Sekitar Bandung Lautan Api: “Soetoko dan Perebutan Senjata dari Jepang” Bagian 3

Oleh: Komunitas Aleut

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan Sekitar Bandung Lautan Api: “Perebutan Senjata dari Jepang”

Tulisan Bagian 1 bisa dibaca di sini, dan Bagian 2 di sini.

PERLAWANAN UNTUK GEDUNG SATE

Pada akhir November, Soetoko sebagai Kepala Biro Pertahanan yang sedang berada di Pos Komando Jalan Asmi kedatangan tiga orang pemuda yang melaporkan bahwa Gedung Sate telah berada dalam kepungan Inggris. Salah seorang dari mereka, Didi Kamarga, meminta izin untuk mempertahankannya: “Saja dan kawan2 sanggup untuk mempertahankan kantor kami. Kami datang untuk hendak meminta idjin dan sendjata2.”

Walaupun menghargai niat para pemuda itu, Soetoko mencoba meredakan jiwa muda mereka dan menyarankan agar melakukan perlawanan dari markas komando saja. Didi dkk bertahan dan bersitegang. Dengan keras pula meminta senjata. Akhirnya Soetoko memberikan revolvernya kepada Didi dan pergilah mereka kembali ke Gedung Sate.

Belakangan diketahui para pemuda tersebut gugur dalam upaya mempertahankan Gedung Sate dari kepungan pihak Inggris. Selain Didi, ada enam pemuda lain yang gugur dan dimakamkan oleh pihak musuh di halaman belakang Gedung Sate. Dulu ada penanda lokasi makam mereka, yaitu sebuah pohon beringin dan sebuah batu prasasti di bawahnya,

“Dalam mempertahankan Gedung Sate terhadap serangan pasukan Gurkha tanggal 3 Desember 1945, tudjuh pemuda gugur dan dikubur oleh pihak musuh di halaman ini. Bulan Agustus 1952 diketemukan djenazah Suhodo, Didi, dan Muchtaruddin jang dimakamkan kembali di Taman Makam Pahlawan Tjikutra. Djenazah Rana, Subengat, Surjono, dan Susilo tetap berada di sini.”

– Bandung, 31 Agustus 1952.

Batu Prasasti gugurnya tujuh pemuda dalam mempertahankan Gedung Sate. Foto: Reza Khoerul Iman.

BANDUNG LAUTAN API

Ketika keluar perintah dari Pemerintah RI untuk mengosongkan Kota Bandung dari pasukan bersenjata, yang akan segera dilaksanakan dengan melakukan bumi hangus Kota Bandung terlebih dahulu, Radio Banteng Hitam pun segera memindahkan instalasinya ke Pangalengan, sementara pemancarnya ditempatkan di Banjaran. Soetoko, Nawawi Alif, dan rekan-rekannya, baru meninggalkan Kota Bandung lewat tengah malam setelah berkeliling memeriksa pelaksanaan pembakaran dan penghancuran Kota Bandung. Itulah malam yang sering disebut sebagai “Bandung Lautan Api.”

Setelah mundur dan memindahkan markas MP3 ke Ciparay, Soetoko menjadi Komandan Resimen Tentara Perjuangan yang dibentuk oleh MP3. Resimen ini terdiri dari laskar-laskar dan pasukan yang secara administratif berada di bawah Biro Perjuangan Markas Besar Tentara, namun secara taktis berada di bawah Divisi III Siliwangi.

WEHRKREISE

Dalam menghadapi Agresi Militer Belanda I pada akhir bulan Juli 1947, hampir semua pertahanan konvensional/frontal Republik berhasil diterobos Belanda. Melihat ini, Panglima Sudirman, dengan dibantu oleh TB Simatupang dan AH Nasution, merancang suatu sistem pertahanan yang diadaptasi dari pertahanan Jerman dalam Perang Dunia II, yang disebut sebagai Wehrkreise (wehr=pertahanan, kreise=lingkaran) atau kantong-kantong gerilya.

Kolonel Hidajat sebagai Wakil Panglima Siliwangi membuat tiga wehrkreise di Jawa Barat, yaitu Wehrkreise I di bagian selatan Jawa Barat (tidak termasuk Tasikmalaya dan Ciamis) yang dipimpin oleh AH Nasution, Wehrkreise II di bagian utara dipimpin oleh Kolonel Hidajat, dan Wehrkreise III di wilayah Tasikmalaya dan Ciamis, dipimpin oleh Letkol Soetoko.Ketiga wehrkreise ini kemudian pindah menjadi Wehrkreise I di Cikajang, Wehrkreise II di daerah Gunung Galunggung, dan Wehrkreise III di daerah Karangnunggal.

Yang menarik perhatian dari Wehrkreise III pimpinan Letkol Soetoko adalah pembentukan komandan-komandan pertahanan daerah kecamatan dengan pasukan-pasukan kecil yang terdiri dari para pemuda desa. Strategi ini ternyata cocok dengan situasi dan kondisi pasukan Siliwangi saat itu. Satuan-satuan kecil pemuda desa ini memberi nama pada kelompoknya masing-masing, ada Garde Nasional, bahkan ada Garde Nasution seperti di Singaparna. Nasution menghindari pemberian nama itu.

