Ditulis oleh : Indra Pratama
Setelah trip luar kota terakhir pasca lebaran kemarin ke daerah Kawali, Ciamis, akhirnya Aleut pun mengadakan lagi trip luar kota. Tujuan kali ini sebenarnya tidak terlalu jauh dari Bandung, yaitu kota hujan Bogor atau dahulu dikenal sebagai Buitenzorg. Buitenzorg sendiri bisa diartikan secara harfiah sebagai “Tanpa Kekhawatiran”*.

Setelah sempat ada miscom dengan sang supir mobil rental, maka meluncurlah 2 mobil gerombolan Aleut sekitar pukul 4.10 dari Buahbatu Dalam. Setelah adu sprint sepanjang tol, tibalah kami pukul 6.45 di gerbang tol Ciawi, dimana di daerah tugu telah menunggu temannya BR yang akan ikut serta.

Karena tujuan pertama adalah kompleks makam para perwira Nazi di daerah Arca Domas, Desa Sukaresmi, Cisarua, maka tak jauh dari tugu, kami pun mengambil jalan kecil yang difficulty nya nightmare, karena jika berpapasan dengan kendaraan roda empat lainnya, salah satu bisa dipastikan harus mengalah, dan tanjakannya OMG sekali untuk ukuran sebuah mobil sedan dengan 5 penumpang, makanya tadinya Asep mau diturunin aja suruh jalan kaki. Setelah 40 menitan adu skill, maka tibalah kami di daerah Arca Domas, sebuah daerah khas kaki gunung dengan deretan Villa yang beradu populasi dengan pohon-pohon Pinus dan tanaman sayuran dimana Gunung Pangrango (hatur nuhun Asep koreksina) terlihat jelas dari sana pada pagi yang indah itu.

Kompleks pemakaman tentara Jerman ini memuat (halah) 10 makam tentara Jerman dengan berbagai pangkat. Ada Komandan Kapal Selam, Letnan Satu, hingga Tukang Kayu Kapal. Dengan catatan ada dua buah makam yang tidak diketahui namanya. Komplek ini dulunya merupakan lahan milik KARL THEODOR dan EMIL HELFFERICH, tetapi saya belum dapat keterangan banyak tentang kedua orang ini (pernah baca sih katanya kalo Emil merupakan akademisi ekonomi/finansial, sedangkan Karl Theodor juga selain akademisi finansial seperti saudaranya, juga merupakan politisi). Mungkin nanti ada tulisan dari peserta lain yang bisa mengupas lebih jauh.

Setelah turun gunung, kami pun memasuki Kota Bogor untuk menjelajahi kawasan Batutulis. Di kawasan ini kami melihat beberapa peninggalan sejarah yang cukup penting di kota ini. Ada makam Embah Dalem Batutulis, yang menurut nenek penjaga, merupakan salah satu wali yang menyebarkan Islam di daerah ini. Tapi kalo mau kesana jangan kaget kalo tempat ini bukan tempat wisata sejarah yang anda bayangkan. Dari makam Embah Dalem Batutulis, kami pun nikreuh kearah Stasiun Batutulis, stasiun kecil yang old school banget, dimana seperti biasa sesi foto keluarga pun terjadi. Lanjut jalan lagi ke beberapa peninggalan masa Hindu seperti Arca Puragalih, the famous Prasasti Batutulis, dan sebuah kumpulan batu di pinggir jalan yang saya kurang jelas lihatnya.

Setelah panas-panasan jalan, akhirnya naik mobil lagi menuju makam salah satu maestro seni lukis naturalis Indonesia, yaitu makamnya Raden Saleh. Makam pelukis yang salah satu karyanya dipajang di Louvre ini terletak di sebuah gang. Makamnya yang lama yang sempat (katanya) dibiarkan terlantar dipugar dan diperbaharui oleh pemerintah. Sekarang di makam ini selain makam Raden Saleh dan Istrinya, ada pula sebuah bangunan yang berisi poster-poster profil dan karya Raden Saleh. Dan yang paling penting untuk wisatawan jarak jauh, yaitu WC.

