Tag: Ramadhan

#PernikRamadhan: Kemacetan dan Bulan Ramadhan

Oleh: Arya Vidya Utama (@aryawasho)

DSC_1178

Kemacetan merupakan problematika yang umum terjadi di banyak negara, tak terkecuali di Indonesia. Meningkatnya jumlah penduduk dan jumlah pengguna kendaraan pribadi hanyalah dua dari banyak factor penyebabnya. Berbagai cara dan saran untuk menanggulanginya sudah dilakukan, namun layaknya sinetron Tukang Bubur Naik Haji, permasalahan ini tak kunjung usai.

Di dalam kemacetan ini, emosi menyulut mereka yang ada di dalamnya layaknya api yang menyambar bensin. Umpatan berterbangan tak terkendali, terkadang menimbulkan argumenn antar pengendara. Salah sedikt, senggolan antar kendaraan terjadi. Argumen melayang, tak sedikit yang juga berakhir dengan adu jotos.

Loh, sekarang kan bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Bukankah umat Muslim seyogianya menjaga hati dan perkataan di bulan Ramadhan? Namanya juga manusia yang seringkali berbuat salah, umpatan dan argumen di tengah kemacetan tetap saja terjadi. Keinginan untuk berbuka puasa di rumah bersama keluarga membuat para pengendara tergesa-gesa dalam berkendara.

Mengapa tak mencoba berpikiran positif? Kemacetan bisa menjadi ajang ngabuburit bersama dengan ribuan pengendara lainnya. Cukup dengan bekal sebotol air minum di tas, nikmati saja kemacetan yang tampak di depan mata. Akan lebih baik lagi jika menyiapkan ta’jil ringan seperti kurma untuk dibagikan dengan pengendara lain. Emosi bisa dihindari, sekaligus mendapat ganjaran pahala dari ta’jil yang dibagikan.

Masih merasa sulit untuk menikmati kemacetan di bulan Ramadhan? Anggap saja kemacetan ini adalah latihan dalam menghadapi kemacetan saat mudik. Toh saat mudik nanti kemacetan adalah perkara yang akan selalu kita hadapi di sepanjang perjalanan. Tak akan bisa untuk dihindari sekeras apapun kita berusaha.

 

Tautan asli: https://aryawasho.wordpress.com/2015/07/12/kemacetan-dan-bulan-ramadhan/

#PernikRamadhan: Carvil dan Qaari Pencuri Sandal

Oleh: Hevi Abu Fauzan (@hevifauzan)

Cerita ini ingin saya tulis sebagai salah satu kisah lucu sekaligus miris yang pernah penulis alami saat Ramadhan di rumah. Kisah yang heboh ini terjadi di bulan Ramadhan tahun 1996 yang penulis cukup ingat sampai saat ini. Bersama teman-teman lain, Ramadhan di tahun-tahun sekitar itu diisi dengan kegiatan-kegiatan yang cukup positif.

Subuh selepas sahur ada acara kuliah subuh diikuti pengajian kitab kuning setelah matahari menampakkan dirinya. Pengajian kitab kuning pun kembali dilakukan bada Ashar sampai menjelang Maghrib. Selepas Isya, kami melaksanakan Tarawih, dan kembali mengaji sampai waktu Sahur tiba.

Di pertengahan 90-an saat itu, sandal merk Carvil mulai digilai oleh masyarakat, khususnya oleh anak-anak muda di daerah sentra tahu Cibuntu, tepatnya Jalan Aki Padma yang kini berada di sebelah selatan Jalan overtol Pasirkoja. Pada saat bulan Ramadhan tahun itu tiba, iklan merk sendal itu cukup gencar ditayangkan di TV-TV swasta, dengan bintang iklan kalau tidak salah Ari Wibowo. Alhasil, banyak anak-anak muda di kampung kami menggunakan sendal merk Carvil. Continue reading

#PernikRamadhan: Bung, Mari Buka Bersama!

Komunitas Aleut dan makan bersama di piring masing - masing

Komunitas Aleut dan makan bersama di piring masing–masing

Bukber yuk! Reunian yuk!

Akan ada kegiatan musiman yang hanya terjadi di bulan Ramadhan. Kegiatan yang menular baik di kalangan tua atau muda. Kegiatan musiman yang membutuhkan tempat spesial untuk bertemu. Kegiatan yang hanya menjadi kedok inti acara. Kegiatan yang dinanti oleh beberapa orang. Kegiatan itu adalah buka bersama atau bukber.

