Oleh: Mohamad Salman (@vonkrueger)

Tahun baru 1942. Perang telah mencapai pintu Asia Tenggara. Mesin-mesin perang Kekaisaran Jepang meluncur bagai petir ke selatan. Target utama mereka adalah Hindia-Belanda, sebuah kepulauan subur gemah ripah loh jinawi yang memiliki sumber daya alam berkelimpahan.

Embargo oleh Amerika Serikat, yang disebabkan oleh invasi Jepang ke China, cukup mencekik Jepang. Suplai minyak mereka hilang sebanyak 93%. Belum lagi impor besi-besi tua, mineral, dll yang terhenti. Cadangan minyak strategis Jepang hanya tersisa untuk satu setengah tahun, itu pun harus dibagi untuk kebutuhan militer dan sipil. Dihadapkan dengan pilihan mundur dari China atau mencari sendiri sumber minyak baru, Jepang memilih opsi yang kedua.

Serangan mendadak Jepang ke Pearl Harbor mengawali langkah Jepang mencari lahan sumber daya baru. Selain melumpuhkan Armada Pasifik Amerika Serikat, Jepang juga menenggelamkan 2 battleship Inggris, HMS Prince of Wales dan HMS Repulse di lepas Pantai Malaya. Filipina, Thailand, Indocina pun jatuh secara cepat.

11 Januari 1942, Jepang menduduki teritori Hindia-Belanda mereka yang pertama: Tarakan. 4 hari kemudian, pihak sekutu membentuk suatu komando gabungan yang bernama American British Dutch Australian Command (ABDACOM) dengan Panglima adalah Marsekal Medan Sir Archibald Wavell. Meskipun telah berada dalam satu komando, mereka sama sekali tidak mempunyai misi dan prioritas yang sama. Inggris ingin mempertahankan Singapura mati-matian, Belanda ingin menempatkan pertahanan utama di Sumatera dan Jawa, Amerika Serikat dan Australia tidak mau terlibat total di Asia Tenggara, sehingga mereka bisa menyimpan pasukan untuk melakukan serangan balik pada Jepang.

Selain perbedaan itu, ABDACOM juga kalah jumlah, kalah teknologi, dan kalah mental. Armada Gabungan ABDACOM sama sekali tidak mampu memperlambat apalagi menghentikan gerak laju Jepang. Pada pertengahan Februari 1942, Singapura jatuh. Sumatra, Borneo dan Celebes sudah didarati oleh Jepang. Wavell mengundurkan diri dari jabatan Panglima ABDACOM. Jepang juga melakukan serangan udara ke Darwin, Australia dan menyebabkan pelabuhan tersebut tidak dapat difungsikan untuk mendukung logistik sekutu di Hindia Belanda.

Nasib Jawa telah berada diujung tanduk. Pada akhir Februari, armada Jepang berkumpul untuk mendarat di Jawa. Laksamana Muda Karel Doorman, Panglima Armada Pemukul ABDACOM, melayarkan armadanya pada tanggal 27 Februari 1942 untuk mencegat konvoi pasukan pendarat Jepang yang mendekat dari Selat Makassar. Doorman berkedudukan di penjelajah ringan HNMLS De Ruyter, dan bersamanya berlayar 2 penjelajah ringan yang lain (HNMLS Java dan HMAS Perth), 2 penjelajah berat (USS Houston dan HMS Exeter), dan 9 perusak (HMS Electra, HMS Encounter, HMS Jupiter, HNLMS Kortenaer, HNLMS Witte de With, USS Alden, USS John D. Edwards, USS John D. Ford, dan USS Paul Jones).

Konvoi pasukan pendarat Jepang dilindungi oleh suatu gugus tugas yang terdiri dari  2 penjelajah berat (Nachi and Haguro), 2 penjelajah ringan (Naka and Jintsū) dan 14 perusak (Yūdachi, Samidare, Murasame, Harusame, Minegumo, Asagumo, Yukikaze, Tokitsukaze, Amatsukaze, Hatsukaze, Yamakaze, Kawakaze, Sazanami, and Ushio). Kapal-kapal perang Jepang ini bersenjata jauh lebih baik dari kapal-kapal Doorman. Mereka juga dalam keadaan fresh, tidak seperti armada sekutu yang beberapa hari sebelumnya mengalami beberapa serangan udara.

Kedua armada bertemu pada pukul 4 sore. Kontak tembak pertama yang terjadi hanya memberikan kerusakan-kerusakan ringan pada kedua pihak sampai akhirnya, tidak lama setelah pukul 5 sore, sebuah proyektil menghantam ruang mesin HMS Exeter. HNMLS De Ruyter bermanuver untuk menghindari tabrakan dengan HMS Exeter, karena masalah komunikasi, kapal-kapal Doorman yang lain menyangka gerakan ini adalah perintah untuk membubarkan barisan tempur dan menyebar. Dalam kekacauan ini, HNMLS Kortenaer terhantam torpedo Jepang dan tenggelam.

Doorman berhasil melakukan reorganisasi dan memerintahkan HMS Exeter kembali ke Surabaya, dikawal oleh HNMLS Witte de With dan HMS Electra. Hanya saja, HMS Electra terlibat duel dengan dua perusak Jepang, Jintsu dan Asagumo. Setelah terjadi kebakaran hebat dan kehabisan amunisi, HMS Electra terpaksa ditinggalkan. Sementara HMS Exeter berusaha mencapai Surabaya, Doorman kembali menghadapi armada Jepang. Usahanya yang kedua ini tidak membuahkan hasil, bahkan pada pukul 9 malam 4 perusak Amerika Serikat terpaksa kembali ke pangkalan karena kehabisan bahan bakar dan amunisi, dan HMS Jupiter tidak sengaja menabrak ranjau pada pukul 10.

Tidak lama setelah HMS Jupiter menabrak ranjau, mereka melewati titik lokasi HNMLS Kortenaer tenggelam. HMS Encounter diperintahkan untuk mengevakuasi orang-orang yang selamat. Armada yang sudah berkurang banyak kekuatannya ini kembali berhadapan dengan dengan armada Jepang pada pukul 11 malam. Sialnya, Armada Jepang lebih berpengalaman dalam pertempuran malam. HNMLS De Ruyter dan HNMLS Java terhajar torpedo dan tenggelam bersama Laksamana Doorman. 2 penjelajah yang tersisa akhirnya mengundurkan diri ke Tanjung Priok.

Pertempuran Laut Jawa, pertempuran laut permukaan terbesar setelah Pertempuran Jutland, bagai melepaskan badai kehancuran terhadap ABDACOM. USS Perth dan USS Houston yang selamat dari pertempuran akhirnya tenggelam di Selat Sunda, 24 jam kemudian. HMS Exeter dan pengawalnya dihajar Jepang di selatan Borneo. Kapal-kapal lain yang masih selamat, mengundurkan diri ke Australia. ABDACOM sendiri akhirnya bubar pada 1 maret 1942. Dan, Jawa pun terbuka tanpa pelindung. Kekuatan darat sekutu pun kucar-kacir dan pemerintah Hindia-Belanda akhirnya menyerah kepada Jepang.

Continue reading