Category: Bandung (Page 4 of 4)

Bandoeng Vooruit dan Komunitas Baheula di Bandung

Repost

bandoeng vooruit 1

Sebagai kota pendidikan, sepanjang tahun Bandung diserbu pendatang baru dari berbagai daerah di Indonesia dengan tujuan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Akibatnya angkatan muda di Bandung sangat banyak jumlahnya. Sebagian dari angkatan muda ini berkelompok sesuai minatnya masing2, membentuk komunitas2, tak heran bila saat ini Bandung menjadi gudangnya komunitas. Mulai dari komunitas yang sekadar berkumpul dan menyalurkan hobi sampai komunitas belajar yang serius bisa ditemukan di sini.

Sebagian di antara komunitas2 ini punya perhatian khusus terhadap kota Bandung. Cara dan fokus perhatian setiap kelompok ini bisa berbeda-beda tetapi umumnya bertujuan untuk mengapresiasi kehidupan Kota Bandung. Pernyataan yang muncul juga beragam; betapa senangnya tinggal di Bandung; betapa banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan demi kenyamanan tinggal di Kota Bandung; betapa banyaknya persoalan yang harus dihadapi masyarakat akibat pengelolaan resmi yang tidak memuaskan, dst dst.

Continue reading

Bank Indonesia d/h De Javasche Bank

Lokasi BI 1946 b

Bank Indonesia adalah bank hasil nasionalisasi bank Belanda, de Javasche Bank, yang pada masa kolonial bertugas sebagai bank sirkulasi Hindia Belanda. De Javasche Bank menjadi perintis perkembangan sistem perbankan pada masa kolonial Belanda.

Berdasarkan keputusan dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, de Javasche Bank ditunjuk sebagai bank sentral. Pada tahun 1951 dibentuk Panitia Nasionalisasi de Javasche Bank dan menunjuk Sjafruddin Prawiranegara sebagai presidennya menggantikan Dr. A. Houwink yang mengundurkan diri. Dalam peringatan 125 tahun de Javasche Bank, 24 Januari 1953, Wakil Presiden Moh. Hatta mengatakan bahwa bank ini akan ikut menyelenggarakan kebijaksanaan moneter pemerintah dan akan aktif mempengaruhi perkembangan perekonomian dalam masyarakat. Kemudian lahirlah Bank Indonesia sebagai bank sentral pada tanggal 1 Juli 1953.

Continue reading

PASAR BARU BANDUNG

Repost
Siapa tak kenal Pasar Baru Bandung? Gedung pasar dengan bangunan modern ini terletak di Jalan Oto Iskandar Dinata (dulu Pasar Baroeweg). Bangunan yang sekarang berdiri ini mulai dibangun pada tahun 2001 dan selesai serta diresmikan oleh Walikota Bandung pada tahun 2003.

Sebelum berdirinya bangunan modern bertingkat dengan kompleks pertokoan ini, Pasar Baru masih dikenal sebagai pusat perbelanjaan dengan konsep pasar tradisional. Sayang konsep ini sekarang sudah hilang dari Pasar Baru dan hanya tersisa di kawasan sekitarnya saja karena berganti dengan model Trade Centre yang belakangan populer. Pembangunan gedung modern berlantai 11 ini (termasuk basement dan lahan parkir) menelan dana lebih dari 150 milyar. Pada masa perencanaan dan pembangunan awalnya cukup sering terjadi demonstrasi yang menentangnya.

image
Pasar Baru tahun 2008 (RH)

Continue reading

Sekilas Mesjid Agung Bandung.

Repost

Sekarang bila hendak memastikan jadwal berbuka puasa, tak jarang orang menunggui televisi atau radio untuk mendengarkan kumandang suara adzan. Mesjid dengan speaker yang cukup keras memang banyak di Bandung, tapi seringkali suaranya kalah oleh kebisingan suasana kota. Namun di Bandung tempo dulu yang sunyi, bunyi bedug, tanpa harus menggunakan peralatan pengeras suara, sudah cukup membahana sampai ke Ancol, Andir, Tegalega, bahkan sampai Kampung Balubur. Menjelang subuh, bebunyian dari kohkol (kentongan) malah bisa terdengar sampai ke Simpang Dago, Torpedo (Wastukancana), dan Cibarengkok (Sukajadi).