Kegiatan buka bersama tidak mengenal umur. Setiap orang baik tua atau muda pasti akan mengadakan kegiatan buka bersama saat bulan Ramadhan. Walau akhir-akhir ini, saya lebih sering menemukan anak muda yang mengadakan bukber.

Anggap buka bersama merupakan peristiwa langka, barang tentu dibutuhkan tempat bertemu yang spesial. Bagi kaum yang memiliki dompet tebal, mereka akan memilih restoran harga bintang lima. Lalu, bagi kaum yang memiliki dompet agak kering (seperti saya), mereka akan memilih restoran dengan harga pedagang kaki lima. Tapi, yang utama bukan tempatnya kan? Melainkan acara buka bersamanya.

Tapi, acara buka bersama hanya kedok saja. Menurut saya, acara utama dari buka bersama ini adalah reuni. Dengan mengambil keistimewaan bulan Ramadhan, mereka mengambil unsur buka puasa yang asalnya masing-masing menjadi bersama-sama. Lalu, di tengah buka puasa bersama, dimasukkan unsur rindu bertemu dan diakhiri dengan reuni.

Ada beberapa orang yang menanti kegiatan buka bersama saat bulan Ramadhan. Ada beberapa penanti yang ingin bertemu dengan kawan-kawannya. Ada juga beberapa penanti yang menempatkan buka bersama sebagai ajang pamer, misalnya pamer handphone baru atau pacar baru.

Tapi lepas dari semua yang saya tulis secara acak dan tidak terstruktur di atas, berbahagialah orang yang bisa buka bersama. Dengan buka bersama, kita bisa bersilaturahmi dengan kawan-kawan atau lawan-lawan. Hanya dengan acara buka bersama, tembok pemisah antara kawan dan lawan menjadi longgar atau bisa menghilang sementara.

 

Tautan asli: https://catatanvecco.wordpress.com/2015/07/03/bung-mari-buka-bersama/

#PernikRamadhan: Pendidikan Menjadi Miskin Ala Ramadhan dan Lebaran

Oleh: Irfan Teguh Pribadi (@irfanteguh)

Kemarin saat melintas di Jl. Braga, persis di depan Bank Indonesia, beberapa orang berjajar di pinggir jalan. Mereka melambai-lambaikan tangannya kepada para pengendara sambil memegang uang baru. Ya, uang baru, masih segar bugar, baru keluar dari cetakan.  Mereka tengah “berjualan” uang. Kira-kira begini prakteknya; uang dengan pecahan yang variatif–bisa lima ribu, sepuluh ribu, duapuluh ribu, dan bahkan limapuluh ribu—yang mereka tukar dari bank, kemudian masing-masing pecahan itu dijajakan kepada masayarakat yang berminat. Tentu karena ini laku berdagang, maka jumlah uang baru yang mereka tukarkan dengan masyarakat jumlahnya lebih sedikit. Artinya ada selisih yang menjadi keuntungan mereka sebagai upah atas segar-bugarnya kondisi uang.

Masyarakat yang “membeli” uang baru dari mereka biasanya demi memenuhi kebutuhan seremonial lebaran, yaitu bagi-bagi rupiah kepada para “peminta-minta”. Pada hari raya yang berlumur bumbu opor tersebut, ketika mayoritas kaum Muslim di Indonesia kembali ke puaknya masing-masing, uang dengan kondisi fisik aduhai adalah salah satu penanda, bahwa dari lembaran-lembaran yang dibagikan tersebut tergambar tentang anak-anak yang minta jatah preman sebab puasanya tamat. Continue reading

#PernikRamadhan: Masjid Sepi, Ke Mana Anak-anak?

Oleh: Anggi Aldilla (@anggicau)

Siang tadi entah kenapa pengen banget Jum’atan di mesjid Al -Manar yang berada di sekitaran Jalan Puter. Jaman SD dulu, saya sering sholat Jum’at di sini bersama teman-teman sehabis atau saat akan ke sekolah. Bangunannya tidak banyak berubah dibandingkan saat saya TK dan SD (kebetulan TK saya berada satu komplek dengan masjid, kemudian di lanjut ke SD Tikukur yang tidak jauh dari sana). Di sinilah kesenangan pergi ke masjid dimulai.

