Month: May 2025

Pendirian Lembaga untuk Orang Buta di Bandung (Het Blinden-Instituut/Wyata Guna)

Oleh: Aditya Wijaya

Tulisan ini untuk melengkapi apa yang sudah pernah ditulis oleh rekan-rekan saya terdahulu di Komunitas Aleut. Dapat dibaca di sini dan di sini.

Vereeniging tot verbetering van het Lot der Blinden in Nederland en zijne Koloniën

Jauh sebelum tahun 1900 di Amsterdam, Belanda, sudah ada sebuah perkumpulan yang hirau pada keadaan orang buta, namanya Vereeniging tot verbetering van het Lot der Blinden in Nederland en zijne Koloniën (Perkumpulan untuk memperbaiki nasib orang buta di Belanda dan Jajahannya). Hingga saat itu, kegiatan perkumpulan ini hanya terbatas di negeri Belanda saja.

Pada tahun 1900, Bapak Lenderink, Direktur Institut Pendidikan Tunanetra di Amsterdam, menerbitkan sebuah brosur yang menyatakan dengan data-data bahwa jumlah tunanetra di Hindia sangat besar, namun tidak ada tindakan apa pun bagi mereka yang malang ini, dan bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi keadaan buruk ini adalah dengan mendirikan suatu lembaga, yang pertama-tama, memberikan pendidikan kepada anak-anak Eropa yang buta atau yang statusnya disamakan dengan mereka, dan kedua, sebagai sekolah keterampilan bagi masyarakat pribumi.

Lenderink kemudian mengajukan permohonan kepada Menteri Koloni saat itu, J.F. Cremer, yang segera membentuk sebuah komisi di Hindia yang terdiri dari para pejabat tinggi dan warga sipil untuk menyelidiki apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki nasib orang buta di tanah jajahan ini. Namun komisi ini tidak pernah mengadakan pertemuan dan juga tidak menyusun laporan apa pun.

Pada bulan Juni di tahun yang sama, Dr. Westhoff, yang pantas disebut sebagai “sahabat para tunanetra”, mengajukan petisi kepada Gubernur Jenderal dengan permohonan agar pemerintah mempertimbangkan secara serius pendirian sebuah institut untuk orang buta di Bandung.

Saat itu, Residen Priangan belum memberikan rekomendasi yang mendukung pendirian tersebut, dan mengemukakan alasan-alasan yang kelak terbukti keliru. Ia menyatakan bahwa inisiatif pendirian institut lebih cocok dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan dan amal. Petisi ini pun akhirnya tidak dipenuhi.

Vereeniging tot verbetering van het lot der Blinden in Nederlands Indië

Sementara itu, perkumpulan di negeri Belanda menyediakan dana sebesar 10.000 gulden untuk memulai lembaga ini dalam skala kecil. Dr. Westhoff menerima tawaran pembentukan sebuah komite; ia pun berdiskusi dengan Residen Priangan, Jhr. Van Benthem van den Bergh, dan Pendeta Van Lingen, yang keduanya menyatakan kesediaan untuk membantu.

Setelah itu, dicari dukungan dan ditemukan dari orang-orang cukup berpengaruh, sehingga pada Mei 1901 dapat diadakan rapat yang kemudian mewujudkan pendirian Vereeniging tot verbetering van het lot der Blinden in Nederl. Indië (Perkumpulan untuk memperbaiki nasib orang buta di Hindia Belanda) mulai 1 Juli 1901 untuk jangka waktu 29 tahun. Bandung ditetapkan sebagai tempat kedudukan perkumpulan ini. Dalam kepengurusan ini, Jhr. Th. Van Bentehem van den Bergh menjabat sebagai ketua dan Dr. Westhoff terpilih sebagai wakil ketua. Lalu ada E.H. Carpentier Alting, seorang notaris, sebagai bendahara.

Continue reading

Dari Eldert Verschooff ke Francois Soesman

Aditya Wijaya. Komunitas Aleut.

Ada dua tulisan belakangan ini yang baru saja kami sadari ternyata memiliki keterkaitan. Yang pertama tentang seorang tokoh Bandung, F.J.H. Soesman yang ditulis oleh Aditya Wijaya dan yang kedua tentang Apotek Preanger ditulis oleh Irfan Pradana. Dalam tulisan tentang Apotek Preanger, sudah diceritakan bahwa seorang apoteker dalam dinas militer bernama  Eldert Verschooff (1853-1916) datang ke Bandung dan membuka sebuah apotek di Jalan Braga.

Koran Java-bode edisi 10 November 1883 memuat iklan pembukaannya dengan keterangan bahwa apotek tersebut mulai beroperasi pada 1 November 1883. Dalam iklan itu, Verschooff menyampaikan permohonan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat terhormat di Karesidenan Priangan. Seperti sudah dituliskan sebelumnya, lokasi Preanger Apotheek disebutkan berada di sudut antara Parkweg dan Kerklaan, yang dalam peta sekarang, di lokasi ini berdiri Gedung Kerta Mukti.