Setiap bulan Ramadhan, Mesjid Agung ramai kunjungan masyarakat Bandung, termasuk oleh warga dari wilayah utara. Ya maklum saja, di utara Bandung masih cukup langka keberadaan mesjid selain Mesjid Kaum Cipaganti. Lagi pula mesjid legendaris ini berada di titik pusat keramaian kota. Orang beramai-ramai berbuka puasa di sekitar Pasar Baru dan Alun-alun. Di sana banyak warung, restoran, atau tukang dagang keliling yang bisa didatangi. Setelah shalat Maghrib, orang biasanya bersantai-santai sambil menunggu saatnya shalat Isya dan Taraweh di Mesjid Agung.

COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Moskee_en_alun-alun_TMnr_10016554B

Continue reading

Pangeran Paribatra di Bandung

Pada bagian ini, saya kembali lagi ke buku Wisata Bumi Cekungan Bandung seperti yang sudah saya kutip dalam tulisan sebelumnya. Pada halaman 119 ada tulisan sebagai berikut:

“Di tahun-tahun itulah, tepatnya pada tahun 1902, Rama V berkunjung ke Indonesia dan mampir ke Bandung. Mungkin pada saat itu, Rama V mendapat informasi mengenai keindahan alam tatar Priangan, sehingga menyempatkan datang ke Bandung yang saat itu pastinya masih sangat lengang. Rama V mungkin juga bercerita pada cucunya mengenai keindahan Bandung sehingga kemudian sang cucu, Rama VII, menapaktilasi kunjungan kakeknya itu. Bahkan Rama VII sempat membuat taman di kawasan Jl. Cipaganti berikut villanya. Jika kemudian mengunjungi Curug Dago, bisa jadi karena air terjun ini merupakan obyek alam terdekat di sekitaran Bandung, yang tentunya saat itu masih berair bening dan berpanorama indah.”

Di sebelah utara Bandung ada satu tempat yang dinamai Bunderan Siam (biasa dibaca Siem). Lokasi ini persisnya berada di perpotongan antara Jl. Cipaganti dengan Jl. Lamping (sekarang ditempati oleh pom bensin). Bunderan Siam memang cukup unik, selain namanya yang mengingatkan kepada kerajaan Thailand yang memang bernama lama Siam, juga karena di situ dahulu terdapat sebuah taman yang sangat indah.

Continue reading

Chulalongkorn atau Rama V

Lagi buka2 cerita tentang dua Prasasti Raja Thailand di Curug Dago, jadi teringat sebuah buku berjudul Journeys to Java by a Siamese King karangan Imtip Pattajoti Suharto. Buku ini mengkompilasi tiga catatan perjalanan yang dilakukan oleh Raja Thailand, Chulalongkorn atau Raja Rama V ke Pulau Jawa pada tahun 1871, 1896, dan 1901.

Nah, siapakah Raja Rama V?

King_Mongkut_and_Prince_Chulalongkorn

Rama V atau Chulalongkorn adalah anak tertua Raja Mongkut (Rama IV) dan Ratu Debsirindra. Dilahirkan pada 20 September 1853. Dalam usia 15 tahun (1868) Rama V dinobatkan sebagai raja Siam menggantikan ayahnya yang baru wafat. Chulalongkorn mendapat gelar Phra Bat Somdet Phra Poraminthra Maha Chulalongkorn Phra Chunla Chom Klao Chao Yu Hua. Walaupun masih sangat muda, tetapi rakyat akan segera mengenalnya sebagai salah satu raja Siam terbesar. Raja yang akan membawa banyak perubahan dan memberikan kesejahteraan bagi bangsanya. Di masa puncak kolonialisme negara2 Asia, Chulalongkorn berhasil menghindarkan negrinya dari penjajahan bangsa barat.

Continue reading

Tahura Ir. H. Djuanda dan PLTA Bengkok

Pada masa kolonial Kota Bandung dikenal sebagai kota yang asri karena memiliki sangat banyak taman sebagai penghias kotanya. Tak aneh bila saat itu Bandung populer sebagai kota taman. Di tengah kesibukan pembangunan berbagai sarana perkotaan, taman juga menjadi perhatian penting bagi pemerintah saat itu sehingga di sudut- sudut kota dibangun berbagai taman yang dirancang dengan indah. Kondisi seperti ini melahirkan banyak sebutan yang memuji keadaan Kota Bandung waktu itu, de bloem van bergsteden (bunganya kota pegunungan), Europa in de tropen (Eropa di wilayah tropis), sampai The Garden of Allah.