Caw dari makam Raden Saleh, kami pun bergerak tidak jauh ke daerah Empang, dimana disitu terletak Kampung Arab, destinasi paling menarik hari itu. Sebuah mesjid tua,dimana di sampingnya ada bangunan makam Habib Abdullah Bin Mukhsin Alatas dimakamkan. Habib Abdullah, atau juga disebut Wali Qutub dipercaya sebagai cucu keturunan ketiga puluh enam Nabi Muhammad SAW. Rumah-rumah bergaya kolonial di sekelilingnya turut mempercantik area ini. Kecuali panas dan bau parfum jualan yang menyengat, destinasi ini mantap tenan, terutama bagi mereka pecinta musik pop timur-tengah, pecinta pria keturunan timur tengah dan pecinta bengkoang serta taleus.

Akhirnya setelah tanning diluar dan sauna di mobil, kami caw lagi ke tujuan selanjutnya yaitu Kebun Raya Bogor. Forget about tukang parkir Yahudi, kami pun masuk dengan membeli tiket 9.500 seorang. Ditambah 2 buah brosur+peta (pelit bgt dah pengelola). Disambut dengan tugu peringatan Ny.Raffles, kami pun bergerak kearah eks Laboratorium dan rumah Melchior Treub, kepala Buitenzorg Botanical Garden waktu itu, bangunan ini menurut beberapa sumber dibangun tahun 1860. Khusus eks rumahnya, katanya sekarang dijadikan guest house seharga 250rb semalam. Mau ah kapan2, tp kudu dibaturan da sieun. Sementara museum Zoologi sudah nggak tertarik karena capek.

Setelah istirahat bentar, caw lagi kearah Kerkhoff (koreksi lg kalo salah) atau pemakaman, masih di area Kebun Raya. Disini dimakamkan orang-orang penting pada masanya. Con : ada makamnya Van den Bosch, pencetus Cultuur Stelsel. Oiya, ada makam tahun 17XX an juga loh, atas nama Cornelis Poutman. Disini motretnya harus bertarung dengan gembrongan reungit yang haus darah.

Dari pemakaman, jalan lagi dikit untuk ngeliat Istana Bogor eks rumah Gubernur Jenderal dengan si Denoknya yang terkenal. Kok disini nggak ada yang demo ya?. Sasarean saeutik deket danau sambil romantisan sama Asep. Tapi sigana sih rek hujan euy, maka setelah makan eskrim 2000an, kita pun balik kearah pintu masuk untuk berteduh, urang sare ngalenyap da tunuh jeung cape tea.

Akhirnya hujan pun reda dan saya pun hudang. Kita caw kearah Jl.Suryakencana. Kalo di Bandung mah jiga Kosambi nya lah, becek padet bau. Kita pun mampir di sebuah Kelenteng Hok Tek Bio, dimana Bikuni nya (tante itu teh bikuni bukan sih?) mengijinkan Aleut masup berkeliling dan menjelaskan bedanya Vihara dan Kelenteng. Dimana Vihara menempatkan Siddharta Gautama di altar utamanya, sedangkan Kelenteng menempatkan salah satu dari dewa tradisional China di altar utamanya. Kasian deh selama Orba hidup nggak bebas dalam ngejalanin kepercayaannya. Kelenteng ini juga termasuk bangunan tua di Bogor. Sudah ada sejak 18XX. Asik juga masup ke Kelenteng, nyium bau dupa, ngeliat beberapa list hukum karma, dengan warna dominan merah.

Dari kelenteng, ngelewatin beberapa rumah khas pecinan, menuju tukang wedang ronde pinggir jalan yang enak pas dimaem ujan2. Ronde isi kacangnya enak banget, tp sayang air jahe nya kepaitan kalo kata saya. Tadinya BR berencan pulang lewat puncak, tapi karena awak, panon, jeung tingkat konsentrasi saya sepertinya nggak memungkinkan, kita pulang lewat tol deh, kali ini nggak pake geber2an.. hampura nya kawan2 jadi mengacaukan, tp emg bener2 geus teu kuat euy..

Nah, setelah rush review perjalanan, perjalanan ini saya beri rating 4/5.. SIpp!!!!!

foto2nya bisa diliat di MP saya : indraicha.multiply.com

Ayo berwisata ke Bogor!!!, tp tong makan sayur asem!!

Dafpust

1. http://bagja2000.multiply.com
2. http://mahandisyoanata.multiply.com
3. http://djawatempodoeloe.multiply.com
4. http://herni2ngsih.multiply.com
5. http://www.kotabogor.go.id