Alamat Preanger Apotheek yang disebut di atas tampaknya berlangsung sampai tahun 1912 saja, paling tidak itu data yang dapat ditemukan lewat iklan-iklan di koran De Preanger-bode. Sejak tahun 1912 iklannya menyebutkan alamat di Bragaweg 45 yang lokasinya lebih ke selatan, agak di tengah-tengah Jalan Braga sekarang. Masih berdasarkan rangkaian iklan di De Preanger-bode, sejak tahun 1915, alamat iklan apotek ini pindah lagi ke Bragaweg 59 dan sepertinya di lokasi inilah akhir dari perjalanan Preanger Apotheek pada tahun 1917, karena pada akhir tahun yang sama, Bragaweg 59 sudah ditempati oleh sebuah salon yang dikelola oleh Mevr. Ockhuijzen, dan dua tahun berikutnya sudah ditempati oleh perusahaan perakitan mobil, Fuchs en Rens.

Eldert Verschooff meninggal pada 23 November 1916 dalam usia 63 tahun. Beberapa bulan kemudian, 1 Maret 1917, Preanger Apotheek pun berhenti beroperasi dan perusahaannya dibeli oleh sebuah perusahaan kimia dari Batavia (De Preanger-bode, 1 Maret 1917).

Continue reading

Catatan Perjalanan Momotoran Sumur Bandung

Oleh Komunitas Aleut

Catatan ini sebenarnya sudah selesai ditulis dua bulan lalu, tapi baru sempat diunggah sekarang.

Beberapa hari lalu, seorang kawan di Komunitas Aleut mengirimkan sebuah video yang menampilkan rekaman sebuah sumur yang terletak di lahan kosong bekas bangunan Palaguna. Sumur itu dipagari dan diberi papan penanda bertuliskan Cagar Budaya. Video itu menimbulkan reaksi dari kami.

Wah, kayanya salah itu. Bukan di situ letak sumur keramatnya, tapi di depan.” Ujar salah seorang kawan.

Keberadaan sumur keramat tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Kota Bandung. Meski begitu informasi mengenai keberadaan sumur ini masih terbatas. Masyarakat umumnya hanya mengetahui satu sumur saja, yakni yang berada di dalam gedung PLN di Asia Afrika. Padahal setidaknya ada 7 buah sumur yang bisa disebut sebagai sumur keramat, dan salah satunya yang berada di lahan bekas gedung Palaguna. Informasi mengenai sumur-sumur lain bisa dibaca di sini.

Berawal dari video kiriman inilah diskusi di dalam grup terjadi. Kesalahan penetapan ini kami kira cukup fatal di tengah semakin membanjirnya informasi sejarah kota. Maka untuk memastikannya, saya dan seorang kawan coba mendatangi sumur tersebut.

Kami berangkat ba’da asar menuju lokasi bekas Palaguna yang kini sudah beralih fungsi menjadi lahan parkir. Saya mendatangi dulu lokasi sumur yang “benar” karena letaknya persis di lokasi parkir kendaraan saya. Beginilah kondisi sumur keramat yang “benar” itu sekarang. Boro-boro ditandai sebagai Cagar Budaya, dirawat saja rasanya tidak.

Dokumentasi: Ainayah (Komunitas Aleut)

Kami mengobrol dengan seorang pengamen yang tengah beristirahat di sebelah sumur. Ia bercerita sering mendengar suara-suara aneh dari dalam sumur terutama di malam hari. Ia dan teman-temannya memang sering menghabiskan malam, atau begadang di lokasi dekat sumur itu.

Dari sana kami melanjutkan perjalanan menuju sumur yang “salah”. Menurut keterangan pengamen tadi, kami harus meminta izin ke satpam penjaga gerbang untuk melihat sumur tersebut. Kami pun bergegas menuju gerbang, di sana seorang satpam tengah menjaga pintu. Saya pun meminta izin padanya untuk melihat sumur, tapi sayangnya dia menolak memberi izin, entah apa alasannya. Katanya dilarang oleh atasannya yang entah siapa. Aneh juga objek cagar budaya, di ruang publik, tapi tidak leluasa dikunjungi orang. Sembari merasa kecewa, hasil temuan itu saya sampaikan kepada kawan-kawan Aleut.

Sumur-sumur Lain Bernama Sumur Bandung

Diskusi mengenai Sumur Bandung terus berlangsung di antara kami. Pokok pembahasan yang menjadi fokus utama adalah nama “Sumur Bandung” itu sendiri. Ternyata nama ini tidak hanya digunakan untuk sumur keramat yang berada di Kota Bandung saja. Sumur Bandung juga dipakai di kota-kota lain seperti Cimahi, Cipatat, Cirebon, sampai Kediri, bahkan Lampung. Meski begitu kami belum menemui asal muasal penamaan ini.

Seorang kawan mencoba mencari informasi tentang keberadaan Sumur Bandung lain yang lokasinya berada di sekitaran Bandung Raya. Satu Sumur Bandung berada di kaki Gunung Lagadar, dan satunya lagi berada di Kampung Singapura, Cipatat. Informasi inilah yang melatarbelakangi kegiatan Momotoran kami kali ini, ingin mendatangi langsung sumur-sumur dengan julukan yang sama itu, Sumur Bandung.

Sumur Bandung Lagadar

Sumur Bandung terdekat yang berada di sekitar Gunung Lagadar menjadi lokasi pertama yang kami sambangi. Sumur ini terletak di Kampung Cikuya, Desa Lagadar, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung. Sebelum menemui sumur, ada gapura dan jalan setapak ke dalam untuk masuk lebih ke dalam.

Sumber Foto: Irfan Pradana (Komunitas Aleut)
Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