Taman-taman yang asri seperti ini sangat menyejukkan dan menyegarkan bagi warga kota sehingga menjadi tujuan rekreasi yang mudah dan sangat murah bagi siapapun. Setiap saat warga kota dapat melakukan rekreasi ke taman-taman ini, sejak pagi hingga malam hari. Sangat menyenangkan…

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda
Taman terbesar yang pernah dibangun oleh pemerintah Hindia-Belanda berbentuk hutan lindung dengan nama Hutan Lindung Gunung Pulosari. Perintisan taman ini mungkin sudah dilakukan sejak tahun 1912 berbarengan dengan pembangunan terowongan penyadapan aliran sungai Ci Kapundung (kemudian hari disebut sebagai Gua Belanda), namun peresmiannya sebagai hutan lindung baru dilakukan pada tahun 1922.

Continue reading

Ngaleut dan Piknik di PLTA Bengkok, Minggu, 26 Mei 2013

Ini catatan ringkas saja tentang perjalanan ngaleut kemarin bersama @KomunitasAleut. Untuk ngaleut hari ini sudah dirancang sebuah rute pendek dengan beberapa objek berbeda yang berada di jalur jalan kampung antara Kolam Pakar dengan kompleks PLTA Bengkok di Dago.

Peta Pakar Bengkokb       1369671264575
Peta dan rute perjalanan ngaleut kemarin. Rekaman rute oleh @adam_taufik.

Kegiatan dimulai dengan pembagian kelompok untuk berbelanja bahan masakan di Pasar Elos, Terminal Dago. Ada yang bertugas berbelanja bahan sayuran, bahan beberapa macam sambal, bahan lauk, dan lain-lain. Setiap kelompok ini nanti akan bertanggungjawab juga untuk mengolah setiap bahan yang ditentukan. Ternyatalah ada peserta yang belum pernah ke pasar, tidak tahu nama dan bentuk bahan makanan atau masakan tertentu, tidak tahu bahan2 yang diperlukan untuk membuat masakan tertentu, tidak berani menawar, dan sebagainya. Tentu saja ini menjadi pengalaman menarik..

Dari Pasar Elos, rombongan @KomunitasAleut menuju Kolam Pakar sebagai titik awal perjalanan. Dari sini perjalanan tidak terlalu jauh dan melulu akan melalui jalanan menurun. Sebelum mencapai titik tertinggi pipa pesat PLTA Bengkok (Tangga Seribu), rombongan mampir dulu ke suatu kawasan yang oleh masyarakat dulu dikeramatkan, yaitu Kampung Cibitung. Di kawasan lembah curam ini terdapat beberapa mata air yang menjadi sumber kebutuhan air warga sekitar. Terdapat beberapa bak penampungan dengan jalur2 pipa.

Continue reading

Tangkuban Perahu dan Kopi di Priangan

Konon pendakian pertama Gn. Tangkuban Parahu dilakukan oleh Abraham van Riebeeck pada tahun 1713. Pendakian ini merupakan misi pencarian belerang sebagai bahan campuran pembuatan bubuk mesiu untuk meriam dan bedil. Saat itu tentu saja belum ada jalur jalan seperti sekarang, sehingga pendakian ke puncak gunung dengan ketinggian 2.076 mdpl itu bisa sangat melelahkan.

Akibatnya memang fatal bagi van Riebeeck, beliau meninggal dalam perjalanan pulang dari puncak Tangkuban Parahu tanggal 13 November 1713 karena tenaga yang habis terkuras. Sebelumnya van Riebeeck juga sudah mendaki Gn. Papandayan di sebelah selatan. Beruntung van Riebeeck sempat meninggalkan catatan-catatan yang kemudian menyadarkan Kompeni Belanda tentang potensi alam Tatar Ukur (Priangan) waktu itu. {1}

Ridwan Tangkuban Parahu 2
Peta kawah dan trekking dari masa Hindia Belanda.

Abraham van Riebeeck adalah putra Joan van Riebeeck, pendiri Capetown di Afrika Selatan. Pada tahun 1712 ia mendarat di Wijnkoopsbaai (sekarang Pelabuhan Ratu) sebagai salah satu orang pertama yang memperkenalkan tanaman kopi ke Pulau Jawa.{2} Kelak penanaman kopi ini akan menjadi salah satu andalan hasil bumi Priangan hingga dipaksakan penanamannya mulai tahun 1831
melalui kebijakan cultuurstelsel atau sistem tanam paksa sebagai upaya pemulihan kas Hindia Belanda yang tersedot akibat Perang Diponegoro (atau Perang Jawa, 1825-1830).{3}

Continue reading

Kampung Apandi, Braga

Repost

P1630109B

Ruas Jl. Braga di Bandung tentulah sudah dikenal baik oleh masyarakat, baik sebagai objek wisata berwawasan sejarah atau arsitektur. Sejumlah bangunan tua di Jl. Braga belakangan ini menjadi lebih populer sebagai tempat berfoto-ria yang dilakukan baik oleh kalangan wisatawan atau pun para pelajar dan remaja Kota Bandung. Belakangan Jl. Braga agak mengundang kegaduhan dalam masyarakat sehubungan dengan program revitalisasi yang menggantikan bahan jalan dari aspal dengan batu andesit. Jalan berbatu andesit ini ternyata tak pernah mampu bertahan cukup lama dalam kondisi baik.

