By : Muhammad Ryzki Wiryawan
Perkenalkan, nama saya Moehammad Hassan Windoedipoero. Hari ini, tanggal 07-06-09 saya akan mengulangi masa-masa muda semasa masih menjadi pelajar di Indische Technische Hoogeschool melalui perjalanan yang diadakan Klab Aleut…
Perjalanan ini cukup berat bagi orang seusia saya, tetapi gairah yang terpancar dari mata para pemuda-pemudi Klab Aleut untuk mengapresiasi sejarah dapat memulihkan kekuatan masa muda saya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila ada data yang salah, karena ingatan saya yang sudah cukup memudar seiring waktu.
Saya (tengah) bersama Mas Kusumo (Kiri) dan Karman (Kanan)
Saya dan Saidi, membelakangi kampus ITH
Baiklah, pertama-tama Klab Aleut mengajak saya mengunjungi tempat saya kuliah dahulu. Indische Technische Hoogeschool pertama kali dibuka tahun 1921 oleh prakarsa dari para pengusaha-pengusaha Belanda yang sukses serta perkembangan Kota Bandung yang menuntut ahli-ahli tehnik dan arsitektur. Sebelumnya, arsitek-arsitek kolonial hanya dihasilkan dari Sekolah Tinggi Tekhnik di Delft Belanda. Hingga kemudian kritik2 bermunculan bahwa lulusan dari sekolah tinggi tersebut memiliki pengetahuan yang sangat sedikit tentang kondisi lingkungan dan budaya tropis di hindia belanda, oleh karena itulah perlu dibangun sekolah khusus teknik dan cabang2 ilmunya di hindia Belanda ini. Bandung patut bangga karena Kota ini dianggap cukup layak untuk ditempati komplek sekolah bergengsi ini.
Rancangan Komplek ITH oleh Maclaine Pont
Kalau membicarakan ITH, mau tidak mau kita akan membicarakan peran Henry Manclaine Pont (1879-1955) yang merancang bangunan-bangunan di ITH ini. Detail2 yang mencolok dalam proses pembangunan ITH menyangkut peran dua guru Maclaine Pont , yaitu Klopper dan Klinkhamer. Prof.Ir. J. Klopper adalah direktur utama ITH saat itu, saya ingat sekali pernah berpapasan dengannya sesekali kala berangkat kuliah. Kemudian saya baru tahu kalau tuan Klinkhammer adalah keponakan dari K.A.R. Boscha, seorang humanis dan pengusaha perkebunan teh terkenal di Priangan.
Beberapa Anak Aleut memperhatikan sebuah plakat yang berisi nama-nama donatur pembangunan ITH. Ya, benar sekali, sekolah ini dibangun atas dana swasta, karena permintaan masyarakat luas akan insinyur-insinyur handal di hindia belanda. Baru 4 tahun kemudian ITH beralih ke tangan pemerintah Hindia Belanda. Sampai saat didirikannya Sekolah Tinggi Teknik ini, jarang ada perhatian terhadap perancangan arsitektural. Baru kemudian muncullah diskusi-diskusi dan perdebatan mengenai bentuk arsitektur yang cocok untuk kawasan tropis hindia Belanda.
Suasana perdebatan ini sangat santer terasa apabila anda sempat merasakan masa muda yang saya alami sebagai mahasiswa di sekolah teknik ini. Jurnal-jurnal yang diterbitkan saat itu banyak membahas perseteruan antara dua guru besar kampus ini, yang tidak lain adalah Tuan Schoemaker dan tuan Maclaine Pont. Keduanya sama-sama lahir di nusantara, Schoemaker lahir di Banyu Biru, sedangkan Pont di jatinegara, boleh dibilang keduanya memiliki latar belakang budaya yang hampir sama, tetapi pandangan arsitekturnya cukup berlawanan.
