak penjelasan, terutama karena mereka sebenarnya bukanlah warga asli Bunga Melur. Pak Enung selintas mengatakan bahwa dulu namanya bukan Bunga Melur, melainkan Mega Melur.

Warung. Ibu Enung sedang duduk di dalam. (Aditya Wijaya)

Tapi saya penasaran juga, apa sih sebenarnya Bunga Melur itu. Dari hasil googling, melur atau Jasminum officinale ternyata adalah sejenis melati, tanaman bunga hias berupa perdu, berbatang tegak, dan hidup menahun. Melati merupakan genus dari semak dan tanaman merambat dalam keluarga zaitun (Oleaceae).

Bunga Melur dijadikan nama salah satu perkebunan di Sukabumi. Sejarah perkebunan ini bisa dilacak pada tahun 1895 setelah diambil alih oleh Wellenstein, Krause & Co. Perusahaan ini membentuk Cultuur Maatschappij Boenga Meloer. Tujuan pendiriannya adalah untuk mengelola lahan sewa yang ditanami teh di sebagian wilayah Tjiandjoer. Kemudian, sebagian kebun teh tersebut ditanami kina. Maatschappij Boenga Meloer memberikan hasil yang baik bagi perusahaan. Sekitar tahun 1933 komposisi pimpinan Maatschappij Boenga Meloer diisi oleh Commissarissen: G. J. Goovaars Jr., W. Volz dan P. A. Waller, dengan Administrateur: J. Th. Van den Berg. Selain Perkebunan Bunga Melur, Perusahaan Wellenstein, Krause & Co juga memiliki kebun-kebun lain di Pangalengan dan Tjibadak seperti Tjidamar, Maswati dan Mandaling.

Dari laporan tahunan Cultuur Maatschappij Boenga Meloer 1910: Teh Assam menghasilkan 754 Kilo’s per bouw, Teh Ceylon & Java menghasilkan 652 Kilo’s per bouw. Sementara pada tahun 1911: Teh Assam tua menghasilkan 545 Kilo’s per bouw, Teh Assam muda sekitar usia 4 tahun menghasilkan 495 Kilo’s per bouw, Teh Ceylon & Java menghasilkan 584 Kilo’s per bouw. Pada tahun 1938 Kebun Teh Bunga Melur memiliki luas tanam 291 hektar untuk teh dan 93 hektar untuk kina. Begitulah keterangan singkat saja tentang Kebun Bunga Melur.

Usai mengobrol dengan ibu-ibu dan bapak yang ramah dan senang bercerita ini, perjalanan momotoran kami berlanjut melaju ke Takokak. Di sini kami berhenti sebentar untuk ke bukit kecil yang jadi Taman Makam Pahlawan. Lalu, masih dalam guyuran hujan yang tak mau berhenti, lanjut lagi menuju Cikawung, Ciwangi, Pal Dua, Sukamanah, Gunung Gombong, Geger Bitung, Cireunghas, dst. Setelah sampai di Bandung saya berulang kali mendengarkan lagu berjudul Bunga Melur dari P. Ramlee. Rasa-rasanya liriknya sesuai dengan kondisi Bunga Melur saat ini.

Bunga melur yang cantik pinjam dari @yanakellen di sini

Di hujung sana tempatmu bunga melur

Bukan di taman yang indah bunga melur

Hanya di sudut halaman tiada dihiasi jambangan indah permai

Tapi warnamu yang putih bunga melur

Tandanya suci dan murni bunga melur

Walaupun ditiup debu warnamu dan baumu tetap memikat kalbu

Ibarat gadis desa bunga melur sederhana

Walau kering tak bercahaya bunga melur

Baumu memikat jiwa

Semoga sabar dahulu bunga melur

Pada di suatu ketika bunga melur

Masanya akan menjelma

Disanjung dan dipuja oleh gadis remaja

_________

Lagu ditulis oleh S. Sudarmadji dan dinyanyikan oleh P. Ramlee.