Tapi dari pada membicarakan masalah revitalisasi yang tidak vital itu, saya langsung saja ke perhatian utama saat ini, yaitu Kampung Apandi. Ruas Jl. Braga sebetulnya diapit oleh dua kawasan di kiri-kanannya, masing-masing Kampung Apandi di sebelah barat dan sebuah Europeschewijk di sisi timurnya. Europeschewijk yang dulu dikepalai oleh Coorde sekarang menjadi kawasan Kejaksaan Atas dan nama Gang Coorde menjadi Jl. Kejaksaan. Istilah Kejaksaan Atas dan Kejaksaan Bawah adalah istilah tidak resmi dari warga untuk membedakan potongan Jl. Kejaksaan antara Tamblong-Braga dengan Tamblong-Saad.

Continue reading

Prof. Kemal Charles Prosper Wolff Schoemaker

Repost
48a
Para peminat sejarah kolonialisme di Hindia Belanda dan terutama Bandung, tentunya tak asing dengan nama Wolff Schoemaker. Beliau adalah arsitek yang banyak merancang gedung-gedung monumental di Bandung. Dapat disebutkan beberapa karyanya yang terkemuka seperti Villa Isola, Hotel Preanger, Gedung Merdeka, Peneropongan Bintang Bosscha, Bioskop Majestic, Landmark Building, Gedung Jaarbeurs, Penjara Sukamiskin, Gereja Bethel, Katedral St. Petrus, Mesjid Raya Cipaganti, dan banyak lagi yang lainnya. Demikian banyak karyanya diBandungsehingga seorang pakar arsitektur dari Belanda, H.P. Berlage, pernah mengatakan bahwa Bandung adalah “kotanya Schoemaker bersaudara”. Ya, Wolff Schoemaker memang memiliki seorang kakak yang juga terpandang dalam dunia arsitektur masa kolonial, yaitu Richard Schoemaker.

Continue reading

Kawasan Jalan Kedokteran di Bandung

Di Bandung terdapat satu kawasan yang nama jalanannya menggunakan nama2 dokter, baik nasional maupun internasional. Kawasan ini terletak di sekitar Rumah Sakit Hasan Sadikin dan Bio Farma. Kadang2 orang menyebutnya kawasan Cipaganti berdasarkankan nama jalan utama di situ. Nah, siapa saja dokter yang namanya (pernah) dijadikan nama-nama jalan itu? Ini cerita-cerita ringkasnya.

Image
Beberapa nama dokter di dalam kompleks jalan kedokteran di sekitar Bio Farma sebenarnya merupakan para pendiri perkumpulan kebangsaan Boedi Oetomo (20 Mei 1908). Mereka adalah Wahidin Soediro Hoesodo, Soetomo, Radjiman Wediodiningrat, Goenawan Mangoenkoesoemo, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Soewardi Soerjaningrat. Mereka semua adalah dokter-dokter yang lulus dari Sekolah Dokter Jawa atau STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen).

Tidak semua nama mereka saya temukan menjadi nama jalan di kawasan yang sama, misalnya apakah memang tidak pernah terdapat nama jalan Soetomo atau Soewardi (Soerjaningrat) atau apakah nama jalan tersebut pernah ada namun sudah berganti dengan nama jalan baru?

boedi-oetomob
Perkumpulan Boedi Oetomo

dr. Radjiman (1879-1952):

Image
Radjiman Wedjodiningrat lahir pada 21 April 1879 di Desa Melati, Kampung Glondongan, Yogyakarta, dari keluarga yang bersahaja. Ayahnya, Sutodrono, adalah pensiunan kopral KNIL yang menjadi centeng di Pecinan, dan ibunya keturunan Gorontalo.

Ayah Radjiman, Soetodrono, adalah keturunan ketujuh Kraeng Naba, saudara Kraeng Galesong, yang membantu Trunojoyo melawan Mataram. Dalam konflik itu, Kraeng Naba berada di pihak Mataram. Continue reading

Newer posts »

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