Menurut tuan Schoemaker, langgam arsitektur Indo-eropa harus tetap berhaluan pada arsitektur Eropa modern dan tidak banyak mengadopsi arsitektur lokal. Itulah sebabnya rancangan-rancangan beliau tampak kagok dalam menempatkan unsur-unsur lokal dalam karyanya. Lihatlah toko buku Van Dorp dan Societet Concordia. Unsur lokal hanya dijadikan ornamen tanpa arti. Saya lebih menyukai pandangan Maclaine Pont yang berani mengadopsi gaya arsitektur lokal, tetapi dipadukan dengan teknik arsitektur modern. Contohnya adalah bangunan kampus ITH ini, walau dikenal sebagai bangunan bergaya Indo-eropa pertama di hindia Belanda, muncul banyak kritik bahwa Maclaine Pont tidak tepat dalam menempatkan bangunan bergaya Minangkabau dalam lingkungan sunda. Di luar itu, perhatian besar maclane Pont terhadap arsitektur dan budaa lokal patut diapresiasi. Dalam satu jurnal, Wolff Schoemaker pernah mengomentari gedung2 sekolah tinggi teknik bandung sebagai berikut ,”Sekolah Tinggi Teknik dirancang dengan pemakaian contoh dari beberapa ciri khas bangunan Minangkabau, yang di Jawa berada di tanah asing”.
Rancangan Aula Barat ITB oleh Maclaine Pont
Ada satu hal yang menarik, Tuan Wolff Schoemaker sehari-harinya mau tidak mau harus berada dalam gedung rancangan Maclaine Pont saingannya. Dalam beberapa kuliahnya yang saya alami, beliau menjuluki rancangan Maclaine Pont ini sebagai,“Peniruan bentuk yang dibuat-buat” serta meragukan kegunaan “suatu peniruan bentuk atap Sumatera, yang mengakibatkan kobocoran serius?.
Baiklah, kita lupakan dulu segala perdebatan ini dan beralih kepada taman Indah yang berada di poros selatan Kampus ITH. Dahulu saya kerap bersepeda bersama teman-teman mengelilingi taman ini. Saya ingat sekali, jalan yang sekarang bernama jalan ganesha, dulunya bernama Hoogeschoolweg, sedangkan di sebelah selatan taman ini, yang sekarang bernama jalan Gelapnyawang dulunya bernama MaclainePont Weg. saya dan teman kadang berkelakar bahwa tuan Schoemaker tidak akan pernah bersedia untuk melewati jalan bernama saingannya ini.
Taman indah ini didedikasikan untuk Tuan Yzerman, karyawan pegawai staats spoorwegen-SS (Jawatan Kereta Api Negara) dan merupakan salah seorang penggagas pendirian ITH. Dahulu di ujung taman ini terdapat patung dada beliau. Sayangnya patung ini ditebas di masa kemerdekaan Indonesia. Sungguh disesalkan…
Saya, Kusumo dan Kardi bergaya di depan patung Yzerman
Muda-mudi ITH kerap beristirahat dan bercengkrama di taman yang asri ini (kalau tidak salah ada juga salah satu pegiat aleut yang bernama Asri) Ya, Kalau dilihat dari angkasa, jalur di taman ini akan membentuk huruf “Y”, dari inisial Yzerman. Di taman ini pula terdapat dua kolam berbentuk lingkaran, salah satunya memancarkan air. Ada juga peneduh-peneduh berbalur daun yang diatur dengan sangat apik. Kemudian kalau anda perhatikan di belakang patung ini, terdapat plakat-plakat yang menunjukan lokasi gunung-gunung yang memunggungi Bandung dari arah selatan beserta ketinggiannya. Dahulu saya masih bisa melihat jelas lekuk-lekuk gunung ini dari taman ini, sayangnya sekarang sudah tidak bisa.
Taman ini dibangun agar bisa merekam kondisi taman-taman di Eropa, sebagaimana kawasan Bandung utara memang diatur berdasarkan konsep tuinstaad atau Kota taman. Anda tidak perlu jauh-jauh ke negeri Belanda untuk merasakan nuansa Eropa, dahulu anda cukup untuk mengunjungi taman Yzerman ini. Jangan lupa membawa sebuah buku menarik serta sekeranjang roti dan sebotol susu.
Klab Aleut ini memang keterlaluan, tanpa melihat usia saya yang renta, mereka terus mengajak saya untuk mengunjungi lokasi lainnya,, baiklah akan saya turuti kemauan pemuda-pemudi gagah ini… Semoga pengalaman yang pernah saya alami dapat menjadi pelajaran bagi anak-anak muda ini…
(bersambung)
Brievenkart berlatar taman Yzerman