Kesenangan ini bukan untuk ibadah, tapi untuk heureuy. Bukan berarti saya tidak beribadah, tapi ada kesenangan tersendiri ketika Jum’atan. Ketika khotib sedang khotbah, kita malah rame dan sibuk sendiri main “Gagarudaan” atau main “stum, tombak, cakar, banteng” (agak susah juga sih jelasin gimana permainan nya). Pada saat sholat pun tak lepas dari heureuy, minimal ngobrol lah.

Berhubung sekarang lagi bulan Ramadhan, saya jadi teringat tulisan Zen RS tentang “ibadah adalah piknik”. Ya bagaimana tidak, tiap malam kita bisa bertemu teman seumuran yang kadang sulit untuk ketemu di siang hari. Continue reading

#PernikRamadhan: Sebelas atau Dua Tiga?

Oleh: Wisnu Setialengkana (@naminawisnu)

Salah satu yang sering terjadi bila kita memasuki bulan Suci Ramadhan adalah sebuah pertanyaan:

“Shalat Tarawihnya berapa rakaat? Sebelas atau Dua Tiga?”

Iya kan? Bahkan kita sendiri yang terkadang bertanya hal tersebut.

“Mesjid kita berapa rakaat shalat Tarawihnya tahun ini? Masih sama kaya tahun lalu? Masih dua tiga rakaat?”

Dan setiap tahun pertanyaan ini selalu berulang. Gagal move on? Ah, tidak juga. Saya sih berpendapat itu soal pilihan yang didasarkan oleh keyakinan masing-masing. Termasuk juga dengan mereka yang yakin untuk ikut pilihan keluarga atau sahabat-sahabatnya pada saat shalat Tarawih bareng. Continue reading

#PernikRamadhan: Jika Aku Menjadi Anak Kecil

Oleh: Vecco Suryahadi Saputro (@veccosuryahadi)

Ilustrasi kenakalan anak kecil

Ilustrasi kenakalan anak kecil

 Setelah dewasa, fase anak kecil begitu menyenangkan

Adalah sebuah kebahagiaan menjadi anak kecil saat bulan Ramadhan tiba. Loh, tapi kalau dipikir – pikir kembali, kebahagiaan dari mana? Saya tidak puasa satu hari penuh karena tidak kuat. Uang jajan saya akan dibatasi oleh orang tua. Lalu, kebahagiaan apa yang akan saya rasakan saat menjadi anak kecil?

Tapi, setelah bermeditasi di Makam Buniwangi, saya akhirnya menemukan kebahagiaan yang dimaksud. Adalah kebahagiaan menjadi setan kecil yang iseng dan nakal. Dengan menjadi anak kecil, saya bisa iseng dan nakal tanpa harus takut dimarahi oleh orang tua atau orang lain. Continue reading

#PernikRamadhan: Rindu Suara Badia-Badia Batuang

Oleh: Hani Septia Rahmi (@tiarahmi)

hani12

Desa Pungguang Kasiak 2) yang terletak di Kecamatan Lubuak Aluang3) merupakan tempat yang menyimpan kenangan Ramadhan masa kecil saya. Punggung Kasiak merupakan tanah kelahiran dan tempat ayah saya menghabiskan masa muda. Tak hanya itu, tempat tersebut dipilih beliau sebagai tempat menunggu hari kebangkitan kelak.

Menjelang Ramadhan, ke desa itulah saya dibawa ayah bersilaturahmi dengan keluarga besar ayah. Jika ayah saya tidak memiliki waktu untuk bersilaturahmi sebelum Ramadhan, minggu-minggu awal bulan Ramadhan sudah pasti kami ke sana. Dalam kenangan saya, Punggung Kasiak merupakan tempat dengan hamparan sawah yang menghijau diselingi oleh nyiur-nyiur yang melambai tertiup oleh angin –maklumlah desa ini termasuk ke daerah pesisir.

Pada bulan Ramadhan dari ba’da Ashar hingga magrib, desa yang biasa hening dihebohkan dengan suara tembakan meriam yang sering disebut badia-badia batuang. Permainan tradisional ini umumnya dimainkan oleh anak laki-laki antara 6-12 tahun di tanah lapang.

