
Oleh: Vecco Suryahadi (@Veccosuryahadi)
Pada tahun 1948, Observatorium Bosscha mendapatkan bantuan donasi untuk membuat optik teleskop baru dari Unesco. Bantuan ini didapatkan ketika Egbert A. Kreiken yang pernah menjadi staf Observatorium Bosscha (1928-1930) menghadiri General Meeting UNESCO di Meksiko. Baru pada tahun 1950, berita ini disampaikan kepada Pemerintah Indonesia.
Pada awalnya, teleskop yang akan dibuat berjenis Cassegrain. Kemudian diganti menjadi Schmidt karena pertimbangan transparansi langit di observatorium. Sayangnya, jenis Schmidt tergolong mahal. Akibatnya, terjadi negosiasi antara UNESCO dengan Pemerintah Indonesia. Hasilnya biaya pembangunan mounting, gedung, dan operasional teleskop ditanggung oleh Pemerintah Indonesia. Sedangkan optik teleskop berasal dari bengkel Observatorium Yerkes yang didanai oleh UNESCO.
Saat itu, biaya yang ditanggung pemerintah Indonesia tergolong besar. Biaya pembuatan mounting saja berkisar 150 ribu – 200 ribu dolar. Padahal Pemerintah Indonesia hanya menyediakan sekitar 16 ribu dolar saja. Akibatnya, pihak observatorium meminta bantuan Jan H. Oort, direktur Observatorium Leiden. Atas bantuannya, Observatorium Bosscha mendapatkan desain mounting dari Rademakers di Rotterdam secara gratis.
Pembangunan mounting dimulai pada tahun 1957. Biayanya pun turun menjadi 17 ribu dolar dengan donasi seribu dolar dari Leiden yang sebelumnya menjanjikan 4 ribu dolar. Akhirnya, mounting selesai pada bulan Maret 1958 dan tiba dua bulan kemudian di Pelabuhan Tanjung Priok.
Lalu, bagaimana dengan optik teleskopnya? Optik itu datang terlambat karena dua faktor. Pertama, direktur observatorium Van Albada kembali ke Belanda karena boikot terhadap orang Belanda yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Kedua, Gerard Kuiper yang menjabat direktur Observatorium Yerkes enggan menyerahkan optik karena tidak ada astronom yang bertanggung jawab di Bosscha.

Kemudian, datanglah Dr. The Pik Sin yang telah menyelesaikan studi doktoral di Amerika Serikat. Pada tahun 1959, Dr. Pik Sin diberi mandat sebagai direktur observatorium. Perlu diketahui bahwa Dr. Pik Sin adalah murid pertama Van Albada. Dengan alasan-alasan di atas, maka yakinlah Gerard Kuiper untuk menyerahkan optik teleskop berharganya.
Perakitannya dan pembangunan dilakukan secara hati-hati dan detail. Pemasangan tabung dan rangka kaki “Bima Sakti” dipercayakan kepada Pabrik Sendjata & Mesiu Bandung (kini Pindad). Sedangkan, pemasangan alat-alat optiknya diserahkan kepada Dr. The Pik-Sin dan Dr. Victor. M. Blanco, ahli bintang dari Case Institute of Technology. Perakitan dan pemasangan ini memakan waktu dua bulan.
Teleskop selesai pada bulan Mei 1960. Teleskop itu kemudian dipancang di bangunan bekas astrograaf yang letaknya sekitar 300 meter sebelah timur dari koepel Teleskop Zeiss. Upacara serah terima dilakukan Dr. Mattson yang mewakili UNESCO kepada Pemerintah Indonesia.
Lalu, apa nama teleskop baru yang mahal ini? Namanya ialah Bima Sakti. Pelaku di balik nama Bima Sakti ialah Van Albada. Alasannya ialah penggunaan utama teleskop untuk meneliti galaksi Bimasakti.
Baca juga artikel lainnya dari Vecco
(komunitasaleut.com – vss/upi)
Sumber Bacaan:
Tulisan Evan I. Akbar di Bosscha.itb.ac.id.
Buku Djawa Barat.
The Bosscha Observatory Schmidt Telescope karya Van Albada
Leave a Reply