Naik-naik ke Puncak Gunung Geulis

By : Asri “Cici” Mustikaati

Spontan. Salah satu sifat yang khas sekali yang dimiliki Klab Aleut. Spontan dalam melakukan perjalanan, spontan menentukan jalan mana yang akan ditempuh, spontan dalam mengubah tujuan perjalanan. Ya ! Itu yang terjadi pada Klab Aleut di hari Minggu (28/06/09).

Pukul 8 pagi para pegiat yang berjumlah 13 orang sudah berkumpul di depan Dunkin Donuts samping ITC Kebon Kalapa. Rencananya kami akan melakukan pejalanan kota dengan judul Melihat Pemukiman Kolonial di Bandung Selatan. Perjalanan kota ini sudah kami rencanakan jauh hari dan Bey, Chandra, Elgy, BR sudah melakukan survey jalur pada hari sebelumnya. Namun apa yang terjadi, kami ubah haluan perjalanan kami dengan tujuan puncak Gunung Geulis. Weks !!

Tanpa persiapan dan perbekalan, kami langsung bertolak ke Jatinangor. Naik satu kali angkot ke arah tol Moh. Toha, dan dilanjutkan dengan menaiki bus Damri jurusan Tanjung Sari.

Setelah kurang lebih setengah jam perjalanan, sampailah kami di Jatinangor. Udara sejuk dan dingin dalam bis Damri ber-AC itu diganti dengan udara Jatinangor yang super panas, penuh debu dan polusi. Mulailah kami berjalan menyusuri kampus Unpad. Melewati pasar minggu pagi Jatinangor, gedung perkuliahan Unpad, melewati jembatan Cincin – jembatan kereta api yang dibangun tahun 1800-an oleh pemerintah Hindia Belanda (jembatannya bagus banget dan masih kokoh – katanya sih sudut yang paling bagus buat liat jembatan ini, liatnya dari gedung Fikom-Unpad), melewati pesawahan, perumahan warga, dan sampailah kami di Cisaladah.

Untuk menuju Gunung Geulis, masih harus melewati satu tahapan lagi. Naik angkutan umum menuju Jatiroke. Sesampainya di Jatiroke, saya harus lebih mempersiapkan mental dan fisik saya untuk mencapai puncak Gunung Geulis. Begitu juga dengan Endey yang harus berjuang dengan sendal tarumpahnya, Shela dengan sepatu yang udah pasti bikin kaki lecet-lecet, dan Budi dengan empat buah skripsinya … (hiks! Turut berduka Bud .. ^^)

Pukul 11 kami mulai menaiki kaki Gunung Geulis. Walaupun panas matahari sangat menyengat, kami tidak patah semangat. Allez !! Bon courage, mes amis !! Perjalanan kami memang penuh perjuangan. Walaupun sudah berada di gunung, pepohonan di Gunung Geulis ini sangat kering. Begitu juga dengan udaranya, kering dan panas. Fisik jadi cepat lelah, cepat dehidrasi padahal persediaan air minum terbatas. Tanah di jalan setapak yang kami lewati sangat berpasir sehingga harus ekstra hati-hati melewatinya. Apalagi sepatu yang saya pakai sepatu yang karetnya sudah tipiiis sekali. Hufff harus ekstra hati-hati kuadrat kali tiga deh jadinya. Perjalanan lumayan terhibur dengan sorak sorai nyanyian ‘ dadang .. dadang .. ‘ oleh Budi, Bey, Chandra ..

Satu setengah jam perjalanan kami lewati dengan penuh suka cita. Sampailah kami di puncak Gunung Cici .. eh salah .. Gunung Geulis !! Senangnyaaaa ….

Di puncak gunung ternyata ada satu bangunan permanen dan dua kuburan tidak dikenal yang sudah ditembok! Wah wah .. mengingat perjalanan kami tadi, jadi terbayang bagaimana mereka membangun bangunan ini. Ke puncak gunung dengan membawa semen, bata, pasir,dan bahan bangunan lainnya. Wuihhh …

Kami beristirahat di tugu Gunung Geulis sekitar satu jam. Tidak ada bekal, tidak ada air. Satu-satunya penyelamat kami adalah nasi kuning gigih dan ayam kecap-nya Achie, juga satu botol sedang air minumnya Fian (temen Achie). One for all … And all for one ..
Dari puncak gunung ini, dapat kami lihat dengan jelas pemandangan daerah Jatinangor, Rancaekek, Cileunyi, dan sekitarnya.

Turun gunung memang lebih sulit. Harus lebih konsentrasi, tidak boleh lengah, siap minta tolong orang yang di belakang untuk menarik badan guna mengurangi kecepatan dan orang yang di depan untuk menahan badan karena sulit menghentikan langkah. Lutut kaki sudah seperti getaran stick playstation saking curamnya turunan.

Pukul lima sore perut kami masih kosong. Tidak sanggup untuk melanjutkan perjalanan pulang ke Bandung dengan perut keroncongan begini. Untunglah ada Babang Mufti. Kami makan malam (sekaligus pagi, siang dan sore) di rumah babang Mufti di Cicalengka. Nasi liwet, ikan mas goreng, tahu, sambel dan lalap sangat cukup untuk mengisi perut yang sejak pagi hingga sore kami siksa karena belum diisi makanan apapun. Merci beaucoup ya mon cher …

Sampai di Bandung pukul 9 malam. Badan sudah terasa pegal-pegal, betis nyut-nyutan. Enak banget kalo dilanjutkan dengan berendam air panas. Dan perjalanan kali ini emang bikin tidur saya lebih nyenyak!
What a great trip !!!

Ngomong-ngomong tentang gunung Geulis, ada yang tau gak kenapa disebut Gunung Geulis ?

—– cici —–

2 Comments

  1. ImandaMecky

    punten ah, ngiringan ngomment . . .

    katanya mah sih, dibilang gunung geulis, soalnya di puncak gunungnya ada vegetasi yang mirip kaya pita kalo diliat dari jauh, makanya dibilang geulis, soalnya gunung nya berpita . . .

    soal keabsahan ngga tau juga sih, soalnya ini kata a friend of my friend (kaya urban legend)

    • komunitasaleut

      Wah seru euy, baru denger kita juga.. kalo ada info2 tambahan kita dikabarin lagi ya… TFS!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