NOTA POLITIK PIMPINAN JAWA BARAT

Dalam sebuah rapat koordinasi Divisi Siliwangi di Bojonggambir, Soetoko membahas pula situasi politik yang terjadi akibat Agresi Miter I Belanda dan membuat kesimpulan bahwa Yogyakarta (Pusat Pemerintahan Sipil dan Militer) kurang sadar akan kemampuan pasukan di Jawa Barat. Soetoko menawarkan diri memimpin suatu delegasi untuk menyempaikannya langsung ke Yogyakarta. Maka pada 17 Desember 1947 itu dibuatlah “Nota Politik Pimpinan Jawa Barat” yang disusun bersama oleh Letkol Soetoko dan Kepala Staf Mokoginta, lalu ditandatangani oleh Gubernur Sewaka dan Panglima Nasution yang menyatakan perlunya totale volkskrijg (perang rakyat total) dengan “strijdprogram” (program perjuangan):

Demikian cuplikan nota tersebut:

“Hal-hal yang dimaksud di atas menuntut adanya perubahan besar dalam dasar taktik perjuangan untuk membela apa yang masih dapat dibela, jika kita tidak ingin melihat pemerintah Republik runtuh di Jawa Barat. Perubahan dasar taktik itu, bagaimanapun juga sifat dan coraknya, apa saja dasar politiknya, harus ditujukan untuk mempertahankan dan merebut kembali de facto Republik di Jawa Barat dengan tidak melupakan syarat-syarat yang masih ada pada kita.”

“Hal-hal untuk menjadi pertimbangan: Dengan pimpinan politik pusat Jawa Barat dimaksud agar gubernur mempunyai “machtsfuncties” daripada semua jabatan negara, bahkan dapat mengerahkan kekuatan TNI dan polisi negara guna keperluan perjuangan.”

“Berhubung kemungkinan dipaksakannya garis demarkasi van Mook, maka 5 keresidenan yang terpenting di Jawa Barat diserahkan kepada de facto Belanda, maka dengan demikian pemerintah Republik terpaksa membiarkan berjuta-juta rakyat dan pegawai negerinya menjadi anak buah de facto Belanda, hal mana, sebagai negara, tidak bisa dibiarkan. Juga dari sudut perjuangan pengakuan de jure Republik, sangat merugikan”.

Letkol Soetoko pun bertolak. Namun karena perjalanan pergi pulang itu memakan waktu berminggu-minggu, Soetoko tidak sempat lagi bertemu dengan Nasution yang sedang dalam perjalanan hijrah. Dengan begitu, Nasution tidak mengetahui pula apa hasil yang didapat dari Yogyakarta. Soetoko masih terus melanjutkan perlawanan walaupun keadaannya sudah semakin sulit karena sudah adanya Negara Pasundan. Ketika sedang menginap di rumah salah satu keluarga di kota, Soetoko tertangkap oleh Belanda dan baru dibebaskan pada tahun 1949. ***

Prasasti atas nama Soetoko di bekas markas MP3 Ciparay. Foto: Deuis Raniarti.
Jalan Brigjen Soetoko di Tasikmalaya. Foto: Ariyono Wahyu.
Monumen Wehrkreise III di Tasikmalaya. Foto: Ariyono Wahyu.

Monumen Wehrkreise III Jalan Brigjen Soetoko

https://www.google.com/maps/place/POM+MINI+Redies+Rahayu/@-7.5789648,108.0348126,3a,75y,71.24h,82.3t/data=!3m6!1e1!3m4!1sgZWWUMxkZK4GImrQGa6pow!2e0!7i16384!8i8192!4m7!3m6!1s0x2e66094ebbe3d7d3:0xc278d230e856ab79!8m2!3d-7.5789359!4d108.0348958!10e5!16s%2Fg%2F11s4ryvfy1

https://www.google.com/maps/place/POM+MINI+Redies+Rahayu/@-7.5789648,108.0348126,3a,15y,84.78h,83.42t/data=!3m6!1e1!3m4!1sgZWWUMxkZK4GImrQGa6pow!2e0!7i16384!8i8192!4m7!3m6!1s0x2e66094ebbe3d7d3:0xc278d230e856ab79!8m2!3d-7.5789359!4d108.0348958!10e5!16s%2Fg%2F11s4ryvfy1

Kantor Kecamatan Culamega, Sewaka

https://www.google.com/maps/@-7.6109048,108.0513118,3a,75y,150.82h,90.09t/data=!3m6!1e1!3m4!1s4g_rsYi4jUce5aY658LizQ!2e0!7i16384!8i8192

2 pemikiran pada “Sekitar Bandung Lautan Api: “Soetoko dan Perebutan Senjata dari Jepang” Bagian 3

  1. Ping balik: Sekitar Bandung Lautan Api: “Perebutan Senjata dari Jepang” Bagian 2 | Dunia Aleut!

  2. Ping balik: Sekitar Bandung Lautan Api: “Perebutan Senjata dari Jepang” Bagian 1 | Dunia Aleut!

Tinggalkan komentar