Tag: Oranjepark

Guyur Bandung di Kebonkalapa

Insan Bagus Raharja

Minggu, 6 Oktober 2024 lalu, saya jalan-jalan ke sekitaran Jalan Mohammad Toha, Kecamatan Pungkur, Kota Bandung, dengan suatu tujuan. Di situ saya mengunjungi tiga tempat yaitu, SDN 008 Mohammad Toha, Gang Asep, dan Jalan Asmi. Tiga tempat itu saya datangi karena ingin melihat lokasi-lokasi yang saya duga menjadi tempat terjadinya peristiwa pembunuhan di pertengahan tahun 1934. Informasi peristiwa itu saya dapatkan dari berita koran-koran lokal, seperti Sipatahoenan dan Sinar Pasoendan. Peristiwanya terjadi pada hari Sabtu, 21 Juli 1934 dini hari di salah satu rumah yang terletak di Jalan Kebonkalapa. Karena saya tak tahu secara pasti lokasinya, maka jalan-jalan di sore itu bertujuan mencari keterangan dan membuat beberapa foto akan saya gunakan untuk mencari kecocokan antara Jalan Mohammad Toha-Pungkur kini dengan lokasi yang disebutkan di koran-koran lama.

Saya sampai di Jalan Mohammad Toha-Pungkur sekitar pukul empat sore. Motor saya parkirkan persis di depan SDN 008 Mohammad Toha. Kebetulan tak jauh di depan saya ada seorang bapak yang sedang duduk-duduk santai di halte bus. Setelah memarkirkan motor, saya mendatanginya dan membuka obrolan.   

Bangunan paling kiri dari SDN 008 Mohammad Toha (Insan Bagus Raharja)

Bade ka mana,  A? (Mau ke mana A?),” tanyanya

Ieu pak bade motoan bangunan-bangunan tua. (Ini pak mau motoin bangunan-bangunan tua),” jawab saya.

Oh kitu, bangunan SD ieu ge da peninggalan Walanda (O iya bangunan SD ini juga peninggalan Belanda),” ujarnya sambil menunjuk bangunan SDN 008 Mohammad Toha yang ada di depan kami.

Ohhh. Ai bangunan ieu teh tilas naon? (Ohh. Kalo bangunan ini dulunya bekas apa?),” tanya saya.

Kapungkur mah ieu teh tilas rumah sakit (Dulunya bangunan ini dipakai untuk rumah sakit).” jawabnya.

Oh rumah sakit naon pak namina? (rumah sakit apa pak namanya?),” tanya saya lagi.

Duka atuh A kirang terang, da tos lami (Kurang tahu A, udah lama soalnya),” jawabnya.

Muhun atuh pak ai kitu mah, abi sambil motoan nya (iyah pak, saya sambil foto-foto ya),” jawab saya.

Jawaban si Bapak membuat saya agak takjub, karena yang saya temukan di arsip-arsip lama sangat berbeda dengan apa yang ia ungkapkan barusan. Jika melihat peta lama dan berita dari koran-koran lama seperti Sipatahoenan dan Sinar Pasoendan, gambaran rumah yang menjadi lokasi utama kejadian naas itu memiliki beberapa kesamaan dengan bangunan yang kini menjadi gedung milik SDN 008 Mohammad Toha. Memang ada perbedaan-perbedaan, khususnya pada bagian tengah bangunan yang bentuknya sudah tidak menyerupai rumah yang ada di kiri dan kanan nya, tetapi kesamaannya terlihat cukup jelas, khususnya dari deskripsi lokasi yang tertera di sumber-sumber yang saya jadikan rujukan.

Guyur Bandung dalam Berita

Koran Sipatahoenan edisi 21 Juli 1934 melaporkan suatu peristiwa pembunuhan dengan judul “Drama Anoe Pohara Kedjemna.” Kejadiannya berlangsung di rumah Kiagus Abdullah (Asep Berlian) yang berada di Kebonkalapaweg. Pada hari yang sama, koran Sinar Pasoendan juga kejadian naas tersebut dengan judul “Radjapati Anoe Kedjem” disertai dengan keterangan “Tina perkara ieu radjapati pohara matak ngageunjleungkeun teh, tina kadjadianana teh sasat di tengah-tengah kota pisan toer di sisi jalan deui. (Peristiwa pembunuhan ini sangat menggemparkan. Kejadiannya di tengah kota dan persis di pinggir jalan…)”.

Continue reading

Bioskop di Bandung

Awal Kedatangan

Walaupun popularitasnya sudah tidak seperti 30 tahun lalu, namun bioskop ternyata masih menjadi salah satu media hiburan anak muda masa kini. Saat ini sepertinya sudah tidak ada gedung bioskop yang berdiri sendiri karena umumnya menjadi bagian dari mal atau pusat pertokoan. Satu bioskop bisa punya beberapa ruang sehingga namanya menjadi serial menggunakan nomor urut sesuai jumlah ruang putar film yang dimiliki.

Lain sekarang, lain dulu. Di Bandung baheula terdapat puluhan gedung bioskop yang berdiri sendiri. Bioskop2 ini terdiri dari berbagai kelas, mulai dari yang mewah sampai yang merakyat tanpa gedung alias misbar (gerimis bubar). Semakin mewah sebuah gedung bioskop, semakin tinggi juga kelas sosial pengunjungnya. Sebagian bioskop punya spesialisasi pemutaran film dari kategori tertentu. Selain itu, ada juga bioskop yang hanya memutarkan film dari distributor tertentu saja.

Pemutaran film dalam ruang bernama bioskop di wilayah Indonesia dimulai di Batavia. Waktunya hanya terpaut lima tahun dari saat pertama teknologi ini diperkenalkan di sebuah kedai kopi, Grand Cafe, Boulevard des Capucines, Paris oleh Lumiere bersaudara pada 28 Desember 1895. Kedatangannya di wilayah Indonesia bahkan mendahului ke Korea (1903) dan Italia (1905).

Pada tanggal 30 November 1900, koran Bintang Betawi memuat iklan persiapan pertunjukan perdana ini: De Nerdelandsche Bioscope Maatschappij (Maatschappij Gambar Idoep)nmemberi tahoe bahoewa lagi sedikit hari ija nanti kasi liat tontonan amat bagoes, jaitoe gambar-gambar idoep dari banjak hal jang belon lama telah kedjadian di Europa dan di Africa Selatan.

Beberapa hari berikutnya, 4 Desember 1900, Bintang Betawi memuat lagi iklan bahwa mulai keesokan harinya akan diselenggarakan pertunjukan besar pertama yang akan berlangsung setiap malam. Waktu pemutarannya setiap jam 19.00 bertempat di sebuah rumah di Tanah Abang Kebondjae, bersebelahan dengan bengkel mobil Maatschappij Fuschss. Kelak rumah ini akan menjadi The Rojal Bioscope.

Film pertama yang diputar adalah kompilasi film dokumenter yang berisi: Masoeknja Sribaginda Maharatoe Olanda bersama-sama jang moelja Hertog Hendrik kedalem kota Den Haag, roepa-roepa hal jang telah terdjadi didalem peperangan Transvaal. Lebih djaoeh ditontonkan djoega  gambarnja barang-barang matjem baroe jang telah ada di tentoonstelling di kota Parijs (Bintang Betawi, 30 November 1900).

Continue reading

© 2025 Dunia Aleut

Theme by Anders NorenUp ↑