Sekali waktu saya pernah merengek pada salah seorang sepupu laki-laki, Da Jhon, agar saya turut serta bermain badia-badia batuang dengan syarat saya hanya menonton mereka bermain. Persyaratan tersebut saya setuju. Diam-diam, kami keluar dari rumah kakek melalui pintu dapur menuju tanah lapang terdekat untuk bermain. Continue reading

#PernikRamadhan: Ngabuburit ala Kapitalis

Oleh: Arif Abdurahman (@yeaharip)

“Duh stasiun London berapa nih?”

“Oh itu properti milik Arip Podomoro Group, hmm… bayar 2000 weh”

“Jis geuleuh ke cewek mah pake diskon”

ngabuburit main monopoly

Meski cashflow sedang hancur, saya tetap istiqomah jadi pebisnis yang murah hati. Apalagi sedang dalam bulan baik bernama Ramadan. Tapi nampaknya permainan Monopoly nggak mengenal yang namanya matematika sedekah. Meski berhasil memonopoli jaringan bisnis transportasi internasional, krisis finansial pun melanda saya. Ini diperparah dengan munculnya faktor godaan wanita. Ah klise banget.

Enrichissez-vous! Francois Guizot, cendikiawan dan ahli sejarah yang jadi menteri utama Prancis di abad ke-19 menyeru agar setiap orang harus menjadi kaya, dan ini adalah inti dari permainan monopoly. Ya, jadilah kaya! Jadilah kapitalis yang bisa mengeruk kekayaan sampai pebisnis lain jatuh pailit. Nggak ada kamusnya untuk jadi filantropi dalam permainan ini. Continue reading

#PernikRamadhan: Ramadan sebagai “Waktu Publik”

Oleh: Zen RS (@zenrs)

…. when holy days and holidays were one and indivisible

/1

Seorang Amrikiya berdarah Yahudi, saya berdiskusi santai dengannya saat Ramadan bertahun-tahun lalu, berkali-kali mengucapkan ketidakpercayaannya bahwa muslim di Indonesia sungguh-sungguh menikmati dan bahkan menunggu-nunggu Ramadan. Ia sukar mengerti mengapa “penindasan dan pengekangan” terhadap perut, mata, telinga, kelamin dan hasrat-hasrat duniawi lainnya, yang berlangsung rutin setiap tahun, bisa disambut dengan gegap gempita oleh muslim di Indonesia.

Ia tidak mungkin paham karena ia tidak mengerti betapa Ramadan sesungguhnya bukan sekadar “penindasan dan pengekangan” terhadap makan, minum dan seks sepanjang pagi hingga sore, melainkan juga pembebasan yang menyenangkan dari rutinitas yang membosankan dalam 11 bulan lainnya.

Amrikiya itu bisa diberi sedikit pemahaman sewaktu saya mencoba menjelaskan semaraknya Ramadan melalui konsep yang agak dikenalnya: semangat karnaval ala Mikhail Bakhtin.

Karnaval, menurut Bakhtin dalam buku Rebelais and His World yang berisi telaahnya tentang zaman renaissance yang termaktub dalam lima jilid novel Gargantua and Pentagruel karya Francois Rebelais, merupakan sebuah pusat perayaan yang para pesertanya begitu menghidupi dan menghayatinya, tapi penghayatan itu bukan perpanjangan (atau bagian dari) dunia sehari-hati atau kehidupan yang riil. Continue reading

#PernikRamadhan: Berburu Tanda Tangan di Bulan Ramadhan

Oleh: Arya Vidya Utama (@aryawasho)

Para jamaah bangkit dari sujudnya, memasuki rakaat terakhir dari shalat witir. Hanya satu rakaat lagi dari berakhirnya rangkaian shalat Tarawih malam hari itu. Beberapa anak kecil yang mengikuti jalannya shalat Tarawih sudah terihat tak tenang, seolah ingin segera mengakhiri saja shalat ini. Di rakaat terakhir, imam yang merangkap sebagai penceramah malam ini membaca surat pendek yang panjangnya lebih dari 10 ayat. Terdengar oxymoron, memang.

Setelah penantian yang dirasa panjang, imam akhirnya menoleh ke kanan sambil mengucap salam. Berakhir juga shalat Tarawih malam ini. Namun sebelum imam selesai membaca doa, sudah terlihat antrian anak kecil yang mengular di belakang sang imam. Mereka semua memegang sebuah buku tipis yang berbahan kertas koran. Salah satu anak mengangkat bukunya ke atas kepalanya, entah apa maksudnya. Dari kejauhan terlihat tulisan “Buku Kegiatan Ramadhan” di sampul buku anak itu.

Imam selesai membaca doa, lalu beranjak dari duduknya untuk membalikan badan. Sejenak terlihat gestur kaget dari tubuhnya setelah melihat panjangnya antrian yang di luar dugaannya. “Sok biar cepet, langsung buka halaman nu rek diparaf ku Bapak”, ujar sang imam dengan logat Sunda kentalnya sambil mengeluarkan bolpoin dari saku baju kokonya. Bak jendral yang mengkomandoi anak buahnya, semua anak langsung membuka halaman yang dimaksud sang imam. Satu per satu anak-anak yang mengantri mendapat tanda tangan dan terpancar senyum di wajah mereka Continue reading

#PernikRamadhan: Munggahan dan Puasa Hari Pertama yang Tak Lagi Sama

Oleh: Arya Vidya Utama (@aryawasho)

Waktu menunjukan pukul 14.00 WIB. Matahari siang itu cukup terik, lebih terik dari sehari sebelumnya. Saya baru saja kembali dari warnet langganan di depan komplek untuk mengunduh materi kuliah yang dikirim oleh dosen. Maklum, saat itu saya belum berlangganan internet karena koneksi melalui HP saja sudah dirasa cukup.

Segera saya ambil gelas di dapur dan mengisinya dengan air dingin yang ada di kulkas setibanya di rumah. “Besok mah ga akan bisa lagi minum kayak gini di siang hari”, gumam saya dalam hati sambil meneguk air di dalam gelas. Ya, esok hari adalah hari pertama puasa di tahun 1431 Hijriah. Pemerintah melalui sidang isbat menetapkan bahwa 1 Ramadhan jatuh di tanggal 11 Juli 2010.

Air di gelas pun habis. Saya berjalan menaiki tangga menuju kamar. Telepon berdering tak lama setelah tombol power layar dan komputer ditekan. Terdengar suara tante dari balik speaker gagang telefon.

“Mas Arya, Ibu ada? Dari tadi ditelepon kok ga diangkat yah?”

“Ga ada, tadi sih lagi ngantor di Rancaekek. Ada apa gitu?”

“(terdiam beberapa detik) Eyang udah ga ada…”

Saya membatu setelah mendengarnya, seperti ketika manusia melihat rambut Medusa. Dari luar rumah terdengar tangisan adik setelah pembantu meneruskan kabar itu. Continue reading

Sekilas Mesjid Agung Bandung.

Repost

Sekarang bila hendak memastikan jadwal berbuka puasa, tak jarang orang menunggui televisi atau radio untuk mendengarkan kumandang suara adzan. Mesjid dengan speaker yang cukup keras memang banyak di Bandung, tapi seringkali suaranya kalah oleh kebisingan suasana kota. Namun di Bandung tempo dulu yang sunyi, bunyi bedug, tanpa harus menggunakan peralatan pengeras suara, sudah cukup membahana sampai ke Ancol, Andir, Tegalega, bahkan sampai Kampung Balubur. Menjelang subuh, bebunyian dari kohkol (kentongan) malah bisa terdengar sampai ke Simpang Dago, Torpedo (Wastukancana), dan Cibarengkok (Sukajadi).

Setiap bulan Ramadhan, Mesjid Agung ramai kunjungan masyarakat Bandung, termasuk oleh warga dari wilayah utara. Ya maklum saja, di utara Bandung masih cukup langka keberadaan mesjid selain Mesjid Kaum Cipaganti. Lagi pula mesjid legendaris ini berada di titik pusat keramaian kota. Orang beramai-ramai berbuka puasa di sekitar Pasar Baru dan Alun-alun. Di sana banyak warung, restoran, atau tukang dagang keliling yang bisa didatangi. Setelah shalat Maghrib, orang biasanya bersantai-santai sambil menunggu saatnya shalat Isya dan Taraweh di Mesjid Agung.

COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Moskee_en_alun-alun_TMnr_10016554B

Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